Aksi mogok sopir di Ambon memprotes izin trayek AKDP berujung ketegangan dan gangguan transportasi publik
titastory, Ambon – Aksi mogok yang dilakukan oleh sejumlah sopir angkutan kota trayek Hunuth dan Waiheru berujung ricuh di kawasan Bundaran Tugu Johanes Leimena, Desa Poka, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, Senin, 6 Januari 2025. Kericuhan dipicu oleh ketidaksepakatan antara sesama sopir terkait operasional di jalur trayek yang diprotes.
Insiden bermula ketika salah satu sopir yang melintas di lokasi aksi dipaksa berhenti oleh sopir lainnya. Penumpang di dalam angkot tersebut diminta turun secara paksa, memicu kemarahan sopir yang kendaraannya dihentikan. Perdebatan sengit pun berujung pada adu jotos di tengah jalan sebelum akhirnya dilerai oleh petugas kepolisian yang berada di lokasi.
Polisi kemudian membawa kedua sopir ke Polsek Teluk Ambon untuk meredam ketegangan. Saat pemeriksaan, ditemukan sebilah pisau di dalam salah satu kendaraan.
Akibat aksi mogok ini, sejumlah penumpang terlantar di sepanjang jalur Waiheru dan Hunuth. Banyak penumpang terpaksa melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki atau menggunakan jasa ojek. Seorang penumpang bernama Surmi mengaku kesal karena harus turun di tengah jalan dan berjalan di bawah terik matahari.
“Kami ini buru-buru, tapi malah diturunkan di tengah jalan. Panas dan capek,” ujar Surmi kepada wartawan.
Aksi mogok ini dipicu oleh protes para sopir terhadap izin trayek yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Maluku. Para sopir menilai izin trayek untuk angkutan antar kota dalam provinsi (AKDP) jalur Hatu melanggar kesepakatan. Mereka menuding sopir trayek Hatu sering kali mengambil penumpang di jalur Waiheru, Hunuth, hingga Passo, yang seharusnya bukan bagian dari rute mereka.
Menurut Deki, salah satu sopir yang ikut dalam aksi mogok, pemerintah harus tegas dalam mengatur jalur trayek agar tidak terjadi tumpang tindih rute antar angkutan.
“Trayek Hatu seharusnya dari Ongkoliong (Pasar Mardika) menuju Hatu melalui jalur Jembatan Merah Putih dan Tugu Leimena, bukan masuk ke jalur Waiheru, Hunuth, atau Nania. Ini merugikan sopir-sopir yang memang memiliki trayek resmi di jalur tersebut,” tegas Deki.
Ia berharap Dinas Perhubungan Provinsi Maluku segera mengevaluasi izin trayek AKDP dan memastikan aturan dijalankan dengan benar di lapangan.
Kericuhan ini menyoroti perlunya pengawasan ketat dalam penerapan izin trayek angkutan umum serta penyelesaian konflik yang kerap muncul di sektor transportasi publik di Ambon.
Penulis: M Usman
Editor : Christ Belseran