titastory.id, ambon – Bos PT Bumi Perkasa Timur (BPT) seolah tak mengindahkan panggilan Jaksa. Padahal dua kali panggilan telah dilayangkan oleh Tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.
Bos PT BPT, Franky Gaspary Thiopelus alias Kipe dipanggil untuk diperiksa terkait dugaan korupsi pengelolaan 140 Ruko yang merupakan aset Pemerintah Provinsi Maluku di Kawasan Pasar Mardika, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Maluku.
“Iya, yang bersangkutan (Kipe) dua kali tidak hadiri panggilan,” ungkap Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Maluku, Triono Rahyudi, Rabu (18/9).
Pihak Kejaksaan Tinggi Maluku tidak akan tinggal diam, Tim penyidik masih akan menjadwal pemanggilan ulang untuk dimintai keterangan.
“Untuk memeriksa Kipe, tim penyelidik akan menjadwalkan ulang untuk memanggil yang bersangkutan guna diambil keterangan dalam kasus yang masih berstatus penyelidikan tersebut,“ ungkapnya.
Persoalan ini makin ramai setelah Panitia Khusus (Pansus) bentukan DPRD Maluku menemukan bahwa para pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang menempati Pertokoan Ruko Pasar Mardika telah melakukan pembayaran kepada PT. BPT nilai uang sebesar Rp18.840.595.750. Sementara pihak BPT selaku pengelola hanya melakukan penyetoran sebesar Rp 5 miliar.
Jumlah uang yang disetor ke Pemerintah Daerah Maluku sesuai perjanjian kerja yang rinciannya tahun 2022 sebesar Rp 250 juta sedangkan tahun 2023 sebesar Rp 4.750.000.000.
Tak hanya itu, Pansus DPRD Maluku rupanya menemukan dugaan perbuatan melawan hukum dalam pengumuman pemenang tender pemanfaatan 140 ruko aset milik Pemprov Maluku yang dimenangkan Perusahaan tersebut.
Kabarnya, Jaksa Bidang Intelijen telah bergerak melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan sejak September 2023. Dimana, Korps Adhyaksa telah memanggil ketua dan anggota asosiasi pengusaha ruko atau penyewa ruko dan pihak bank penyewa.
Pemeriksan juga telah dilakukan terhadap staf Bidang Pengelola Aset pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Maluku terkait perjanjian kerjasama pengelolaan Ruko Pasar Mardika antar Pemerintah Daerah Maluku dengan pihak PT BPT.
Diduga kuat, kerjasama ini tidak melibatkan pihak appraisal yang dibutuhkan untuk menilai kelayakan sewa ruko, pada akhirnya pihak PT BPT seenaknya menentukan harga sewa tanpa dasar hukum yang jelas.
Untuk diketahui, penanganan kasus pengelolaan uang ruko di Pasar Mardika ini tengah ramai diperbincangkan publik. (TS-02)
Discussion about this post