TITASTORY.ID, – Aru adalah rumah semua orang, sebuah pemaknaan kata yang cukup mengesampingkan perbedaan warga asli dan warga pendatang. Kabupaten yang terkenal dengan kualitas mutiara yang terpendam di dasar laut.
Namun dibalik nama besar itu, ada juga konsep yang diutarakan oleh Hanok Tabela bahwa orang Aru adalah mereka yang memakan nyamuk Aru dan meminum air salobar di Aru.
Konsep ini sesungguhnya lahir dalam sebuah percakapan antara Hanock dengan Camat Pulau- Pulau Aru dengan topik, “Siapa itu orang Aru yang dikaitkan dengan momen perjuangan untuk menjadi daerah otonomi baru dikala itu.
“Kabupaten kepulauan Aru, saat ini menjadi sebuah daerah otonomi baru (DOB) yang dimekarkan dengan nama kabupaten kepulauan Aru. Kabupaten ini bukan hanya menjadi tempat yang dalam kewenangan adalah daerah yang mandiri tetapi menjadi rumah untuk semua orang, ” jelas Frangky Apelem mengenang percakapan yang kini tersirat di benaknya. .
Dijelaskan, pemaknaan orang Aru yang memakan nyamuk Aru, dan meminum air salobar (campuran air asin dan air tawar-red) merupakan sebuah kejujuran tentang kondisi Aru yang merupakan daerah yang memiliki letak geografis yang banyak dihiasi dengan stepa dan sabana, padang rumput yang membentang luas, serta terdapat genang air tawar rasa salobar yang terkurung pada dinding -dinding batu karang yang tetap memberikan kehidupan.
Sebuah bentangan alam yang kadang memukau mata yang melihat namun kerap saja menjadi sebuah tantangan yang tentunya bisa ditaklukkan orang Aru yang memiliki keunikan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya
Aru itu rumah untuk semua orang, demikian jelas Hanok, bahwa Aru tetap membuka diri untuk siapa saja dan mau menerima setiap orang yang ingin hidup di Aru dan tidak ada per berbedaan mana orang pendatang dan mana orang asli.
“Walaupun diperlakukan tidak adil dan hidup dalam perasaan tertindas merupakan motivasi,” terangnya.
Begitu juga, De Gemes Gainau anak asli Aru yang berdiam di Kota Tual, Maluku Tenggara mengangkat tekad untuk memperjuangkan daerah pemekaran yang dapat menjadikan orang asli Aru sebagai tuan di kampung halamannya.
” Ada hak kesulungan, dan hak ini tidak serta merta mendiskreditkan orang pendatang, tetapi baiknya pemilik rumah memiliki kewenangan untuk membangun rumahnya,” tegas Gemes, yang diterima titastory.id belum lama ini.
(TS 02)
Discussion about this post