TITASTORY.ID, – Agenda Festival Sagu Saparua Expo 2022 yang diinisiasi Kementerian Kebudayaan RI merupakan ajang promosi sekaligus menjadi wadah dalam hal mempromosikan Sagu yang merupakan pangan lokal orang maluku.
Agenda ini pun diharapkan dapat memberikan angin segar dan peluang agar pengusaha mikro yang selama mengandalkan bahan sagu untuk menopang kehidupan keluarga lebih diperhatikan.
Festival Sagu Saparua pada Expo 2022 ini pun dipandang bisa mengaspirasikan semua pihak untuk mengembalikan kejayaan sagu sebagai salah satu pangan lokal asli masyarakat maluku lebih khusus di Kecamatan Saparua Kabupaten Maluku tengah Maluku.
Pantauan media ini, Festival Sagu Saparua Ekspo tahun 2022 ini rupanya tidak disia siakan, dan cukup mendapat respons baik, sehingga sejumlah pengusaha mikro yang bergerak dibidang olahan sagu pun tak ragu – ragu menyajikan olahan makanan berbahan dasar sagu khusus pada pameran yang merupakan bagian dari agenda Festival. Dimana pameran ini pun disajikan dalam bentuk stand dari semua Negeri yang di Kecamatan Saparua.
Selain sebagai wahana untuk mengekspresikan kemampuan dalam hal pengelolaan sagu sebagai bahan dasar yang kemudian didagangkan, lebih dari itu Festival Sagu Saparua ini pun bisa memberikan peringatan dalam hal pelestarian pohon sagu yang merupakan salah satu ciri khas orang maluku.
Hal yang terpenting dari festival ini juga adalah bahwa pengusaha mikro yang selama ini menjadikan sagu sebagai bahan olahan dan diperdagangkan bisa memiliki inovasi sehingga layak didagangkan di era saat ini. Demikian diungkapkan Marthen Pattileamonia S.E, Gr selalu Executor Program Festival Sagu di sela – sela kegiatan Festival yang dipusatkan di lapangan Pattimura Kota Saparua.
“ Tentunya Festival Sagu Expo 2022 adalah tahapan untuk mengembalikan kejayaan sagu sebagai pangan lokal yang jika diolah dengan baik akan berdampak ekonomis. Dan tentunya program ini adalah program yang bersifat mengedukasi dengan Meran sang kemauan masyarakat untuk memanfaatkan potensi daerah dalam hal ketahanan pangan,” ucapnya.
Senada dengan itu, Stenly Loupatti, Plt Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XX Prov Maluku menjelaskan sagu adalah pangan lokal dan mengandung filosofi kehidupan orang maluku. Namun demikian dalam kondisi terkini anak muda maluku masa kini lebih mengandalkan beras sementara sagu pun mulai ditinggalkan. Jika hal ini dibiarkan maka lama – lama filosofi dalam hubungan persaudaraan pun akan hilang.
“ Ada sejumlah kalimat dan kadang digunakan seperti , sagu salempeng pata dua, di luar berduri di dalam putih, merupakan ungkapan yang menggambarkan tentang ciri orang Maluku. Artinya dari makanan saja bisa mengungkapkan karakter dan sifat orang maluku.” ucapnya.
Dengan demikian, “terangnya ”, jika Sagu yang merupakan identitas orang Maluku hilang maka sudah pasti filosofi itu pun hanya jadi bayangan karena anak cucu kita tidak bisa lagi membuktikan secara fisik,” ucapnya. (TS 02)