TITASTORY.ID,– Penolakan aktivitas pengeboran oleh dua perusahaan Migas yakni PT. Balam Energi Limited dan PT. Bureau Geophysical Prospecting (BGP) di petuanan masyarakat Bati terus digalakan oleh para pemuda dan aktivis lingkungan. Tak hanya di Seram Timur dan Ambon, aksi demontrasi untuk penghentian aktivitas dua perusahaan Migas yang saat ini beroperasi di Hutan Masyarakat adat Bati juga di lakukan di ibu kota Negara, di Jakarta.
Puluhan pemuda yang menamakan diri Gerakan Save Bati Sejabodetabek menggelar aksi demontrasi di sejumlah Lembaga negara di Jakarta seperti Kementrian ESDM, senin (23/8/2022). Selain itu para pendemo juga melakukan aksi di depan Istana Negara, Jakarta Pusat.
Para pendemo adalah oragnisasi Pemuda dan Mahasiswa Maluku yang ada di Jakarta yang menggabungkan diri mereka dalam Gerakan Save Bati Se-Jabodetabek adalah Perhimpunan Pelajar Seram Bagian Timur Jakarta, Forum Mahasiswa Adat (Format Buru), Ikatan Mahasiswa Jargaria (Imajar) Jakarta, Pengurus Besar Forum Mahasiswa Maluku Utara (PB-FORMMALUT), serta Serikat Pemuda Nusa Tenggara Timur (SP-NTT)
Aksi demo yang dilakukan oleh Gerakan Save Bati Sejabodetabek bertujuan menyuarakan kepentingan masyarakat adat Bati untuk menolak perusahaan masuk migas di lokasi hutan adat milik mereka.
Aksi ini merupakan alasan kuat dan mendasar ada tuntutan dan ikrar mereka. Antara lain, telah terjadi penebangan di area hutan adat.
Dalam orasinya mereka menyampaikan pandangan ilmiah tentang ancaman kerusakan lingkungan dan juga hutan adat milik masyarakat Bati. Diutarakan pemuda bila itu terjadi setelah praktik-praktik seismik berjalan, penebangan hutan akan terjadi dan itu dilakukan pada pohon-pohon endemik juga tanaman pohon cengkeh raja secara membabi buta.
Menurut pemuda Maluku yang tergabung dalam Gerakan Save Bati ini, perusahaan tanpa berkoordinasi terlebih dahulu dengan masyarakat adat menerobos masuk wilayah hutan adat Bati yang dianggap sakral. Padahal hutan itu oleh masyarakat adat dipercayai memiliki nilai-nilai sakralitas secara turun-temurun.
Dalam aksinya, Gerakan Save Bati Sejabodetabek menyampaikan beberapa poin tuntutan tuntutan mereka diantara mendesak PT. Balam Energi Limited dan PT. Bureau Geophysical Prospecting (BGP) dalam kurung waktu 1×24 jam agar segera angkat kaki dari Tanah Bati.
Gerakan Save Bati juga mendesak mendesak Bupati dan Wakil Bupati Seram Bagian Timur untuk segerah menghentikan aktifitas PT. Balam Energi Limited dan PT. Bureau Geophysical Prospcting (BGP) di Tanah Bati.
Tuntutan ketiga mereka juga mendesak Gubernur Maluku, DPRD Provinsi Maluku, Pimpinan, Anggota DPRD dan Bupati SBT untuk segera memanggil dan menghentikan aktifitas PT. Balam Energi Limited dan PT. Bureau Geophysical Prospecting (BGP) di Tanah Adat Bati.
Terakhir, gabungan pemuda ini juga mendesak Kementerian ESDM dan Presiden Joko Widodo segera memanggil dan cabut Izin Operasi PT. Balam Energi Limited dan PT. Bureau Geophysical Prospecting (BGP) di Tanah Bati.
Dalam aksi protes yang dilakukan di sejumlah Lembaga negara itu, pemuda Maluku ini juga melakukan pembacaan Ikrar Gerakan Save Bati.
“Kami yang tergabung dalam Gerakan Save Bati berjanji dan berikrar atas nama Tuhan dan Roh Para Leluhur, bahwasanya akan tetap berjuang mengusir penjajah di atas tanah adat Bati”
“Sebab bagi kami tidak ada tawar-menawar untuk tanah adat Bati, tidak ada tawaran nilai yang tertinggi untuk tanah Bati, namun jika dikehendaki maka hanya ada satu syarat yang menjadi tawaran kami yakni jiwa dan raga kami sumbangkan dengan ikhlas sebagai timbal untuk PT. Balam Energi Limited dan PT. Bureau Geophysical Prospecting (BGP) Indonesia hingga angkat kaki dari Tanah Bati,”demikian bunyi ikrar Save Bati yang dibacakan serentak oleh Pendemo.
Untuk diketahui, penyatuan masyarakat adat dengan tanah dan tumbuh-tumbuhan bagi masyarakat adat Bati adalah suatu prinsip kehidupan yang sangat dijunjung tinggi harkat dan martabatnya seperti ibu dan saudara kandung yang harus dijaga.
Lebih parahnya lagi yang membuat masyarakat bertanya-tanya adalah pemerintah desa yang melingkupi dusun adat maupun perusahaan belum pernah menunjukan secara langsung ijin pakai, kontrak dan hal-hal prinsip hukum lainya dan belum pernah juga membahasnya dengan masyarakat adat.
Hal itu kemudian mendorong masyarakat Bati Kelusi dan Bati Tabalean pada tanggal 26 Juli 2022 lalu bersepakat melakukan aksi pemalangan dan juga ritual Sasi Adat yang didampingi langsung oleh kuasa hukum mereka.
Sasi Adat ini guna melarang perusahaan untuk beroperasi di hutan adat Bati dan meminta perusahaan membayar denda adat atas aktivitas penembangan pohon dan pengeboran tanah di hutan adat masyarakat tanah Bati.
Secara administrasi dua dusun di Bati memang masuk dalam dua desa administratif, Kecamatan Kian Darat yaitu Desa Administrasi Kelaba dan Desa Administarsi Watu-Watu. Tapi mereka punya mekanisme adat tersendiri dalam menjaga dan mengelola hutan adat mereka.
Secara antropologi orang Bati yang hidup di gunung melakukan ekspansi dari gunung ke pantai seperti yang terjadi saat ini. Dan itu artinya mereka yang ada di pesisir pantai yang ada di kawasan itu adalah beresal dari Bati yang ada di gunung.
Sehingga sasi yang dilakukan masyarakat ada Dusun Bati Kelusi dan Dusun Bati Tabalian yang merupakan masyarakat yang hidup dan tinggal menetap di gunung Bati menjadi hal yang sakral dan patut dipatuhi masyarakat atau siapapun yang akan beraktivitas di kawasan tersebut, terutama perusahaan yang mau beroperasi.
Perlu diketahui bahwa gunung Bati merupakan gunung sakral yang sekaligus tempat peradaban manusia Seram Timur, yang sangat diyakini nilai-nilai adat-istiadatnya. Sehingga negara perlu menghormati dan menghargai serta melindungi keberadaannya. (tabaos.id)
Discussion about this post