Maluku Tenggara, – Operasi pertambangan PT Batu Licin Beton Asphalt (PT BBA) di Pulau Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara menghadapi gelombang penolakan luas dari masyarakat adat.
Perusahaan tersebut dituding beroperasi secara ilegal dan menimbulkan kerusakan lingkungan parah, yang secara langsung mencoreng program prioritas Pemerintah Provinsi Maluku, “Sapta Cita.”
Masyarakat Kei Besar menuntut penghentian segera aktivitas PT BBA, yang dinilai melanggar aturan lantaran beroperasi di wilayah pesisir dan pulau kecil. Pulau Kei Besar, sebagai wilayah yang harus dilindungi demi kelestarian ekosistem dan ruang hidup masyarakat lokal, seharusnya bebas dari kegiatan penambangan.
Aktivis lingkungan dan perwakilan masyarakat menegaskan bahwa PT BBA belum memiliki dokumen resmi yang esensial, seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP), menjadikannya operasi yang tidak sah.

”Pulau Kei Besar adalah wilayah pesisir dan pulau yang tidak diperbolehkan untuk adanya kegiatan penambangan dalam bentuk apa pun,” ujar Malik Koedoeboen, Pemuda Desa Ohoiwait, kepada media, Selasa 25 November 2025.
Janji Pembangunan Berkelanjutan yang Dipertanyakan
Kekecewaan masyarakat Kei Besar terutama diarahkan pada Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, dan Pemerintah Provinsi. Mereka mendesak transparansi dokumen izin perusahaan dan tindakan tegas terhadap pelanggaran tersebut.
Kritik ini merujuk pada program kerja lima tahun Gubernur yang dikenal sebagai “Sapta Cita.” Secara spesifik, Point ke-5 Sapta Cita menyebutkan: Pengelolaan Lingkungan Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Yang Sustainable (Etis, Responsif, dan Akuntable).
Namun, menurut masyarakat, janji tersebut kini hanya menjadi “pajangan” semata.
”Mewakili masyarakat Kei Besar saya menyampaikan sapta cita bapak Gubernur telah berubah menjadi dukacita bagi kami masyarakat Kei Besar,” tegas Malik Koedoeboen, menyoroti kontradiksi antara janji politik dan realita di lapangan.
Gubernur Enggan Berkomentar
Hingga berita ini diturunkan, Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, dan Pemerintah Provinsi Maluku belum memberikan keterangan resmi soal aktivitas PT BBA di Pulau Kei Besar.
Sikap diam ini disesalkan masyarakat, yang melihatnya sebagai pembiaran yang berpotensi turut merusak lingkungan Pulau Kei Besar secara permanen.
Masyarakat menilai pembangunan berkelanjutan yang dijanjikan Gubernur telah berganti menjadi penderitaan akibat kegiatan pertambangan yang merusak wilayah esensial bagi budaya dan ekologi mereka.
Penulis: Christin Pesiwarissa
