titastory.com, ambon – Hanya bisa meneteskan air mata dan memeluk buah hatinya saja, begitulah yang dilakukan Ayu ibu dari bayi Elena. Ayu ibu muda berusia 26 tahun ini hanya pasrah dengan kondisi putrinya yang semakin memburuk satu bulan terakhir ini.
Sementara Elena, bayi berusia 8 bulan hanya menangis dan menjerit kesakitan di pelukan ibunya.
Kondisi ini sudah terjadi kurang lebih tiga bulan lamanya. Terakhir kali orang tua Elena membawanya ke rumah sakit, namun terbelit biaya mereka harus mengurungkan niat mereka untuk merawat anak mereka di rumah sakit.
Kondisi Elena cukup memprihatinkan, berat badannya tak lebih dari 6 kilogram. Dokter mendiagnosis anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan Marthen dan Ayu ini menderita gizi buruk.
Dokter spesialis anak memvonis Elena mengalami kekurangan gizi dan harus dirujuk ke RSUD Haulusy. Dokter mengatakan Elena butuh biaya sekitar Rp.80 juta untuk dioperasi.
Saat ini Ayu bersama suaminya bingung lantaran tidak mempunyai biaya. Keluarga kurang mampu ini mengaku terpaksa akan menghentikan perawatan anaknya dan memilih keluar dari rumah sakit.
Ayu mengaku tak punya uang meski hanya untuk mendaftar sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
“Biasanya biaya operasi mahal dan Elena harus punya kartu BPJS Kesehatan,” kata Ayu, orang tua Elena di kediamannya, Rabu (29/1/2020).
Ayu mengaku telah berupaya meminjam uang bersama suaminya Marten. Namun tak ada kerabat atau tetangga bisa membantu.
“Biaya pendaftaran kartu BPJS saja belum punya, apalagi biaya operasi untuk mengangkat cairan dari perut Elena,” ujarnya.
Sementara Marthen ayahnya penderita membenarkan pihak rumah sakit mengatakan butuh biaya sekitar Rp. 80 juta. Marthen mengaku masih terus berupaya kembali mencari pinjaman uang untuk n pengobatan anaknya.
“ Beta masih terus berusaha mencari uang untuk pengobatan Elena, namun belum dapat. Mungkin rezeki,” katanya sambil meneteskan air mata.
Tak hanya uang untuk biaya pengobatan anaknya, Marthen dan Ayu istrinya saat ini masih menumpang di rumah kerabatnya di kawasan Bentas, Nusaniwe, Ambon.
Kondisi ini diperparah dengan rumahnya yang ambruk akibat gempa yang melanda pulau ambon pada tanggal 26 sepetember 2016 lalu.
“sebelum tinggal di Bentas, kami sekeluarga bertempat tinggal di Desa Tawiri, Kecamatan Baguala, Ambon. Namun gempa bulan September lalu yang mengguncang Ambon, menghancurkan rumah kami. Dan Kini, kami se-keluarga menumpang di rumah saudara,” terang dia.
Marthen berharap pemerintah setempat memberikan perhatian dan uluran tangan untuk membantu biaya pengobatan anaknya agar nantinya bisa dioperasi. (TS-03)
Discussion about this post