TITASTORY.ID, – Terbukti karena terdapat kejanggalan dalam penetapan tersangka, upaya hukum melalui praperadilan di Pengadilan Negeri Ambon membuahkan hasil. Pasalnya langkah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku untuk penetapan Ronald Renyut, Guwen Salhuteru dan Jorie Soukota sebagai tersangka tidak sesuai prosedur. Dimana Kajati Maluku lalai dalam menerapkan aturan berupa melayangkan pemberitahuan SPDP, dan tidak ada hasil perhitungan kerugian negara oleh lembaga yang berkewenangan yaitu Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK).
Alhasil, penetapan tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi proyek ruas jalan Rumbatu – Manusa Kecamatan Inamosol Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku itu pun harus digugurkan.
Tim kuasa hukum para tersangka masing – masing M. Yasin Djamaludin, S.H.,M.H, Safitra, S.H, Bhonto Adnan Wali, S.H dan Insar, S.H. kepada media di Kota Ambon menerangkan permohonan gugatan praperadilan didaftarkan di Pengadilan Negeri Ambon dengan No. 3/PID.Pra/2023/PN. Amb dan terdaftar Tanggal 14 Februari 2023 dengan posisi Kajati Maluku sebagai pihak tergugat atau terlawan, dan gugatan praperadilan ini pun mengabulkan permohonan Praperadilan untuk seluruhnya.
Dijabarkan hasil putusannya adalah menyatakan Surat Perintah Penyidikan Termohon Nomor Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Nomor : Print–08/Q.1/Fd.2/09/2022 Tanggal 16 September 2022 , Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Nomor : Print–14/Q.1/Fd.2/12/2022 Tanggal 12 Desember 2022 kepada Ronald Renyut, Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Nomor : Print–08/Q.1/Fd.2/09/2022 Tanggal 16 September 2022 dan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Nomor : Print–13/Q.1/Fd.2/12/2022 Tanggal 12 Desember 2022 kepada Guwen Salhuteru
Kemudian ” lanjutnya” Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Nomor : Print –08/Q.1/Fd.2/09/2022 Tanggal 16 September 2022 dan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Nomor : Print–15/Q.1/Fd.2/12/2022 Tanggal 12 Desember 2022 yang ditujukan kepada Jorie Soukota. Dimana penetapan oleh Kejaksaan Tinggi Maluku tidak sah dan batal demi hukum.
” Putusan hakim yang mengadili perkara praperadilan ini menyatakan bahwa penetapan tersangka atas dugaan korupsi proyek fisik ini tidak sah dan cacat di mata hukum.” terang Tim Kuasa Hukum.
Ditegaskan atas produk hukum tersebut, status tersangka sudah digugurkan di mata hukum. Sehingga penetapan tersangka terhadap Ronald Renyut berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: B-2884/Q.1/Fd.2/12/2022 Tanggal 12 Desember 2022, penetapan tersangka Guwen Slahuteru berdasarkan Surat Penetapan Nomor: B-2885/Q.1/Fd.2/12/2022 Tanggal 12 Desember 2022, juga penetapan Jorie Soukotta berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: B-2886/Q.1/Fd.2/12/2022 Tanggal 12 Desember 2022 adalah tidak sah dan batal demi hukum.
“Dengan demikian proses hukum yang diupayakan Kejati Maluku pun digugurkan dan tentunya para tersangka ini pun perlu dipulihkan nama baiknya” ucap tim kepada media.
Dijelaskan, dalam status sebagai pemohon tentunya puas dengan putusan tersebut yang berarti apa yang menjadi keinginan klien pun sudah tersanggupi.
” Perintah pengadilan adalah memerintahkan termohon untuk memulihkan nama baik para pemohon dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabat seperti sebelum di tetapkan sebagai tersangka, ” tegas Tim Kuasa Hukum pemohon Praperadilan.
Lebih lanjut, Ketua tim kuasa hukum Ronald Renyut Cs, M. Yasin Djamaludin,S.H.,M.H kepada media Kamis (2/3/2023) menjelaskan putusan tersebut dalam pertimbangan adalah bahwa SPDP tidak diberitahukan kepada para pemohon dalam kedudukan sebagai terlapor tetapi diberitahukan sudah dalam status sebagai tersangka. Dan hal ini bertentangan dengan pasal 109 Ayat 1 KUHAP Jo Putusan MK Nomor 130/PUU-XIII/2015 Tanggal 11 Januari 2017 dimana mahkamah konstitusi telah memperluas atau menambah SPDP sebagai objek praperadilan dengan menegaskan sikap wajib harus memberitahukan kepada Pelapor, Terlapor dalam waktu paling lambat 7 hari setelah dikeluarkan SPDP.
Akibat putusan tersebut seluruh keputusan dan surat-surat yang dikeluarkan oleh penyidik Kejaksaan Tinggi menjadi batal termasuk juga dibatalkannya hasil audit dari Inspektorat yang menghitung adanya kerugian negara dalam kasus para Pemohon.
“Terjadi perdebatan sengit saat Pemohon menghadirkan Saksi Ahli Pidana Prof. Mompang Panggabean dan dan Ahli keuangan Negara terkait siapa yang berhak melakukan penghitungan kerugian negara pada saat penyidikan,” jelas Yasin dalam keterangan persnya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa Ahli mempertegas yang berhak mendeclear kerugian negara pada tahap penyidikan adalah Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 10 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2016 yang menyatakan kewenangan perhitungan kerugian negara adalah badan pemeriksa keuangan.
Hal ini sejalan dengan rumusan Hukum kamar pidana yang menyatakan instansi yang berwenang menyatakan ada atau tidaknya kerugian negara adalah BPK yang memiliki kewenangan konstitusional sedangkan instansi lainnya seperti badan Badan Pengawas keuangan dan pembangunan /Inspektorat/Satuan perangkat daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit namun tidak berwenang mendeclear kerugian negara.
Dia menerangkan, atas pendapat Ahli bahwa perhitungan kerugian keuangan negara adalah pada BPK.
“BPK diberikan kewenangan konstitusional karena sebagai Lembaga Negara ada jaminan, BPK tidak akan di intervensi dan atau kongkalikong dengan pihak yang berkepentingan agar seseorang di proses hukum pidana korupsi,” ujarnya. (TS 02)
Discussion about this post