DENHAAG,.-Puluhan warga keturunan Maluku, menggelar aksi demo damai di depan Kedutaan Besar (Kedubes) RI di Denhaag dan Gedung Pemerintah Belanda, Jumat (11/6/2021) waktu setempat.
Sebagian peserta demo mengenakan baju adat Maluku, sambil mengibarkan bendera Republik Maluku Selatan (RMS) dan berorasi.
Aksi demo damai ini untuk memperingati peristiwa terbunuhnya enam warga keturunan Maluku, dalam peristiwa pembajakan kereta api di De Punt. Enam warga Maluku yang tewas adalah Hanisa Uktolseja, Ronald Lumalessil, Max Papilaya, Minggus Rumahmory, George Matulessy dan Matheos Tuny.
“Aksi damai ini untuk menghormati enam pejuang yang gugur dalam peristiwa De Punt. Pahlawan-pahlawan ini telah gugur 44 tahun lalu pada 11 Juni 1977,”ungkap salah satu peserta demo, Mr. Abe Sahetapy, Senin Sore.
Aksi demo berlangsung dengan menerapkan protokol kesehatan di dua tempat, yaitu di depan Kedubes RI, dan depan gedung Pemerintah Belanda. Denhaag.
Sahetapy menyebutkan, aksi ini juga untuk menghormati semua pahlawan RMS yang saat ini sedang berada di dalam penjara di berbagai tempat di Maluku, karena berjuang untuk kesejahteraan masyarakat Maluku.
“Semua peristiwa ini dalam rangka peringatan pembunuhan terhadap pahlawan-pahlawan RMS oleh Pemerintah Belanda. Kami juga memperingati dan menghormati semua pahlawan RMS yang juga berada didalam penjara di berbagai tempat di Maluku. Kami berdiri di sini, untuk mengingat mereka yang telah gugur, untuk menghormati para pejuang kemerdekaan, pengorbanan mereka akan selalu diingat,”pungkasya.
Untuk diketahui, warga Maluku di Negeri Belanda sebagian adalah pengikut Republik Maluku Selatan (RMS) yang memproklamirkan kemerdekaannya menjadi negara sendiri pada 25/4/1950.
Menanggapi proklamasi, Pemerintahan presiden Soekarno kemudian mengirimkan pasukan TNI. Sebagian pengikut RMS, sekitar 12.500 orang memilih menuju Negeri Belanda pada 1951.
Teks resmi di kalangan warga Maluku menyebutkan bahwa semula mereka dijanjikan akan kembali ke negeri Maluku merdeka. Namun janji Belanda tinggal janji. Ketidakpuasan meletus dalam bentuk aksi kekerasan warga Maluku di berbagai wilayah Belanda di era 70-an. Salah satunya pembajakan kereta api dekat desa Glimmen , Groningen, Belanda pada 23 Mei 1977 silam.
Sembilan orang Maluku bersenjata menarik rem darurat sekitar pukul 09.00 dan menyandera sekitar 50 orang. Pembajakan berlangsung selama 20 hari dan diakhiri dengan serangan oleh pasukan khusus anti-teroris Belanda, di mana dua sandera dan enam pembajak tewas.(TS-01)
Discussion about this post