- Akibat Hubungan Kerja Sama, BPT Dibelit Setoran Wajib Puluhan Miliar
- Hubungan Kerjasama Pemerintah Provinsi Maluku dengan PT Bumi Perkasa Timur dalam hal pengelolaan Bangunan Ruko dan Lahan di Pasar Mardika Ambon Belum Mendapat Restu DPRD Maluku
- DPRD melalui Pansus berdalih hubungan kerja sama dengan pemenang tender belum memenuhi aturan Mendagri yaitu pembahasan oleh komisi yang ditunjuk Ketua DPRD
titaStory.id, ambon – PT Bumi Perkara Timur (BPT), pihak yang diberikan hak untuk melakukan pengelolaan Bangunan Ruko dan Lahan Pasar Mardika wajib lakukan penyetoran ke kas daerah senilai Rp46,8 miliar selama kurun waktu 15 tahun. Hal ini sebagaimana tertuang dalam dokumen Akta Notaris Nomor 21 tanggal 13 Juli tahun 2022 yang dikeluarkan olej Oy Prabowo Lenggono SH.,MH,M.Kn, tentang Perjanjian Kerjasama Pemanfaatan dan Pengelolaan Lahan dan Bangunan Kawasan Pertokoan Mardika, Rijali, Sirimau, Kota Ambon, antara Pemerintah Provinsi Maluku dengan PT BPT sebagai pihak pemenang paket pemilihan ulang mitra pemanfaatan pengelolaan lahan dan bangunan kawasan pertokoan Mardika milik Pemerintah Daerah Provinsi Maluku Nomor 032- 107 Tahun 2022 tanggal 16 Juni 2022, yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah Provinsi Maluku selaku pengelola barang.
Atas perjanjian kerja sama sebagaimana tertuang yang diikat dengan Akta Notaris Nomor 21 tahun 2022 yang menunjuk bahwa pihak kedua sebagai mitra pemanfaatan /pengelolaan lahan dan bangunan kawasan pertokoan Mardika milik Pemerintah Provinsi Maluku seluas 60.690 meter persegi, PT BTP sebagai pihak pengelola, di wajibkan mengelola tanah dan bangunan sebanyak 140 ruko yang telah memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) kurun waktu 15 tahun.
Akibat ikatan hukum ini, PT BPT selaku pihak kedua wajib membayar kontribusi tetap dan pembagian keuntungan sebagai hasil kerja sama yang telah ditetapkan dalam keputusan Gubernur Maluku tahun 2022 tentang penetapan besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan atas tanah dan bangunan pertokoan ruko Mardika tanggal 20 Juni 2022 dengan besaran anggaran kurun waktu 15 tahun sebesar Rp 46.846.760.388.
Besaran anggaran ini selanjutnya dirincikan sebagai kewajiban setoran pertahun yaitu, ditahun tahun pertama sebesar Rp250.000.000. Untuk tahun pertama telah dilakukan pembayaran pada tanggal 28 Juni 2022.
Tahun kedua pihak ketiga wajib membayarkan kontribusi sebesar Rp4.7,milair, tahun ketiga dibayarkan Rp2.5 miliar, tahun ke empat akan dibayarkan Rp3.542.483.978, tahun ke lima hingga tahun ke 15 akan dilakukan pembayaran tiap tahunnya sebesar Rp4.3,miliar.
Dalam akta itu juga ditekankan bahwa pihak BPT wajib melakukan pembayaran setiap tanggal 28 Juni tiap tahun, yang ditransfer melalui rekening nomor 0101000xxx atas nama rekening Kas Umum Daerah Provinsi Maluku. Dan akibat keterlambatan pembayaran oleh pihak kedua dalam hal ini PT BPT dikenakan denda 1/1000 satu permil per hari keterlambatan atas jumlah yang harus dibayarkan.
Namun demikian pada point ke 10 redaksionalnya menerangkan jika putusan Kasasi Mahkamah Agung nomor 65/Pdt.G/2021 PN Amb merugikan pihak pertama dan pihak kedua yang berakibat para pengguna ruko tidak membayar kontribusi ke pihak kedua maka para pihak bersepakat akan menangguhkan pelaksanaan perjanjian ini hingga memiliki putusan kekuatan hukum tetap.
Sesuai Adendum Kerjasama Nomor 70 Tanggal 26 Januari 1987 tentang Pemanfaatan Areal Tanah seluas 60.690 Meter Persegi dan Perjanjian bagi usaha dalam pembangunan pusat pertokoan dan jasa di Pantai Mardika tanggal 17 September 1988 antara Gubernur Maluku atas nama S. Soekoso dengan Jack Pelapory, pihak PT Bumi Perkasa Timur sesuai Akte Notaris nomor 8 tanggal 6 Januari 1996 tentang penyempurnaan adendum atas perjanjian kerja sama nomor 70 tanggal 26 Januari 1987 pada pasal kedua ayat 10 baris ke empat yang hasil perubahannya adalah pada penambahan kata yang menjadi pengelolaan pihak ke dua. Sedangkan pada ayat ke 14 hasil adendum dihapus kata Jangka waktu Hak Guna Bangunan (HGB) oleh pihak pertama ke pihak kedua atas sebagian tanah dari pusat Pertokoan Mardika dan jasa dimaksud, sehingga terjadi perubahan yang bunyinya adalah Jangka waktu kerja sama adalah 30 tahun kalender terhitung mulai tanggal penandatanganan perjanjian kerja sama dua bela pihak.
