TITASTORY.ID – Kamera jebak milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) berhasil menangkap babirusa maluku (Babyrousa babyrussa) di kawasan Suaka Alam Masbait, pulau Buru, Maluku. Ini merupakan bukti pertama penemuan atas survei intensif yang dilakukan sejak tahun 1995.
Sejak survei intensif yang dilakukan pada tahun 1995 belum pernah ditemukan babirusa secara langsung kecuali jejaknya. Pada tahun 1997 ditemukan tengkorak babirusa dari seorang pemburu di sekitar Gunung Kapalat Mada, Pulau Buru. Sehingga terkonfirmasi bahwa Pulau Buru sebagai salah satu habitat babirusa.
Informasi dari masyarakat bahwa mereka pernah menjumpai babirusa di hutan-hutan pada perbukitan dan pegunungan. Beredar juga mitos bahwa babirusa akan muncul untuk menunjukkan jalan keluar bagi orang yang tersesat di dalam hutan.
Balai KSDA Maluku tahun 2011 sampai 2013 telah melaksanakan survei intensif di kawasan konservasi tetapi belum mendapatkan bukti perjumpaan secara langsung sehingga menjadikan keberadaan babirusa di Pulau Buru masih dianggap sebagai mitos.
Temuan tengkorak dan tulang belulang babirusa di kawasan Suaka Alam Masbait pada November 2019 menjadi awal upaya pencarian bukti langsung keberadaan babirusa. Upaya tersebut mendapat dukungan Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati – Ditjen KSDAE melalui Project EPASS (Enhancing the Protected Area System in Sulawesi for Biodiversity Conservation) Tahun 2020, dengan dihibahkannya peralatan survei berupa 20 buah kamera jebak dan 1 buah GPS kepada Balai KSDA Maluku.
Tahun 2021 ini, upaya yang dilakukan BKSDA Maluku akhirnya membuahkan hasil. Dari 10 kamera jebak hanya satu kamera yang tidak merekam keberadaan babirusa. Kamera jebak ini dipasang sejak April s.d Juni 2021 pada 7 (tujuh) lokasi yang merupakan area lintasan satwa yaitu pada areal berkubang/ bermain satwa, saltlicks (tempat menggaram) ataupun mencari pakan.
Kepala Balai KSDA Maluku, Danny H Pattipeilohy, menyatakan kegembiraannya atas keberhasilan Tim Survei Balai KSDA Maluku yang telah bekerja keras dan tidak berputus asa untuk mendapatkan bukti langsung keberadaan satwa ini dengan terekamnya foto babirusa oleh kamera jebak. Danny juga menyampaikan rasa terima kasih atas dukungan Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, sehingga dapat membuktikan bahwa satwa babirusa khususnya di Pulau Buru belum punah di alam.
“Selanjutnya akan direncanakan program kegiatan untuk konservasi babirusa khususnya di Pulau Buru seperti peningkatan patroli pengamanan, penyadartahuan masyarakat serta survei pakan/habitat. Selain itu rencananya akan dilaksanakan juga survei monitoring dengan pasang kamera trap di habitat babirusa lainnyaseperti di Pulau Mangole dan Pulau Taliabu, untuk pembuktian langsung keberadaan babirusa Maluku,” ujar Denny.
Babirusa (Babyrousa spp.) merupakan satwa endemik Wallace, region ini dihuni 3 jenis babirusa yaitu babirusa sulawesi (Babyrousa celebensis) yang sebarannya berada di Pulau Sulawesi, babirusa togean (Babyrousa togeanensis) menyebar di beberapa pulau di Kepulauan Togean, serta babirusa maluku (Babyrousa babyrussa). Sebaran babirusa maluku (Babyrousa babyrussa Linnaeus, 1978) teridentifikasi meliputi Kepulauan Sula yaitu Pulau Mangole dan Pulau Taliabu serta Pulau Buru.
Babirusa maluku pertama kali diidentifikasi sebagai sub-species dari Babyrousa babyrussa yaitu B. b. babyrussa, selanjutnya dengan pertimbangan perbedaan karakteristik morfologi babirusa Maluku sebagai jenis sendiri yaitu B. babyrussa. Di habitat alaminya khususnya di Pulau Buru, populasi satwa ini terancam akibat perburuan liar baik untuk konsumsi maupun by-catch karena pemasangan jerat babi untuk eradikasi hama pertanian, serta akibat fragmentasi habitat karena berkurangnya hutan baik untuk tujuan penebangan komersial maupun akibat pembakaran antropogenik yang berulang.
Babyrousa spp. termasuk Apendiks I CITES artinya dilarangnya perdagangan spesimen babirusa baik dalam bentuk hidup dan atau mati dan atau bagian-bagian serta produk turunannya. Satwa ini juga termasuk dalam daftar IUCN Red List sebagai jenis-jenis yang terancam punah dengan kategori Vulnerable. Secara nasional, jenis babirusa ini termasuk dalam jenis dilindungi sesuai Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, sebagaimana lampirannya diubah melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.106 tahun 2018, yang menegaskan bahwa jenis babirusa dilindungi oleh peraturan perundangan.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) KLHK, Indra Exploitasia, menyatakan apresiasi atas upaya dan kerja keras Tim Balai KSDA Maluku dalam upaya memperoleh bukti nyata keberadaan Babirusa yang merupakan Satwa Prioritas Nasional yang dilindungi secara penuh sejak Tahun 1931. Lebih lanjut lagi, Indra menyatakan dukungan sepenuhnya untuk upaya-upaya konservasi satwa jenis ini yang akan dilakukan oleh Balai KSDA Maluku kedepannya.
Selain rekaman foto babirusa, kamera jebak yang dipasang oleh Balai KSDA Maluku juga menangkap beberapa gambar jenis satwa lain seperti gosong maluku (Eulopia wallacei), burung arika (Gallicrex cinerea), gosong kelam (Megaphodius freycinet buruensis), musang/rase (Viverra tangalunga), biawak (Varanus salvatori), rusa timor (Rusa timorensis), dan babi hutan sulawesi (Sus celebensis). (TS-01)
Discussion about this post