TITASTORY.ID – SAMPAH plastik hingga kini masih menjadi masalah serius bagi Indonesia dan khususnya di Maluku. Di Maluku sampah plastik tak hanya dijumpai di wilayah darat saja namun juga menyebar luas dan berserakan di laut. Semua elemen dihimbau untuk terlibat dalam memerangi sampah plkastik di laut maupun di darat.
Di Kota Ambon sendiri, sampah plastik menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan ekosistem yang ada di laut dan darat.
Buruknya pengelolaan sampah di kota Ambon Provinsi Maluku menyebabkan penumpukan sampah di sungai dan teluk ambon. Demikian hasil penelitian Tim Ekspedisi Nusantara (ESN) yang berkolaborasi dengan relawan ekspedisi sungai kota Ambon, sejak 11 november hingga 17 November 2022.
Dari penelusuran tim ekspedisi sungai nusantara (ESN) selama di Ambon hampir semua sungai di penuhi dengan sampah. Tim ESN menemukan sampah infus di pantai wilayah Tawiri saat melakukan brand audit Sampah.
Amiruddin Muttaqin, peneliti senior ESN, menyatakan sampah infus merupakan kategori limbah medis yang penanganannya harusnya sangat ketat dan tidak boleh di buang sembarangan.
” Ditemukannya limbah medis menunjukkan bahwa sistem pengelolaan dan pengawasan sampah medis di kota Ambon sangat buruk. Limbah medis yang di buang sembarangan berpotensi untuk mencemari dan berisiko terjadinya penularan penyakit dari penggunanya” ungkap Amiruddin Muttaqin, lebih lanjut peneliti senior ESN.
Amiriduddin berharap pemerintah kota Ambon harus lebih serius dalam melakukan pengelolaan sampah supaya sampah tidak mencemari sungai dan teluk Ambon.
Ario Tri yudha, relawan ekspedisi sungai kota Ambon mengatakan jika hampir semua pesisir teluk ambon penuh dengan sampah sachet dan botol plastik. Kami menemukan nama nama perusahaan besar seperti Unilever, wings, indofood, Danone dan kao.
” Dari hasil brand audit Unilever berada di peringkat pertama hasil audit kami, disusul produk Wings, Indofood dan Danone yang memproduksi Aqua” Ungkap Ario.
Lebih lanjut Relawan ESN Ambon ini mendorong Industri ikut bertanggung jawab terhadap sampah yang mereka produksi, misal dengan membantu pemerintah kota untuk menyediakan tempat sampah dan edukasi kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan.
” Di temukannya limbah medis mengkhawatirkan bagi masyarakat dan ikan ikan di Teluk Ambon” Tambah, Ario.
Selain di sungai dan laut, tim ekspedisi juga menemukan sampah-sampah yang berserakan di tepi jalan umum yang ada di kota Ambon.
Perintah Tak Serius kurangi Perangi Sampah di Laut
“Temuan sepanjang kegiatan penyusuran sungai-sungai di Indonesia menunjukkan tumpukan sampah tak terkontrol dari sungai menuju ke Laut, di metro Lampung, pantai Bengkulu, muara Batang Arau di Padang, Muara Barito, Muara Mahakam, perairan di Ternate, Pesisir Sorong dan di Ambon, tidak ada strategi dan aksi riil Pemerintah dalam kendalikan sampah plastik,”ungkap Amiruddin. Lebih lanjut Alumni studi pengelolaan lingkungan Wageningen University the Netherlands ini menilai target pengurangan 70% pengurangan sampah ke laut hanya retorika saja.
Padahal dalam PP 22/2021 Disebutkan bahwa sungai-sungai di Indonesia harus nihil sampah, namun faktanya sungai-sungai nasional yang menjadi kewenangan pemerintahan Pusat PUPR dan KLHK masih dibanjiri sampah plastik.
” Pemerintah pusat tidak mampu jalankan amanat menjaga sungai-sungai nihil dari sampah, sulit rasanya berharap pada pemkab/pemkot jika pemerintah pusat tidak memberikan contoh, implementasi regulasi butuh keteladanan” ungkap Kholid Basyaidan,Manajer Hukum dan HAM Ecoton. Lebih lanjut Manajer hukum dan HAM Ecoton merasa gemes dengan perilaku pemerintah yang membiarkan sungai tercemar sampah plastiK.