Perubahan juga pada pasal ayat 10 yaitu bahwa pihak ketiga telah menerima pertunjuk dari pihak pertama dalam hal ini pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan pertokoan dan jasa berserta kelengkapannya di atas sebidang tanah Sertifikat HPL sesuai perjanjian nomor 70 tahun 1987, dimana objek tersebut oleh Pemerintah Daerah menyerahkan tanah Hak Pengelolaan (HPL) untuk diberikan kepada pihak ke tiga (pedagang ruko) dengan status Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama pihak ke tiga, di atas tanah HPL milik Pemda Maluku selama 30 tahun yang dalam perpanjangannya dibagi atas 20 tahun pertama berlakunya HGB dan masa perpanjangan 10 tahun tahap berikutnya.
Atas penerimaan tanah HPL dimaksud dalam pasal 3 adendum pihak ketiga telah melaksanakan pembangunan pertokoan, terminal dan fasilitasi penunjang serta kelengkapannya baik yang menjadi bagian pengelolaan pihak Pemerintah Daerah maupun pihak ketiga, yang terurai pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pekerjaan tanggal 12 Februari 1998 Nomor 602/79 dan BAP Pekerjaan tanggal 10 Mei 1998 Nomor 602/163 serta Berita Acara Penyerahan tanggal 9 Maret dan tanggal 11 Juli 1988 dengan objek di antaranya, Kompleks Pertokoan, Terminal Luar Kota dan dalam kota serta 3 buah haltenya, pelataran parkir kendaraan, los pasar Mardika tiga lantai, jalan umum sekitar pertokoan, pos keamanan, dan menara kontrol.
Pasal 5 menjelaskan, pihak ketiga dalam melaksanakan pembangunan kompleks pertokoan dan jalan Pantai Mardika sesuai adendum pasal 4 melakukan pergeseran letak bangunan pada lokasi blok D 1 dan D 2, lokasi yang direncanakan untuk kantor Bank dan Muslolah serta menghapuskan perencanaan pembangunan hotel dengan persetujuan pihak Pemerintah Daerah.
Pihak ketiga berkewajiban menyelesaikan bangunan gedung perkantoran Blok E 1, kantor BAPPINDO, Musolah dan bangunan lainnya yang belum diselesaikan, sesuai perjanjian adendum.
Pasal 7 ayat 1 pun menegaskan, pihak Pemerintah Daerah dan Pihak ketiga sepakat bahwa selama jangka waktu 30 tahun pihak ketiga mempunyai hak sepenuhnya atas tanah dan bangunan, fasilitas dan segala sesuatu yang ada di atasnya sebagaimana dijelaskan pada pasal 4 ayat 1 a, perjanjian adendum dan kios -kios pada lantai 1 pasar Mardika dengan demikian pihak ketiga memiliki hak untuk mengalihkan hak kepada pihak lain/ pemakai secara hukum, dan memiliki hak untuk menentukan nilai penjualan/sewa sesuai peraturan yang berlaku.
Terhadap persoalan yang terjadi sejumlah media di Kota Ambon dalam pemberitaan menerangkan tentang adanya penolakan oleh Panitia Khusus (Pansus) DPRD Maluku atas perjanjian kerja sama pengelolaan 140 ruko di kawasan pasar Mardika Antara pihak PT BPT dengan Pemerintah Provinsi lantaran dianggap tidak sah dan cacat hukum.
Ketua pansus Richard Rahakbauw Juni lalu menerangkan, para pemegang SHBG memiliki perjanjian di bawah tangan terkait kepemilikan bangunan ruko sehingga alasan penolakan perjanjian karena diduga tidak memenuhi sebuah persyaratan sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dan dirumuskan dalam pasal 1320 KUHP tentang syarat objektif.
Kepada media, Politisi Partai Golkar ini pun menjelaskan, minimal ada empat syarat yang harus dijadikan patokan sahnya suatu perjanjian antara mereka yang membuat perjanjian, kecakapan dalam membuat perjanjian dalam suatu tertentu dan sifatnya halal.
“Perjanjian dengan PT Bumi Perkasa Timur ini tidak melalui mekanisme persetujuan DPRD secara kelembagaan sebagaimana yang di atur dalam peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 22 tahun 2020 tentang pedoman teknis terkait dengan kerja sama daerah dengan daerah dan pihak ketiga,” jelas Rahakbauw kepada media Juni lalu.
Disebutkan, dalam peraturan Mendagri dimaksud, menerangkan, perjanjian kerja sama yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan pihak ketiga apabila membebani masyarakat, daerah ataukah belum dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan, harus melalui persetujuan DPRD secara kelembagaan. Sehingga mekanisme untuk hal itu, pemerintah daerah wajib menyerahkan rencana MoU dan draft perjanjian kerja sama dan lebih dulu diusulkan kepada pimpinan DPRD dan selanjutnya oleh pimpinan DPRD menunjuk komisi terkait melakukan pembahasan terhadap hal tersebut dan diparipurnakan dalam rangka pengambilan keputusan.
“Ternyata perjanjian ini tidak melalui sebuah mekanisme pembahasan, ”terangnya kepada media.
Dikatakan, sebagai wakil rakyat tentunya harus berjuang untuk kepentingan rakyat dan Pansus DPRD bakal melakukan proses pengawalan terhadap proses kerja sama yang dilakukan oleh PT Bumi Perkasa Timur dan Pemprov Maluku. (**TS 02)
Discussion about this post