titastory, Jakarta – Puluhan aktivis dari Solidaritas Lawan Kriminalisasi bersama Koalisi Maba Sangaji mendatangi kantor PT Position, anak perusahaan PT Harum Energi, di Jl. Imam Bonjol No. 80, Jakarta Pusat Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 20 Agustus 2025. Mereka menuntut Pengadilan Negeri (PN) Soasio menghentikan proses kriminalisasi dan segera membebaskan 11 masyarakat adat Maba Sangaji yang kini ditahan di Rutan Tidore.
Para aktivis menilai penangkapan yang dilakukan aparat Polda Maluku Utara terhadap warga adat Maba Sangaji bersifat sewenang-wenang. Proses hukum itu, kata mereka, justru difasilitasi oleh Kejaksaan Negeri Halmahera Timur.

Kasus bermula pada 18 Mei 2025, ketika 27 masyarakat adat Maba Sangaji menggelar ritual adat dan menyampaikan surat keberatan atas aktivitas PT Position di tanah adat mereka. Aksi damai itu dibubarkan secara represif oleh aparat gabungan TNI dan Polri. Sebelas warga kemudian ditetapkan sebagai tersangka dengan berbagai pasal, mulai dari pemerasan, pengancaman, hingga tuduhan menghalangi kegiatan pertambangan berdasarkan UU Minerba.
“Ini jelas kriminalisasi. Padahal warga hanya sedang menjalankan hak adat untuk menolak perampasan tanah, hutan, dan sungai mereka,” kata Wildan dari Trend Asia, yang tergabung dalam Tim Advokasi Anti-Kriminalisasi Maba Sangaji.

Wildan menegaskan perkara ini bertentangan dengan prinsip Anti-SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation) sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Perma Nomor 1 Tahun 2023. “PN Soasio seharusnya menghentikan perkara ini,” ujarnya.

Tambang Nikel Menggurita di Halmahera
Data Jatam menyebut ada 127 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan luas 655 ribu hektare di Maluku Utara. Sebanyak 62 di antaranya adalah tambang nikel di Halmahera Timur, Tengah, dan Selatan. Aktivitas tambangini telah merusak hutan, mencemari sungai dan laut, serta menyingkirkan masyarakat adat dari ruang hidupnya.
Hema, juru kampanye Jatam, mengatakan pola kriminalisasi terhadap warga penolak tambang bukan hal baru. “Perusahaan datang tanpa persetujuan warga, menghancurkan kampung, lalu pergi dengan keuntungan. Dampak buruknya ditanggung rakyat. Kalau ada warga yang menolak, mereka dihajar, diancam, bahkan dikriminalisasi,” ujarnya.

Selain PT Position, perusahaan lain seperti PT Wana Kencana Mineral, PT Nusa Karya Arindo, dan PT Weda Bay Nickel (bagian dari PT IWIP) juga disebut mencemari Sungai Sangaji. Dampaknya, masyarakat kehilangan akses air bersih, lahan pertanian rusak, dan mata pencaharian terancam.

Tuntutan Koalisi
Dalam aksinya, Solidaritas Lawan Kriminalisasi dan Koalisi Maba Sangaji menyampaikan empat tuntutan:
- PN Soasio segera menghentikan perkara kriminalisasi 11 warga Maba Sangaji berdasarkan Perma Nomor 1 Tahun 2023.
- Memulihkan hak dan martabat sebelas warga adat dalam kedudukan semula.
- Mencabut izin PT Position serta perusahaan tambang lain yang merusak tanah, hutan, dan sungai.
- Pemerintah Indonesia segera menghentikan seluruh pertambangan nikel di Maluku Utara yang dinilai merusak lingkungan dan mengancam keselamatan rakyat.
Selain orasi politik di depan kantor PT Position, dalam aksi mimbar rakyat ini juga dilakukan berbagai panggung music dan treatikal oleh sejumlah akstivis musisi dan sastrawan antara lain Sampar, Resha Stromp, MC Eloops, Ridwan Rau Rau, Para Lupa Luka, Terapi Minor, Deritanama, Willhound, Breakadawn, Spooks Da Shit, serta Antoro, Amonani.