Ambon, — Kas daerah Pemerintah Kota Ambon benar-benar menipis. Di tengah tekanan fiskal dan membengkaknya belanja pegawai, Pemkot Ambon memilih jalan paling pahit memangkas Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) aparatur sipil negara hingga 50 persen dan memberlakukan sistem kerja bergilir yang membuat ASN secara fisik hanya bekerja setengah tahun.
Kebijakan ini menjadi penanda serius rapuhnya keuangan daerah, sekaligus cermin ketergantungan fiskal Ambon pada dana transfer pusat. Di saat beban pelayanan publik terus meningkat dan jumlah PPPK bertambah, ruang fiskal kota kian menyempit memaksa pemerintah mengorbankan kesejahteraan aparatur demi menutup lubang anggaran. Pemerintah Kota Ambon memasuki fase pengetatan fiskal paling keras dalam satu dekade terakhir.

Mulai 2026, aparatur sipil negara (ASN) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) tak lagi bekerja penuh sepanjang tahun. Jam kehadiran dipangkas lewat sistem kerja bergilir, sementara tambahan penghasilan pegawai (TPP) dipotong hingga separuh.
Wali Kota Ambon Bodewin Wattimena mengakui kondisi keuangan daerah tak lagi memungkinkan mempertahankan pola kerja dan belanja pegawai seperti sebelumnya. Dalam skema baru itu, ASN hanya masuk kantor secara fisik sekitar enam bulan dalam setahun. Pengaturannya dilakukan melalui sistem shift: satu pekan masuk tiga hari, pekan berikutnya dua hari.
“Kalau dihitung setahun, kehadiran fisik di kantor hanya enam bulan,” kata Bodewin. Pemkot berdalih pelayanan publik tetap berjalan karena jadwal kerja disusun silang antarpegawai. Namun kebijakan ini menandai situasi genting fiskal daerah, ketika beban belanja pegawai kian berat sementara pemasukan stagnan. Anggaran TPP yang semula Rp78 miliar dipangkas menjadi Rp39 miliar. Separuh tunjangan pegawai raib dalam satu keputusan. Pemangkasan ini bukan sekadar penghematan administratif. Ia merupakan konsekuensi dari turunnya dana transfer pusat, rapuhnya pendapatan asli daerah, serta lonjakan jumlah PPPK yang harus dibiayai negara.
Pemerintah kota memilih mengencangkan ikat pinggang aparatur ketimbang melakukan pengurangan pegawai atau pemutusan kontrak. Tak hanya dipangkas, TPP kini juga disyaratkan dengan kepatuhan non-administratif. ASN wajib melunasi Pajak Bumi dan Bangunan, iuran sampah, hingga ikut program orang tua asuh stunting. Tanpa itu, tunjangan tak akan cair.
Insentif berubah menjadi alat disiplin fiskal dan sosial. Kebijakan ini membuka pertanyaan lebih besar tentang daya tahan layanan publik di Ambon. Di tengah jam kerja yang dipangkas dan insentif yang menyusut, beban kerja ASN tak serta-merta berkurang. Pemkot berharap loyalitas pegawai tetap terjaga, meski kesejahteraan mereka tergerus.
