Dalam pembukaan Asia Disaster Management and Civil Protection Expo and Conference (ADEXCO), Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menegaskan pentingnya forum ini sebagai penanda komitmen bersama yang memperkuat strategi pengurangan risiko bencana di kawasan.
Suharyanto menjelaskan bahwa konsep resiliensi berkelanjutan didukung oleh empat pilar utama: budaya dan kelembagaan, investasi dalam sains-teknologi, akses pendanaan dan transfer teknologi, serta infrastruktur yang tahan terhadap bencana dan perubahan iklim.
“Konsep resiliensi berkelanjutan ini mencakup empat pilar, yakni budaya dan kelembagaan, investasi sains-teknologi, akses pendanaan dan transfer teknologi, infrastruktur tahan bencana, serta komitmen terhadap implementasi kesepakatan global terkait pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim,” jelas Suharyanto pada Rabu (9/9) di JIEXPO, Jakarta.
Suharyanto menambahkan, konsep ini telah disepakati dalam Deklarasi Pemimpin ASEAN untuk Resiliensi Berkelanjutan pada ASEAN Summit 2023.
“Dalam dua hari ke depan, fokus kita adalah bagaimana menerjemahkan konsep-konsep ini ke dalam tindakan nyata,” tambahnya.
Salah satu pilar penting, yaitu inovasi dan investasi dalam sains dan teknologi, diangkat melalui pameran dan expo ADEXCO 2024. Acara ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga internasional, dan dunia usaha, yang menampilkan produk serta praktik terbaik terkait penanggulangan bencana.
Melalui semangat resiliensi berkelanjutan, BNPB berharap masyarakat mampu merespons berbagai ancaman, terutama yang terkait dengan perubahan iklim yang semakin memperburuk risiko sistemik. BNPB juga menekankan pentingnya peran pemangku kepentingan dalam meningkatkan perlindungan masyarakat, contohnya melalui pembangunan infrastruktur seperti waduk, yang tidak hanya untuk pengairan, tetapi juga melindungi masyarakat dari ancaman banjir.
Pada GFSR ke-2 ini, BNPB memfokuskan refleksi pada 20 tahun tsunami Aceh, sebuah mega bencana yang berdampak besar pada masyarakat, terutama di kawasan Asia. Refleksi ini bertujuan untuk memetik pembelajaran, praktik baik, serta pencapaian yang telah diraih dalam dua dekade terakhir.
Abdul Muhari, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, menyampaikan bahwa refleksi ini memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk memahami pentingnya upaya dalam menghadapi risiko sistemik akibat perubahan iklim dan bencana.
Dukungan Siap Siaga
Kegiatan GFSR ini terselenggara berkat dukungan Program Australia-Indonesia Partnership for Disaster Risk Management (SIAP SIAGA). Minister-Counsellor Governance and Human Development Kedutaan Australia, Madeleine Moss, menyatakan bahwa GFSR adalah bentuk kemitraan strategis antara Indonesia dan Australia dalam menghadapi risiko bencana alam.
“Tahun ini, kita merayakan 75 tahun hubungan diplomatik antara Australia dan Indonesia, yang mencakup kemitraan dalam bidang perdagangan, ekonomi, dan pembangunan manusia,” ujar Madeleine.
Pemerintah Australia mengapresiasi BNPB dan Indonesia yang berhasil mengumpulkan beragam pemangku kepentingan di tingkat regional. Menurutnya, kerja sama dengan berbagai pihak merupakan kunci dalam menghadapi tantangan bersama, termasuk solusi lokal.
“Kami sangat senang dapat bermitra dengan negara-negara lain, termasuk BNPB, dalam mengatasi tantangan ini,” tutupnya. (TS-01)
Discussion about this post