BPK Temukan Masalah Proyek Jalan di Aru

05/02/2025
Potret Kondisi jalan Tunguwatu-Nafar. Foto: Ist.

titastory, Aru – Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK menemukan dugaan kerugian negara senilai Rp 7,95 miliar dalam proyek pembangunan jalan sepanjang 35,6 kilometer dari Desa Tunguwatu hingga Desa Nafar, Kabupaten Kepulauan Aru.

Hal tersebut tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2018 dengan nilai total anggaran Rp 36,7 miliar.

Proyek ini dikerjakan oleh PT Purna Darma Perdana (PDP) berdasarkan kontrak nomor: 600/01.02/SPK-DAK/PPKII/VII/2018 tertanggal 25 Juli 2018.

Dalam LHP ditemukan material yang digunakan tidak sesuai standar. Tak hanya itu, hasil pemeriksaan kontrak dan fisik pekerjaan juga ditemukan sejumlah masalah, mulai dari kelalaian pejabat pembuat komitmen (PPK) saat penandatanganan kontrak yang mengizinkan kuasa direktur menandatangani kontrak padahal yang bersangkutan tak ada kaitannya dengan perusahaan.

Potret Kondisi jalan Tunguwatu-Nafar. Foto: Ist.

Selaku kuasa direktur, HYS menggaku PT PDP merupakan perusahaan konstruksi yang dipinjam oleh TK, dengan alasan perusahaan milik TK dan HYS merupakan satu grup usaha. PT PDP sebelumnya tidak memenuhi kualifikasi untuk mengikuti lelang.

Perusahaan ini milik H. Amsar Sheba, yang beralamat di Bandung. Diduga perusahaan ini pernah bermasalah dan masuk daftar hitam Pemerintah Provinsi Jabar pada periode 2014-Januari 2016.

Mantan Pelaksana Tugas (PLT) Dinas PUPR, Ricky Putnarubun mengatakan, sedikitnya ada tiga temuan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK pada proyek tersebut. Diantaranya, denda keterlambatan, kekurangan volume pekerjaan, dan penggunaan material timbunan yang tidak sesuai spesifikasi.

“Di dalam LHP terkait dengan pembangunan jalan Tunguwatu-Nafar memang ada tiga item temuan, denda keterlambatan, kekurangan volume pekerjaan, dan penggunaan material timbunan yang tidak sesuai spesifikasi,” kata Ricky saat melakukan audiensi dengan SAPA, Senin, (3/2).

Audiensi SAPA dengan Pemda Aru, Senin (3/2). (Foto: titastory/Johan)

Menurut Ricky, BPK sempat merekomendasikan Dinas PUPR mendatangkan ahli untuk melakukan uji laboratorium. Terkait material timbunan yang tidak sesuai spesifikasi itu, pihak kontraktor beralasan tidak ada biaya uji laboratorium terhadap jenis material yang digunakan.

“PUPR menyurati Politeknik Negeri Ambon untuk mendatangkan ahli,” kata Ricky.

Usai mendapat rekomendasi BPK, Dinas PUPR membaca ulang isi kontrak pengerjaan jalan penghubung empat desa tersebut. Rupanya ada perubahan tertulis pada dokumen yang disepakati pemilik proyek dan kontraktor atau CCO.

Menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN), pengujian CBR (California Bearing Ratio) laboratorium yang dimaksudkan pada standar ini adalah penentuan nilai CBR, misalnya, material tanah, agregat atau campuran tanah dan agregat yang dipadatkan di laboratorium pada kadar air sesuai yang ditentukan.

Pengujian CBR digunakan untuk mengevaluasi potensi kekuatan material lapis tanah dasar, fondasi bawah dan fondasi termasuk material yang didaur ulang untuk pengerasan jalan dan lapangan terbang.

Sementara itu, hasil uji laboratorium CBR pada proyek menunjukan spesifikasi material timbunan yang dipakai hanya sebesar 3,1 persen, tidak sesuai dengan standar minimum 10 persen.

Dia mengaku telah menyampaikan kepada BPK soal tidak sesuainya spesifikasi material timbunan itu.

“Kami membaca ulang kontrak, memang kami lihat di dalam kontrak ada Contract Change Order (CCO), awalnya timbunan biasa dari galian. Tetapi dibuat CCO dari timbunan biasa menjadi timbunan pilihan dari sumber galian. Sehingga dilakukan pengujian,” imbuhnya.

Bupati Aru, Johan Gonga saat menerima kunjungan para pengunjuk rasa yang tergabung dalam SAPA di Aulau Kantor Bupati, Senin (3/2). (Foto: titastory/Johan)

Protes Dugaan Rasuah

Sejumlah Pemuda dan Mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa dan Pemuda Aru (SAPA), mendatangi Pemerintah Daerah Aru untuk menanyakan ihwal kasus ini pada Senin (3/2) lalu.

Mereka mempertanyakan kelanjutan pekerjaan proyek jalan yang baru selesai sekitar 20 kilometer dari, sisanya jalan sepanjang 15 kilometer itu belum rampung.

Dalam audiensi SAPA bersama Pemda Aru, Beny Alatubir selaku Koordinator menilai kepala inspektorat tidak profesional dalam menjalankan tugasnya. Sebab hanya kasus-kasus rasuah dengan jumlah kerugian kecil yang dikejar tetapi menutup mata untuk kasus dengan nilai miliaran rupiah.

“Katong (kita) menilai pemerintah daerah dalam hal ini kepala inspektorat ini tidak profesional dalam menjalankan tugasnya. Kenapa dikatakan demikian? Karena kasus-kasus yang nilainya kecil selalu kejar tetapi ada kasus-kasus besar yang jumlahnya itu miliaran rupiah,” kata Beny.

Bupati Kepulauan Aru pun diminta mengambil langkah tegas terkait kasus ini. Mengingat, kepala inspektorat telah membuat sebuah surat yang menerangkan seseorang bebas kerugian tanpa sepengetahuan Bupati.

Dia menambahkan, kedatangan SAPA tidak memiliki tendensi apapun kecuali berkaitan dengan persoalan korupsi yang mengganjal pembangunan di Aru.

“Katong hari ini tidak ada tendensi apapun. Masa politik sudah selesai jadi tidak ada kubu-kubu, hari ini karena persoalan korupsi,” tegasnya.

Penulis: Johan Djamanmona
Editor : Khairiyah R
error: Content is protected !!