TITASTORY.ID,– Sidang lanjutan kasus perusakan alat berat milik CV SBM, digelar di Pengadilan Negeri Dataran Hunimua, Bula Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) dengan menghadirkan terdakwa Kaleb Yamarua dan Stefanus Ahwalam, kamis (16/9/2021).
Sidang ke-empat ini mengagendakan pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri SBT.
Atas persidangan itu, Aliansi Masyarakat Adat untuk Sabuai menggelar aksi protes dengan cara membungkam mulut. Sejumlah pemuda melakukan aksi bisu sambil membagi-bagikan selebaran dukungan pembebasan dua pemuda hutan adat Sabuai, Khaleb dan Stefanus.
Dalam aksi bisu tersebut, sejumlah pemuda juga menyertakan surat pernyataan yang berisikan lima poin tuntutan.
Dalam point tuntutan tersebut mahasiswa meminta untuk membebaskan dua pejuang hutan adat Sabuai yakni Kaleb Yamarua dan Stefanus Ahwalam. Mereka meminta Majelis Hakim untuk mempertimbangkan Anti SLAPP sebagai alasan penghapus pidana (alasan pembenar-red), sehingga Majelis Hakim dapat menjatuhkan Keputusan Lepas (onslag van recht vervoling), atau putusan Bebas (Vrijspraak), karena perbuatan yang dilakukan oleh kedua tersangka terdakwa tidak memenuhi unsur kesalahan, melainkan telah membantu Negara untuk melindungi lingkungan hidup, mencegah kerusakan hutan dari pelaku kejahatan pembalakan liar berdasarkan asas peran serta sesuai UU Nomor 32 Tahun 2009 dan UU Nomor 18 Tahun 2013.
Pemuda yang menamakan diri, Mahasiswa Adat Welihata ini mendesak Pemerintah Daerah untuk melakukan penghijauan atas hutan yang dibabat oleh CV. Sumber Berkat Makmur dan melakukan normalisasi terhadap aliran sungai di Negeri Sabuai dengan membuat talut penahan air.
Para pemuda adat Sabuai ini mendesak Gubernur Maluku, Murad Ismail agar memberikan terguran kepada Wakil Bupati Seram Bagian Timur atas pernyataannya tertanggal 19 Agustus 2021 soal banjir Sabuai yang tidak sesuai dengan fakta namun dibesar-besarkan oleh media.
Selain Sabuai, aksi protes dengan cara bungkam ini juga mendukung perjuangan masyarakat adat Marafenfen di Kepulauan Aru, terhadap kasus yang sama di pengadilan Negeri Dobo.
Aksi bisu yang dilakukan, para pengunjuk rasa menggunakan pengikat kepala berwarna merah . Menggunakan masker dengan disilangkan pada pada masker yang dikenakan.
Seperti diberitakan sebelumnya, tindakan kedua pejuang hutan adat Sabuai itu adalah bentuk ekspresi terhadap pengakuan Negara atas masyarakat adat yang tertuang dalam UUD 1945 dan Putusan MK Nomor 35 tahun 2012 yang menegaskan “Hutan Adat bukan Hutan Negara, sehingga apa yang dilakukan justru perlu diapresiasi, bukan malah dihadapkan di depan pengadilan. Ini justru dapat menjadi preseden buruk. Perusahaan perusak hutan seperti CV. SBM harus di-blacklist. Penting, sebagai efek jera, karena alam dan lingkungan hari ini hanyalah titipan dari anak cucu kita, menjaga dan melestarikannya adalah kewajiban.
Dari pemberitaan sejumlah media di Maluku, sejumlah aktivis dan para pemerhati lingkungan telah menyampaikan, jika menggunakan perspektif hukum pasal 66 UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kedua aktivis tidak bisa dituntut secara pidana dan digugat secara perdata sebab mereka sedang memperjuangkan lingkungan hidup tetap lestari, terlindungi dan berkelanjutan.
“Kami melihat bahwa kasus ini mestinya dikawal semua pihak, sebab ini berkaitan dengan upaya melindungi hutan adat di Maluku, di mana dalam banyak pengalaman, hutan-hutan adat kerap menjadi objek perburuan korporasi untuk dieksploitasi dan terakhir yang tersisa adalah kiamat ekologi,” tutur salah satu aktivis lingkungan Callin Lepuy kepada media ini beberapa waktu lalu.
Ia juga menegaskan agar pengadilan dapat segera membebaskan kedua aktivis lingkungan itu.
“Sekali lagi kami tegaskan bahwa Pengadilan Negeri Bula segera membebaskan kedua aktivis pejuang hutan adat Sabuai dari segala tuntutan hukum dalam bentuk apapun,” pinta Callin.
Dai juga menggaris bawahai, bahwa tugas dari pengadilan adalah menghadirkan rasa keadilan dan bukan sekedar memutus perkara.
Sebab kata “adil” adalah ruh yang menggerakan Pengadilan itu sendiri. Jika Pengadilan tidak bertindak untuk memutus perkara secara adil, maka dia telah meruntuhkan tugasnya mencari keadilan itu sendiri. (TS-02)
Discussion about this post