DLH Haltim Akui Perubahan Warna Pesisir Subaim akibat Aktivitas Pertambangan

11/12/2025
Keterangan gambar: Seorang Warga Desa Subaim Terlihat memegang material tanah yang menjadi bak lumpur di sepanjang pesisir pantai Desa Subaim. Foto: @Nurkholis Lamau, aktivis lingkungan asal Halmahera Timur.

Wasile, Halmahera Timur — Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Halmahera Timur akhirnya mengakui bahwa perubahan warna pesisir laut dan sedimentasi lumpur yang menutupi area persawahan di Subaim, Kecamatan Wasile, diduga kuat berkaitan dengan aktivitas pertambangan nikel di wilayah tersebut.

Perubahan rona air menjadi merah kecoklatan ini ramai dibicarakan setelah foto-foto pesisir dan sawah yang tertutup lumpur beredar luas di media sosial pada 22 November 2025.

Kawasan pesisir dan persawahan Subaim diketahui berada di antara empat perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel, yaitu PT Jaya Abadi Semesta (JAS), PT Alam Raya Abadi (ARA), PT Indonesia Bumi Nickel (IBN) serta PT Forward Matrix Indonesia (FMI)

Aktivitas keempat perusahaan tersebut diduga menjadi sumber utama sedimentasi lumpur dan perubahan warna air laut.

Lumpur pekat mengendap di sepanjang garis pantai. Air yang dahulu jernih—tempat warga menangkap ikan dan bertani—kini berubah seperti kolam pembuangan limbah industri. Foto: @Nurkholis Lamau, aktivis lingkungan asal Halmahera Timur.

DLH: “Ada Pengaruh Kegiatan Pertambangan”

Kepala DLH Haltim, Harjon Gafur, saat dikonfirmasi membenarkan adanya perubahan rona di perairan Wasile. Ia menyebut fenomena itu terjadi mulai dari sekitar Desa Foly hingga wilayah Fayau dan Nanas.

“Benar kondisi yang terjadi di sana, perubahan rona itu memang ada pengaruh dari aktivitas kegiatan pertambangan,” ujar Harjon.

Meski demikian, ia menyatakan bahwa status “tercemar” atau tidaknya harus dibuktikan melalui uji laboratorium. DLH Haltim, menurutnya, tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengujian tersebut.

 

Siapa yang Bertanggung Jawab?

Harjon menegaskan bahwa apabila terbukti ada sedimentasi yang masuk ke area persawahan warga, maka perusahaan wajib bertanggung jawab.

“Kalau ada sedimen yang mengalir ke persawahan masyarakat, ya mereka harus tanggung jawab,” katanya.

Ia menambahkan bahwa pengujian laboratorium untuk memastikan tingkat pencemaran berada pada otoritas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) serta DLH Provinsi Maluku Utara.

Pesisir Wasile sebelumnya juga pernah dilaporkan mengalami sedimentasi dan perubahan warna air laut akibat aktivitas pertambangan. Warga mengeluhkan turunnya hasil tangkapan ikan serta rusaknya lahan pertanian karena tingginya endapan lumpur.

error: Content is protected !!