Hasil Brand Audit Perairan Ambon
Penelitian yang dilakukan tim ekspedisi Sungai Nusantara di sungai batu gajah, sungai batu merah dan sungai air besar menemukan tumpukan sampah di sungai.
Peneliti dari Ekspedisi sungai Nusantara kemudian melakukan brand audit atau melihat merk sampah yang banyak di konsumsi serta di buang masyarakat ke sungai. Dari 500 sampel sampah di temukan lima merk industri besar di sungai-sungai di Kota Ambon antara lain: Unilever 36%, Kao Indonesia 23%, Wing surya 19%, Protect & gamble 13%, indofood 10%.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian Cory Manulang, Peneliti pencemaran laut, Pusat Laut Dalam, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ambon, memperlihatkan sampah plastic masih mendominasi hutan mangrove di Teluk Ambon.
Penelitian yang di lakukan di pesisir pantai teluk Ambon masih didominasi oleh sampah plastik seperti bekas minuman gelas, dan jenis sampah baru yakni sampah medis berupa masker.
Pada tahun 2021 Manulang melakukan penelitian di enam titil lokasi yakni, Tawiri, PLN Poka, Waiheru, Nania, Passo, dan Suli Maluku Tengah. Dari hasil penelitian, lokasi PLN Desa Poka cukup memperihatinkan karena sampah plastic memenuhi lokasi hutan mangrove.
Analasis penelitian, katanya dipengaruhi oleh adanya aktivitas antropogenik (pencemaran lingkungan) dan tujuannya untuk mendorong pelestarian perairan darat.
Lalu bagaimana dengan Biota Laut?
Menurut Kepala Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi Biota Laut Teluk Ambon dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Augy Syahailatua, pencemaran telah mematikan pertumbuhan berbagai biota laut dan yang tersisa semakin terancam.
Augy mengatakan banyak terumbu karang tidak bisa berkembang dan akhirnya rusak, karena terhambat tumpukan plastik di dasar laut. Ikan teri, yang menjadi umpan bagi nelayan pemancing cakalang, yang dulu mudah didapat di teluk itu kini semakin sulit dan hampir tidak ada lagi.
Teluk Ambon terkenal kaya ikan, terumbu karang yang indah, dan mangrove. Namun secara perlahan area seluas 28.292,89 hektare dengan kedalaman 40-200meter itu terancam kehilangan daya tarik akibat tercemar sampah. Kini masyarakat tidak berani lagi berenang di sekitar pesisir karena takut terserang penyakit. Dahulu sekitar pesisir ini airnya masih bersih.
Tumpukan sampah akan menimbulkan sedimentasi di pesisir. Akibatnya, beberapa permukiman warga di sepanjang garis pantai sejauh 102,7kilometer itu berpotensi terendam air laut saat terjadi pasang.
Daniel Pelasulla, Perekayasa (innovator) ahli madya P2LD-LIPI/BRIN Ambon mengatakan masalah lainnya adalah penanganan sampah di sekitaran pesisir pantai. Di mana, sampah menjadi masalah serius bagi ekosistem di pesisir dan laut teluk Ambon.
Daniel menyebutkan sampah menjadi masalah yang sangat serius ditangani. Olehnya itu, diperlukan kolaborasi semua pihak, baik Pemerintah, Swasta, Aktivis Lingkungan hingga masyarakat untuk bersama-sama terlibat memerangi sampah ini.
Dia menyebut kepadatan sampah domestik terutama sampah plastik di Teluk Ambon bagian dalam mengalami peningkatan dalam 20 tahun terakhir.
“Ada peningkatan kepadatan sampah domestik atau sampah rumah tangga, terutama sampah plastik di Teluk Ambon dalam 20 tahun terakhir,” jelasnya Daniel Pelasula di Ambon, saat diwawancarai Mongabay Indonesia.
Masalah lingkungan laut, kata Daniel cukup serius dihadapi oleh Provinsi Maluku adalah masalah sampah di laut.
Hasil penelitian sejak 1995 menunjukkan adanya akumulasi sampah domestik yang cukup besar di Teluk Ambon. Sedangkan penelitian LIPI tahun 2017 menemukan kepadatan sampah domestik, terutama sampah plastik mengalami peningkatan selama 20 tahun terakhir. Penelitian tersebut juga mengkaji banyak sampah terapung di beberapa lokasi di Teluk Ambon. Kelimpahan terbesar berada di wilayah dekat pasar Mardika dan Galala, dengan kelimpahan jenis sampah lebih dari 51 jenis.
