Bangsa Yang Dalam Krisis

31/08/2025
Oleh : Made Supriatma
titastory, Jakarta – Pemilihan umum kita tidak menghasilkan pemimpin yang kuat. Pemilihan umum kita tidak menghasilkan pemimpin yang berani. Pemilihan umum kita tidak menghasilkan pemimpin yang bijak dalam mengambil keputusan. 58% suara yang diperoleh oleh pemenang, tidak membuat dia menjadi pemimpin yang tegas, lugas dan berani.
Selama seminggu terakhir ini, di ukur dalam metrik apapun, memperlihatkan bangsa ini sedang dalam krisis. Dan, sedihnya, krisis ini datang dari tidak adanya kepemimpinan di negeri ini.
Ketidakpuasan sudah lama terlihat. Rakyat dengan terang benderang melihat ketidakadilan dan ketidakpedulian para elit yang berkuasa. Mereka arogan. Bupati Pati, Sudewo, hanya salah satu dari arogansi ini.
Bangsa ini dipimpin oleh orang-orang yang sangat serakah. Serakah namun tanpa prinsip. Serakah tanpa mau tahu nasib rakyatnya. Lembaga-lembaga negara diisi oleh kaum oportunis  yang kemaruk mencuri dan menimbun. Seorang anggota DPR punya rumah seharga ratusan milyar (dan bininya menangis karena bajunya dijarah!).
Keterangan : Ilustrasi Opurtunis. Foto : web
Arogansi para pejabat luar biasa. Tidak hanya di eksekutif namun juga di semua lini. Termasuk kepolisian dan militer. Semuanya hanya mau mengambil. Ambil sebanyak mungkin mumpung berkuasa. Kemudian mereka saling memberikan bintang jasa — yang diobral bagai mengobral baju bekas!
Mereka saling menjilat satu sama lain. Mereka saling bertukar proyek sekaligus saling menyandera. Lingkaran kecil yang mereka ciptakan bagaikan gelembung di tengah arus air hitam comberan yang mereka berikan kepada rakyat kebanyakan.
Selama seminggu terakhir ini, hal yang luar biasa terjadi. Rakyat bangkit melawan. Mungkin banyak dari kita yang tidak sadar bahwa kali ini sasaran rakyat bukanlah sesama rakyat seperti 1998. Sasaran mereka adalah para elit — anggota-anggota DPR yang songongnya setengah mati; markas-markas polisi yang sering menjebak mereka di jalan-jalan raya, hingga ke menteri keuangan yang menaikkan pajak mereka.
Ini adalah gerakan rakyat melawan para elit. Betatapun banyak analisis yang mengatakan bahwa semua penjarahan dan kerusuhan ini dirancang oleh sebuah operasi politik, saya masih tetap percaya bahwa ini tidak akan berhasil tanpa kemuakan dan kemarahan rakyat jelata yang tertindas dan diperlakukan tidak adil.
Rakyat tidak bodoh. Rakyat adalah ‘agency’ yang punya pikiran dan mampu membuat keputusan. Dan keputusan mereka sekarang ini adalah memberontak melawan sistem arogan yang tidak adil. Mereka melawan artis-artis dan pengusaha yang mendominasi DPR  yang sama sekali tidak mewakili mereka; yang hanya bisa menari-nari dan mendapat tunjangan besar sementara hidupnya dibayari rakyat!
Mereka melawan polisi yang brutal dan seringkali mempersulit hidup sehari-hari mereka di jalanan. Mereka pun akan melawan militer jika militer kembali menguasai hidup mereka seperti yang mereka lakukan pada 1998 lalu.
Perlawanan rakyat ini meninggalkan satu lobang yang amat besar pada bangsa ini. Seketika kita melihat bahwa ternyata kita tidak memiliki pemimpin-pemimpin bangsa. Saat ini kita benar-benar sedang mengalami krisis kepemimpinan.
Presiden dan wakil presiden yang terpilih dengan mayoritas mutlak seakan tidak berdaya menghadapi krisis ini. Presiden sibuk memanggil para elit tua dan lupa membuat kebijakan untuk mengatasi persoalan utama, yakni brutalitas dan kekerasan berlebihan yang dilakukan kepolisian.
Padahal kepolisian berada di bawah presiden. Mengapa presiden tidak mencopot Kapolri dan mengendalikan kepolisian serta TNI di bawah kontrolnya? Mengapa presiden seolah tidak berdaya?
Banyak orang berharap bahwa ketika memilih presiden ini, Indonesia akan mendapati pemimpin yang tegas, yang kuat, yang akan membawa Indonesia disegani di antara bangsa-bangsa.
Itu tidak terjadi. Bagaimana mau disegani kalau menangani krisis di dalam negeri seperti ini saja presiden tidak mampu?
Hapuskanlah mimpi menjadi negara kuat dan disegani. Orang akan melihat apakah seorang pemimpin mampu mengendalikan keadaan tanpa memakai kekerasan atau memberlakukan keadaan darurat.
Hari-hari ini kita melihat kepolisian runtuh. Sekaligus kita melihat bahwa tidak ada SATUPUN pemimpin nasional yang berusaha mengendalikan keadaan. Semua pemimpin  DPR, MPR, DPR, dan para menteri dan pemimpin-pemimpin partai — semua diam. Atau, semua sibuk bermanuver di balik layar. Tanpa berbuat apa pun untuk mengatasi krisis ini.
Bangsa ini sedang menghadapi krisis multi dimensi. Krisis keamanan ini sudah menjadi krisis politik. Sebentar lagi ia akan menjadi krisis ekonomi. Hidup rakyat yang sudah susah akan semakin susah. Dan, sekali lagi, tidak ada pemimpin yang mau menyelesaikan ini.
Sistem kepemimpin ini sudah dirusak sejak jaman Jokowi. Dia yang memilih presiden dan wakilnya (yang anaknya sendiri). Dia yang mengerahkan parcok untuk mempengaruhi pemilihan umum. Hasilnya kita lihat sekarang. 58% itu tidak punya makna apa-apa.
Sudah saat kita sebagai bangsa bertanya-tanya: Kita akan kemana? Bangsa-bangsa lain melihat dengan cermat. Indonesia is on the brink of collapse, demikian judul satu berita yang saya lihat pagi ini.
Artinya, Indonesia diambang keruntuhan. Orang-orang yang seharusnya memberikan ketenangan dan stabilitas, yang seharusnya menjaga bangunan negara ini, sekarang ini hilang entah kemana. Ini adalah tragedi untuk Indonesia. (**)
error: Content is protected !!