Jakarta, — Pengadilan Negeri Jakarta Selatan resmi menolak gugatan perdata Menteri Pertanian Amran Sulaiman terhadap Tempo, Senin, 17 November 2025. Dalam amar putusannya, majelis hakim mengabulkan eksepsi Tempo dan menyatakan pengadilan tidak berwenang mengadili perkara ini karena sengketa pemberitaan wajib diselesaikan melalui Dewan Pers, sesuai amanat Undang-Undang Pers.
Majelis hakim yang dipimpin Sulistyo Muhamad Dwi Putro menegaskan bahwa perkara yang diadukan Amran tidak memenuhi syarat formil untuk diperiksa di pengadilan umum. Hakim juga menghukum penggugat membayar biaya perkara sebesar Rp 240 ribu.
Putusan ini merujuk pada ketentuan Pasal 15 UU Pers yang menyatakan setiap keberatan terhadap karya jurnalistik harus ditempuh melalui mekanisme Dewan Pers, termasuk apabila terdapat keberatan terhadap pelaksanaan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR).
Tempo sebelumnya digugat setelah menerbitkan poster dan motion graphic “Poles-poles Beras Busuk” yang menyoroti penyerapan gabah/beras oleh Perum Bulog berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2025. Kementerian Pertanian menilai konten Tempo merugikan dan tidak menjalankan PPR Dewan Pers—klaim yang kemudian dibantah oleh majelis hakim.

Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan Dewan Pers tidak pernah mengeluarkan surat pernyataan terbuka yang menyatakan Tempo tidak menjalankan PPR sebagaimana diatur dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 03/2017. Dengan demikian, gugatan yang diajukan ke PN Jakarta Selatan dinyatakan keliru secara prosedural.
LBH Pers menyambut putusan itu sebagai kemenangan penting bagi kebebasan pers dan publik. Direktur LBH Pers, Mustafa Layong, menilai gugatan Mentan merupakan bentuk Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP)—upaya menggunakan jalur hukum untuk membungkam kritik dan melemahkan media yang menjalankan fungsi kontrol sosial.
“Putusan PN Jakarta Selatan ini seperti air bagi demokrasi yang kering. Ini kemenangan pers, warga, dan seluruh pihak yang membela kebebasan berpikir dan menyampaikan pendapat,” ujar Mustafa.

Dia mengingatkan bahwa penggunaan jalur perdata oleh pejabat negara terhadap media merupakan bentuk Unjustified Lawsuit Against Press (ULAP)—gugatan yang secara substantif bertujuan mengganggu kemerdekaan pers, bukan mencari kebenaran hukum.
Putusan ini menegaskan kembali posisi Dewan Pers sebagai otoritas penyelesai sengketa pers, sekaligus menjadi peringatan bahwa pejabat publik tidak dapat sembarangan menyeret media ke meja hijau hanya karena merasa terganggu oleh kritik.
Dengan putusan ini, majelis hakim menegaskan bahwa kebebasan pers tidak bisa dibungkam oleh gugatan yang tidak sesuai jalur. Media tetap berhak melakukan pengawasan, kritik, dan kontrol terhadap kebijakan publik, sebagaimana dijamin oleh konstitusi.