Presentase kelimpahan sampah di delapan lokasi pantai di Teluk Ambon, terbanyak berada di Desa Poka (47,42 persen), disusul Hative (17,04 persen), Kate-Kate (11,73 persen), Waiheru (9,28 persen), Tawiri (6,9 persen), Lateri (4,34 persen), Halong (2,49 persen) dan Desa Passo (0,78 persen).
Peningkatan kepadatan sampah dan limbah mengakibatkan terjadinya ledakan alga berbahaya di Teluk Ambon. Dinamika ledakan alga jenis Pyrodinium bahamense pernah mencapai lebih dari 10 juta sel per liter.
“Non-toxic alga Gonyaulax spp pernah meledak di Teluk Ambon bagian dalam pada 2019 dan 2020,” kata Daniel.
Dikatakannya lagi, ada 29 sungai besar dan kecil yang bermuara di Teluk Ambon, 19 sungai di antaranya berada di pemukiman padat penduduk dan sangat berpengaruh karena membawa sedimentasi, minyak dan sampah, termasuk limbah rumah tangga.
Peningkatan kepadatan sampah domestik dan jenisnya di Teluk Ambon, diduga karena kebiasaan masyarakat membuang sampah ke sungai, kemudian terbawa arus dan bermuara di teluk.
“Sungai-sungai yang berada pada pemukiman padat dimanfaatkan masyarakat untuk membuang limbah, misalnya kawasan Desa Poka, Air Putri, Batu Capeo, Batu Gajah, Skip, Batu Merah, Tantui, Galala, Passo, Wailela, serta Wayame” ujar Daniel.
Daniel juga menerangkan, pencemaran telah terjadi. Saat ini katanya yang bisa dilakukan adalah melakukan penanganan salah satunya dengan membersihkan sampah baik yang merupakan sampah kiriman, dan sampah yang memang sengaja di buang.
Kondisi penumpukan sampah di Laut Teluk Ambon, kata Peneliti BRIN Ambon ini cukup mengkuatirkan. Dalam risetnya, Pelasula menyebutkan kecepatan laju sedimentasi di Teluk Ambon Bagian Dalam sebesar 2,4 centi meter per tahun atau sekitar enam kali lipat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Angka-angka tersebut menurut Daniel harusnya menjadi lampu merah bagi Pemerintah tentang laut yang semakin dangkal.
Kecepatan laju sedimentasi pada 1987 hingga tahun 1996 sebesar 5,95 milimeter per tahun atau 0,6 centimeter per tahun, meningkat menjadi 2,4 centimeter per tahun atau sekitar enam kali lipat pada 2008.
Sedangkan luas dan sebaran sedimentasi di Teluk Ambon pada 1994 hanya sebesar 102,6 hektare bertambah menjadi 168,1 hektare pada 2007, dan terus bertambah di beberapa lokasi, seperti Pandan Kasturi, Tantui, Galala dan Hative Besar.
“Sebaran sedimentasi di Galala dan Tantui tahun 2018 sudah bertambah menjadi 18,96 hektare, ini cukup mengkhawatirkan”
Dikatakannya, Ambon merupakan pulau kecil bergunung dan berbukit dengan kemiringan lereng yang curam dan dataran sangat sedikit. Pembukaan lahan baru untuk pemukiman di dataran tinggi tentu saja berakibat pada degradasi ekosistem dan vegetasi Teluk Ambon, salah satunya adalah sedimentasi.
Perubahan area lahan terbuka dua mil dari garis pantai Teluk Ambon yang terpantau pada Oktober 1972 hanya sebesar 31,2 hektare berubah menjadi 51,3 hektare pada Oktober 1988, lalu naik menjadi 124,6 hektare pada April 1990 dan 103,0 hektare pada November 1993, kemudian meningkat tajam menjadi 714,2 hektare pada Januari 1998.
Perubahan lahan terbuka untuk kebutuhan pemukiman menjadi lebih kecil pada Maret 2001, hanya 24,6 hektare karena banyak orang yang keluar dan pindah dari Ambon akibat konflik horisontal pada 1999-2000.
Foto Utama: Ario Tri Yudha relawan Ekspedisi Sungai Nusantara, memungut limbah Medis di pesisir pantai Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, kamis (17/11/2022) sore.
Discussion about this post