Brutal, Polisi Tembak Mahasiswa Saat Demo Soal Ruang Hidup Masyarakat Adat di Jayapura

Satu Mahasiswa Tertembak, Lima Lainnya Ditahan Polisi
16/10/2025
Keterangan gambar: Aksi Demo Mahasiswa di Jayapura Dibubarkan Aparat Kepolisian dengan menembakan gas air mata, water cannon, dan tembakan peluru. Foto: Istimewa

Jayapura, Papua — Aksi demonstrasi damai yang digelar mahasiswa dan pemuda dari Aliansi Peduli Tanah Adat di Kota Jayapura, Rabu (15/10/2025), berakhir ricuh dan berdarah.
Seorang mahasiswa, Ebenius Tabuni, tertembak di bagian dada, sementara lima mahasiswa lainnya ditahan oleh aparat kepolisian.

Aksi yang awalnya berlangsung damai ini digelar untuk menyoroti perampasan ruang hidup masyarakat adat di Tanah Papua akibat ekspansi tambang dan proyek infrastruktur. Namun, situasi berubah tegang saat aparat keamanan berupaya membubarkan massa dengan gas air mata, water cannon, dan tembakan peluru.

“Awalnya kami hanya orasi dan ingin long march, tapi aparat berulang kali mendorong massa. Akhirnya mahasiswa terpancing emosi dan melempar batu,” ujar Simon Pekey, salah satu peserta aksi, kepada titastory, Kamis (16/10/2025).

Keterangan gambar: Massa yang marah akibat penembakan gas air mata dan tembakan peluru, mengamuk dan membakar sejumlah fasilitas di ruas jalan utama. Foto: Akun Facebook @Varra Iyaba

Simon menyebutkan, saat bentrokan terjadi, aparat tidak hanya menggunakan peluru karet. Salah satu tembakan mengenai dada Ebenius Tabuni, yang langsung roboh di tempat. Ebenius kemudian dilarikan ke rumah sakit dan menjalani operasi hingga tengah malam. “Operasi selesai sekitar pukul 00.30 WIT, dan kini korban sudah dipulangkan ke rumahnya,” jelas Simon.

Keterangan gambar: Seorang mahasiswa, peserta aksi yang mengalami luka serius akibat tindakan represif aparat. Foto: Akun @Varra Iyaba.

Klarifikasi Polisi: Massa Memaksa Long March

Kepolisian Resor Kota (Polresta) Jayapura membantah tuduhan penggunaan kekuatan berlebihan.Kapolresta Jayapura, Kombes Pol Fredrickus W.A. Maclarimbon, mengatakan bahwa aparat hanya menjalankan prosedur pengamanan.

“Kami sudah berikan ruang bagi massa untuk menyampaikan aspirasi. Namun, mereka tetap memaksa melakukan long march padahal sudah ada kesepakatan sebelumnya,” kata Fredrickus kepada wartawan di lokasi.

Menurutnya, massa aksi memicu kericuhan dengan melempar batu ke arah aparat yang sedang berjaga. “Mereka menduduki pertigaan traffic light dan melempari polisi. Kami hanya berupaya menjaga ketertiban,” tegasnya.

Namun, hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian belum memberikan klarifikasi resmi mengenai jenis peluru yang menyebabkan luka tembak pada Ebenius.

 

Pendamping Hukum: 5 Mahasiswa Sudah Dipulangkan

Lima mahasiswa yang sempat diamankan usai aksi telah dibebaskan pada Kamis pagi (16/10/2025) setelah menjalani pemeriksaan di Polresta Jayapura.Proses pemeriksaan berlangsung dengan pendampingan hukum dari PBH LBH Papua, yakni Reinhart Komboy dan Fajar Dwi Komba.

“Kami memastikan proses hukum terhadap mahasiswa ini dipantau dengan ketat agar tidak ada pelanggaran prosedural. Mereka telah dipulangkan,” kata Reinhart Komboy.

Keterangan gambar: Mahasiswa yang ditahan oleh Kepolisian Resor Kota (Polresta) Jayapura. Foto: Akun facebook @Varra_Iyaba

Aliansi Desak Evaluasi Kekerasan Aparat

Aliansi Peduli Tanah Adat menilai tindakan aparat sebagai bukti kegagalan negara menjamin kebebasan berekspresi dan hak berkumpul secara damai.Menurut mereka, peristiwa penembakan ini menambah daftar panjang kekerasan terhadap mahasiswa dan masyarakat adat di Papua.

“Kami menuntut Kapolda Papua dan Kapolri untuk segera mengusut penembakan ini secara terbuka. Kekerasan tidak bisa menjadi bahasa negara terhadap rakyatnya sendiri,” tegas Simon Pekey.

Demonstrasi tersebut merupakan bagian dari gelombang aksi nasional menolak ekspansi tambang dan proyek pembangunan yang dinilai mengancam tanah ulayat masyarakat adat Papua.Selain di Jayapura, aksi serupa juga dilakukan di Manokwari, Wamena, dan Timika.

Koalisi HAM Papua menyerukan agar aparat keamanan menghentikan praktik kekerasan dalam penanganan aksi damai. Mereka juga mendesak pemerintah pusat membuka ruang dialog dengan masyarakat adat terkait konflik agraria dan lingkungan yang terus meluas di Tanah Papua.

error: Content is protected !!