titastory.id,- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyesalkan penahanan eks Pemimpin Redaksi banjarhits.id -partner 1001 media kumparan- oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalsel, pada Senin (4/5/2020) tadi.
Menurut AJI, sikap Polda Kalsel membuktikan bahwa aparat penegak hukum abai terhadap UU Pers Nomor 40 tahun 1999 serta nota kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers-Polri. Sebab, wartawan dengan kerja-kerja jurnalistiknya sudah dilindungi dua aturan tersebut.
“Tidak bisa ditahan begitu saja. Masalahnya ini harusnya sudah clear di Dewan Pers saja. Pelanggaran MoU Polri-Dewan Pers ini jadi preseden buruk saat momentum Hari Kebebasan Pers, 3 Mei kemarin,” kata Ketua AJI Balikpapan Devi Alamsyah .
Sengketa pemberitaan yang dimuat Diananta juga sebenarnya sudah selesai di tangan Dewan Pers. Artinya, proses hukum yang menyeret Diananta tak bisa lagi dilanjutkan oleh pihak kepolisian.
Hal itu dibuktikan dengan keluarnya lembar Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers yang yang terbit 5 Februari 2020. Isinya, meminta pihak teradu yakni Kumparan dan Banjarhits memuat hak jawab atas berita yang dinilai keliru.
“Dan permintaan itu sudah dipenuhi, tapi penyidikan masih berjalan. Kami menyesalkan abainya polisi terhadap MoU antara Dewan Pers dengan Kapolri,” ujarnya.
Selain itu, pihak AJI juga menyesalkan sikap polisi yang menyoal status banjarhits.id yang tidak berbadan hukum dan tak tercantum di Dewan Pers.
“Terlepas dari status hukum Banjarhits.id, sekali lagi, kerja-kerja jurnalistik sudah dilindungi UU. Karenanya, sengketa karya jurnalistik diselesaikan di ranah Dewan Pers bukan pidana,” jelasnya.
Atas kejadian ini AJI menuntut pengentian proses hukum terhadap Nanta. Pihaknya juga mengajak semua awak media massa se-Indonesia untuk ikut ramai-ramai mengawal kasus ini sampai tuntas.
“Penahanan Nanta tidak berdasar. Dalam hukum, orang tidak bisa dihukum dua kali atas kasus yang sama ”
***
Sebagai pengingat, Polda Kalsel menahan Diananta karena berita yang ia unggah di portal banjarhits.id diduga menyinggung SARA.
Konten yang disoal berita berjudul ‘Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel’. Berita ini diunggah Diananta melalui saluran banjarhits.id, pada 9 November 2019 lalu.
Pengadunya atas nama Sukirman dari Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan. Ia menilai berita itu menimbulkan kebencian karena kental bermuatan sentimen kesukuan. Dia melapor ke Polda Kalsel untuk diusut lebih lanjut dengan aduan UU ITE.
Diananta dan Sukirman datang ke Sekretariat Dewan Pers di Jakarta, Kamis, 9 Januari 2020 lalu guna proses klarifikasi.
Hasil pertemuan memutuskan bahwa redaksi kumparan.com menjadi penanggung jawab atas berita yang dimuat itu. Bukan banjarhits.id yang menjadi mitra kumparan.
Dalam lembar putusan yang sama, diputuskan juga berita ini melanggar pasal 8 Kode Etik Jurnalistik. Dengan argumentasi bahwa menyajikan berita yang mengandung prasangka atas dasar perbedaan suku.
Selanjutnya, Dewan Pers kemudian merekomendasikan agar teradu melayani hak jawab dari pengadu dan menjelaskan persoalan pencabutan berita yang dimaksud.
Rekomendasi itu diteken melalui lembar Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers yang terbit 5 Februari 2020.
Masalah sengketa pers ini dinyatakan selesai. Pihak kumparan melalui Banjarhits.id sudah memuat hak jawab dari teradu dan menghapus berita yang disoal.
Namun, di lain sisi, proses hukum masih berlanjut di polisi sampai dilakukan penahanan di Rutan Polda Kalsel sampai 20 hari ke depan, terhitung sejak 4 Mei 2020. Bebaskan Diananta Putra. (TS-01)
Discussion about this post