Eksekusi Putusan MA atas IPPKH PT GKP, Penindasan Pulau Kecil Dibongkar
Wawonii, Sulawesi Tenggara, – Suasana di lereng Pulau Wawonii berubah tegang pada Kamis sore, ketika ratusan warga dari berbagai desa berkumpul dan menduduki kembali kawasan hutan yang selama bertahun-tahun dikuasai PT Gema Kreasi Perdana (GKP), perusahaan tambang nikel milik Harita Group. Kawasan itu bukan sembarang lokasi: inilah area Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang secara hukum sudah dicabut setelah Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali (PK) PT GKP dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Putusan MA Nomor 83 PK/TUN/TF/2025, yang diketok 4 November 2025, memperkuat putusan sebelumnya (403 K/TUN/TF/2024) yang memerintahkan pencabutan penuh IPPKH seluas 707,10 hektare. Bagi warga Wawonii, keputusan ini adalah kemenangan yang sudah lama ditunggu—dan momentum untuk merebut kembali ruang hidup yang selama satu dekade terakhir dicaplok tambang nikel.
Namun yang mereka temukan di lokasi membuat amarah warga kembali tersulut.

Alat Berat Masih Beroperasi di Zona yang Sudah Dicabut Izinnya
Saat memasuki area bekas IPPKH, massa mendapati tiga ekskavator dan satu buldoser masih beroperasi. Padahal izin kawasan hutan sudah resmi dicabut dan tidak memiliki dasar hukum bagi perusahaan untuk melanjutkan aktivitas.
“Ini bukti perusahaan membangkang hukum. IPPKH sudah dicabut, tapi alat berat masih berjalan,”kata Mando, warga pejuang Wawonii.
Warga langsung menggelar blokade, berdiri menghadang jalur alat berat. Mereka menyatakan aksi ini sebagai “eksekusi rakyat atas putusan MA”—sebuah respons terhadap ketidakmampuan negara memaksakan hukum kepada korporasi besar.
Tambang di Pulau Kecil: Terlarang secara Hukum, Diterabas oleh Perusahaan
Kemenangan hukum ini penting bukan hanya untuk Wawonii. Undang-Undang Nomor 27/2007 jo. UU 1/2014 dengan tegas melarang tambang di pulau-pulau kecil, terutama aktivitas yang mengubah bentang alam dan membahayakan sumber air, kebun, dan ruang hidup masyarakat pesisir.
Wawonii memiliki luas hanya 715 km² dan dihuni oleh lebih dari 38 ribu jiwa. Mata pencaharian mereka bertumpu pada kelapa, pala, cengkeh, kakao, jambu mete, dan laut. Tetapi sejak 2010, tiga perusahaan—semuanya anak usaha Harita Group—menguasai blok-blok konsesi raksasa di pulau kecil ini.
Penindasan, Kriminalisasi, dan Kerusakan: Rekam Jejak PT GKP
Menurut catatan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), hingga 2025 setidaknya 44 warga Wawonii dikriminalisasihanya karena mempertahankan tanahnya. Mereka dijerat tuduhan pengrusakan, perampasan kemerdekaan, menghalangi operasi tambang, hingga pasal pencemaran nama baik melalui UU ITE.
Rumah warga dibongkar paksa, kebun rusak dilintasi alat berat, dan konflik horizontal pecah di desa-desa yang sebelumnya hidup damai.
Sungai Tambo Siu-Siu, yang selama puluhan tahun menjadi sumber air warga Desa Sukarela Jaya, kini berubah menjadi coklat-kuning. Lumpur dari jalan hauling tambang menutup dasar sungai, memaksa warga mencari air lebih jauh—dengan kualitas yang sama buruknya.
Gurita Harita Group: Dari Wawonii ke Obi
Buruknya jejak PT GKP di Wawonii sejalan dengan temuan investigasi di Pulau Obi, Maluku Utara, juga wilayah operasi Harita Group. Sejumlah media internasional dan nasional mengungkap temuan kromium heksavalen (Cr6)—logam berat berbahaya yang dapat menyebabkan kanker dalam limbah tambang yang merembes ke sungai dan laut Kawasi.
Kadar Cr6 di beberapa titik melewati ambang batas aman WHO dan Kementerian Kesehatan. Akibatnya:
Populasi ikan menurun drastis
Air sungai tidak layak konsumsi
Warga terpaksa membeli air bersih
Kasus penyakit kulit meningkat
Konflik meningkat karena ruang hidup menyempit
Situasi ini, menurut aktivis, adalah pola berulang perusahaan yang sama.
“Ini bukan hanya soal Wawonii. Ini pola yang sama di pulau-pulau kecil lain: tanah dirampas, kriminalisasi dilakukan, kemudian lingkungan hancur,” ujar Hema Situmorang, Juru Kampanye JATAM.
Enam Tuntutan Warga Wawonii
Warga yang melakukan pendudukan menyampaikan enam poin sikap:
Menuntut reklamasi dan pemulihan lingkungan secara tuntas
Mengembalikan seluruh lahan pertanian warga yang dirampas
Meminta aparat memeriksa seluruh izin PT GKP
Menghentikan seluruh aktivitas tambang dan mengusir PT GKP dari Wawonii
Mendesak pencabutan seluruh Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Pulau Wawonii
Mendesak negara mencabut izin tambang di semua pulau kecil di Indonesia
Negara Tunduk pada Korporasi?
Bagi JATAM dan masyarakat sipil, kasus Wawonii adalah bukti kuat bagaimana negara terlihat lebih mengutamakan korporasi ketimbang keselamatan rakyat.
“Keberanian PT GKP tetap menambang di lahan tanpa izin adalah tanda bahwa hukum tak lagi berdaulat—yang berdaulat adalah korporasi besar,” kata Hema.
Namun warga Wawonii hari ini melawan balik. Dengan putusan MA di tangan, mereka menunjukkan bahwa hukum dapat ditegakkan bahkan jika negara enggan melakukannya.
Dan untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun, warga berdiri di atas tanah mereka sendiri tanpa bayang-bayang alat berat.
