Bula, Seram Timur — Sengketa lahan antara warga dan perusahaan tambang batu pecah PT Cakrawala Multi Pratama (PT CP) di Desa Banggoi, Kecamatan Bula Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur, kembali memunculkan babak baru.
Pihak ahli waris pemilik tanah mengaku pengajuan permintaan penentuan batas lahan mereka ditolak oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Seram Bagian Timur tanpa alasan yang jelas.
Firzal Rumalowak, salah satu ahli waris yang bersengketa, mengatakan bahwa dirinya hanya mengajukan permohonan untuk menentukan titik koordinat batas utara, selatan, timur, dan barat di atas tanah yang kini menjadi lokasi operasi PT CP. Namun, pengajuan tersebut ditolak.
“Katong cuma mau tentukan titik batas timur, barat, utara, dan selatan, tapi pihak pertanahan langsung menolak tanpa alasan jelas,” ujar Firzal kepada titastory.id, Senin (27/10/2025).
Menurut Firzal, alasan yang disampaikan oleh petugas pertanahan adalah bahwa tanah tersebut sudah berstatus sengketa. Namun, ia menegaskan, sejauh ini belum pernah ada laporan resmi tentang status sengketa yang dimaksud.
“Pertanahan bilang tanah itu sengketa, padahal belum pernah kami laporkan. Kami cuma mau ukur batas tanah saja, bukan menggugat,” jelasnya.

Firzal menilai sikap itu menunjukkan adanya kejanggalan. “Kami bantu ukur secara manual dengan menghadirkan saksi-saksi yang menandatangani surat jual beli tanah marga. Tapi tiba-tiba ditolak begitu saja,” tambahnya.
Penolakan ini menimbulkan kritik dari masyarakat dan aktivis lokal yang menilai ada ketidakterbukaan di tubuh Kantor Pertanahan Seram Bagian Timur.
Aktivis lingkungan dan pemerhati agraria, Abdul Gafur Rusunrey, menduga keputusan tersebut menunjukkan adanya praktik tidak profesional.
“Kalau penolakan dilakukan tanpa dasar yang jelas, ini bisa menimbulkan dugaan keberpihakan kepada pihak tertentu. Integritas pertanahan harus diuji,” kata Gafur.
Ia juga menyoroti hubungan antara perusahaan dan aktor bisnis besar yang disebut-sebut memiliki pengaruh kuat di wilayah itu.
“Kami mencium ada indikasi keberpihakan kepada pemilik perusahaan, karena perusahaan ini diduga terkait dengan pengusaha besar yang punya catatan hukum. Kalau benar demikian, berarti ada permainan antara pemodal dan aparat pertanahan,” ujarnya.
Gafur menambahkan, penolakan terhadap pengajuan ahli waris bisa memperburuk kepercayaan publik terhadap lembaga pertanahan, terutama karena banyak persoalan agraria di Seram Timur yang tak kunjung diselesaikan.
“Kasus tanah di SBT itu banyak yang mangkrak karena melibatkan orang-orang berkuasa. Kalau pertanahan ikut diam, ini bisa dianggap ‘masuk angin’,” pungkasnya.
Belum Ada Tanggapan Resmi
Hingga berita ini diturunkan, pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Seram Bagian Timur belum memberikan keterangan resmi terkait alasan penolakan tersebut.
Begitu pula pihak PT Cakrawala Multi Pratama—yang disebut beroperasi di atas lahan yang disengketakan—belum memberikan respons terhadap dugaan adanya pelanggaran batas lahan maupun perizinan yang disebut oleh warga.
Sementara itu, warga bersama perwakilan ahli waris berencana mengajukan permohonan mediasi ulang kepada pemerintah daerah dan lembaga penegak hukum agar penyelesaian dilakukan secara terbuka dan adil.
“Kami akan tempuh jalur resmi lagi. Kalau tidak direspons, kami akan gelar aksi bersama masyarakat adat,” kata Firzal menegaskan.
 
            
 
                             
                             
                             
                            