titastory.id,denhaag – Aksi demonstrasi damai dilakukan oleh puluhan warga Belanda keturunan Maluku, Aceh dań Papua. Aksi damai ini dilakukan bertepatan dengan peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-79, pada 17 Agustus 2024 di Belanda.
Aksi ini berlangsung di sekolah Indonesia di Wassenaar, dimana Duta Besar Indonesia untuk Belanda selalu merayakan HUT kemerdekaan RI setiap tahunnya.
Salah satu warga keturunan Maluku, Abe Sahetapy mengatakan, aksi tersebut dikoordinir oleh Tim Demonstrasi Pemerintah Republik Maluku Selatan (RMS) di pengasingan, bersama perwakilan Front Pembebasan Papua Barat Merdeka, (Free West Papua) dan perwakilan Gerakan Aceh Merdeka (ASNLF) .
Tiga organisasi perjuangan kemerdekaan yang dilabel separatis oleh Pemerintah Indonesia ini, hadir sambil membawa bendera bintang kejora (Papua Merdeka), bendera benang raja (RMS), dan bendera bulan bintang (GAM).
Para demonstran membawa spanduk bertuliskan, “Bangsa Maluku adalah korban perampasan tanah dan eksploitasi oleh Pemerintah Indonesia.”. Spanduk lainnya menuliskan “Prabowo war criminal”.
“Aksi demonstrasi damai dilakukan sesuai dengan aturan dan perundang-undangan Belanda,”ungkapnya.
Abe menyebutkan, para demonstran menyoroti berbagai pelanggaran HAM yang masih terjadi di Indonesia, termasuk Papua, Maluku dan Aceh. Aksi kekerasan yang terus terjadi di Papua, telah banyak menewaskan masyarakat sipil Papua. Demikian juga dengan perampasan ruang hidup, dan kemiskinan yang melanda masyarakat adat disejumlah daerah di Maluku.
Penangkapan terhadap para aktivis yang melakukan penolakan untuk mempertahankan tanah adat dan hak ulayat, ditengah eksploitasi sumber daya alam yang merusak lingkungan, masih saja terus terjadi disejumlah tempat.
“Tim demo berdemonstrasi karena ingin menunjukkan bahwa tanggal 17 Agustus adalah hari kemerdekaan Indonesia, namun bukan hari libur Papua Barat, Aceh dan Maluku. Oleh karena itu, perwakilan ketiga bangsa yaitu Papua Barat, Aceh, dan Republik Maluku Selatan minta perhatian dunia pada hari ini secara damai, sesuai dengan peraturan perundang-undangan Belanda,”sebutnya.
Sebelumnya, aksi demonstrasi diam juga telah berlangsung di rumah kedutaan besar Indonesia di Belanda, yang berada di Wassenaar, (15/8/2024) waktu Belanda.
Para demonstran memperingati korban Perang Dunia Kedua di bekas jajahan Hindia Belanda. Mereka mengenang semua korban di Maluku, selama Perang Dunia Kedua.
“Tim demonstran hadir mengenakan pakaian hitam dengan lenso merah sebagai simbol kekuatan Maluku,”kata Abe Sahetapy.
Demonstran kemudian bergabung di Scheveningse Busjes, Ten Vijverpad, dekat Monumen India di Denhague untuk mellaksanakan upacara dan membagikan selebaran. Program resmi peringatan tersebut dihormati dan tidak mendapat gangguan dari otorita keamanan setempat. (TS-02)
Discussion about this post