titastory.id, maluku utara – Sungai di Desa Sagea dan Kiya, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara kembali keruh, diduga akibat ulah perusahaan pertambangan ekstraktif PT. Indonesia Weda Industrial Park (IWIP) yang beroperasi di wilayah hutan Bokimaruru.
Bukan baru pertama, sungai Sagea sejak awal tahun lalu pernah keruh dan berubah warna menjadi merah kecoklatan dan berlumpur. Padahal sungai Sagea dulu berair jernih dan menjadi salah satu tempat wisata air yang terkenal di Maluku Utara. Bahkan, air sungai ini digunakan oleh warga sekitar untuk kebutuhan sehari-hari.
Kondisi air sungai Sagea yang tercemar ini berdampak besar terhadap masyarakat. Perekonomian warga terpuruk seiring dengan matinya pariwisata di sana. Ikan di sungai juga ikut terdampak pencemaran.
Dalam sepekan terakhir kondisi air sungai yang keruh belum juga berkurang. Air pun tak bisa lagi dipakai. Warga menduga, pembukaan lahan di daerah hulu sungai juga ikut menjadi penyebab air sungai keruh saat banjir, meski hujan dengan intensitas rendah.
Aktivis Koalisi Save Sagea, Rifya Rusdi mengatakan, perubahan warna air sungai Sagea terjadi saat hujan deras, Senin, 15 Juli 2024 lalu, yang mengakibatkan banjir menggenangi wilayah Sagea dan desa-desa sekitarnya.
Air sungai juga meluber hingga ke permukaan jalan dan masuk ke halaman rumah warga sehingga menyisakan lumpur.
“Masalah ini sudah berulang kali terjadi. Pemerintah Kecamatan pun telah melaporkan ke Pemda dan juga Perusahan IWIP yang berintegrasi dengan perusahan-perusahan penambangan,” ucap Rifya saat dikonfirmasi titastory.id, Minggu, (21/7/ 2024).
Menurut dia, aktivitas pembongkaran hutan di Sagea yang dilakukan oleh PT. WBN (Weda Bay Nickel) tepatnya di Hutan Bokimaruru, sehingga mengakibatkan sungai menjadi keruh.
“Kami dari Koalisi Save Sagea (KSS) juga bekerja sama dengan Tim yang dibentuk oleh Pj Bupati, Ikram M Sangaji, yang menugaskan timnya untuk memantau kondisi sungai Sagea, namun sampai hari ini belum memberikan penjelasan yang jelas terkait masalah sungai Sagea dari tim yang dibentuk itu,” jelasnya.
Kondisi ini membuat masyarakat, pemuda dan mahasiswa resah dan gelisah atas kinerja tim pemantau sungai Sagea yang tak kunjung menyampaikan hasil kerjanya. Padahal tim ini dibentuk sejak awal aksi masyarakat pada Mei 2023 lalu saat air sungai Sagea keruh.
“Jadi yang jelas ulah aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT. WBN yang beroperasi di Hutan Bokimaruru,” tudingnya.
Ia menambahkan, warga dan mahasiswa telah berulangkali menyuarakan masalah ini dengan melakukan aksi di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Pemerintah Daerah (Pemda) serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) agar secepatnya meletakkan wilayah Bokimoruru menjadi kawasan Geopark dan Hutan Lindung.
“Pada intinya, masyarakat, pemuda dan mahasiswa di Sagea akan segera melakukan aksi protes terhadap Pemda, DLH dan DPRD yang pernah berjanji tapi lupa mengenai masalah sungai Sagea,” tandasnya.
Selain sungai Sagea, diakuinya sejumlah desa di wilayah lingkar tambang juga dilanda banjir. Seperti Desa Lukulamo, Kecamatan Weda Utara, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara yang merupakan wilayah lingkar tambang PT. Indonesia Weda Industrial Park (PT IWIP).
Sebelumnya, Desa Lukulamo ini disebutkan sudah berungkali alami banjir apabila diguyur hujan besar.
Din, Warga Desa Lukulamo, saat dihubungi mengaku, banjir terjadi pada Sabtu, (20/7/2024) malam hingga pagi, disebabkan karena hujan deras. Dia menduga, aktivitas deforestasi hutan oleh PT. IWIP menjadi salah satu penyebab banjir..
“Para karyawan tambang terlihat berjalan di dalam air yang tingginya kira-kira hingga dada orang dewasa,” ungkapnya, Minggu, (21/7/ 2024).
Ia mengaku, para karyawan PT. IWIP tetap bekerja, meskipun ditengah banjir mengepung kawasan tersebut. seluruh pakaian kerja basah karena banjir. Usaha warga juga ikut terdampak banjir..
“Berdampak. Warung di pinggir jalan itu juga terdampak. Karyawan yang lain ada yang paksa sampe bisa ke perusahaan. Tapi ada yang memilih pulang, tidak masuk kerja,” jelasnya.
Kejadian serupa juga sering terjadi di Desa Lelilef, Sagea, Gemaf yang masuk area pertambangan PT. IWIP.
“Biasanya ujang tidak kuat pun tetap banjir, dan kalau sudah banjir, semua aktifitas kadang lumpuh, bahkan ada kerugian yang dialami warga sekitar, termasuk karyawan,” pungkasnya. (TS-10)
Discussion about this post