Konflik Bersenjata Pecah di Bintuni, Ratusan Warga Mengungsi ke Hutan

23/10/2025
Keterangan: Konflik di Bintuni, warga sipil mengunsi ke hutan agar aman,Foto: Ist
Papua Bergejolak Lagi: Ratusan Warga Bintuni Lari ke Hutan, Sekolah Ditutup

Teluk Bintuni, — Konflik bersenjata antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat–Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) kembali pecah di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat.

Akibat bentrokan ini, ratusan warga sipil dari sejumlah kampung di Distrik Moskona Utara dan Moskona Utara Jauhterpaksa mengungsi ke hutan untuk menyelamatkan diri.

Menurut informasi yang dihimpun titastory, sedikitnya 196 orang masih bertahan di hutan hingga Rabu (22/10/2025). Di antara mereka terdapat perempuan dan anak-anak yang kini berada dalam kondisi rentan tanpa akses makanan, air bersih, dan layanan kesehatan.

Keterangan: Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Orgam Wanimbo, menyatakan bahwa pengungsian massal ini dipicu oleh konflik bersenjata di Kampung Moyeba yang terjadi beberapa hari lalu.

Juru Bicara Nasional Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Orgam Wanimbo, menyatakan bahwa pengungsian massal ini dipicu oleh konflik bersenjata di Kampung Moyeba yang terjadi beberapa hari lalu.

“Telah terjadi pengungsian warga sipil secara besar-besaran akibat konflik bersenjata yang kembali pecah di Kampung Moyeba,” kata Orgam Wanimbo dalam siaran pers yang diterima titastory, Rabu (22/10).

Rumah dan Fasilitas Umum Rusak, Sekolah dan Gereja Kosong

Selain pengungsian, Wanimbo melaporkan adanya kerusakan sejumlah rumah warga, serta penelantaran fasilitas publik seperti gereja dan sekolah.

“Ada empat gereja di Kampung Mosrer, Moskona Utara, yang ditinggalkan oleh jemaat. Dua sekolah dasar dan satu sekolah menengah pertama juga kosong karena operasi militer pascakonflik,” ujarnya.

Wanimbo menambahkan bahwa kondisi medan yang berat serta akses komunikasi yang terbatas membuat relawan dan pekerja kemanusiaan kesulitan menjangkau lokasi pengungsian.

“Akses jalan dan jaringan yang minim membuat kami kesulitan mendapatkan informasi terkini dari lapangan,” katanya.

Relawan Kemanusiaan Ikut Jadi Korban Intimidasi

Sebelumnya, Direktur Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH), Yan Christian Warinussy, menyampaikan protes keras kepada Kapolri dan Panglima TNI atas dugaan intimidasi dan penganiayaan terhadap warga sipil, termasuk dua relawan LP3BH yang ditugaskan memantau situasi kemanusiaan di wilayah itu.

“Kami menyampaikan protes kepada Kapolri dan Panglima TNI atas dugaan intimidasi dan penganiayaan terhadap warga sipil, termasuk dua relawan kami di Distrik Moskona Utara,” tegas Warinussy.

Ia menyebut kedua relawan itu adalah Korneles Aisnak dan Ruben Frasa, yang ditugaskan untuk mendokumentasikan kondisi warga sipil pascaoperasi militer.

“Relawan dibutuhkan untuk memastikan bahwa warga sipil tidak menjadi korban dalam operasi lanjutan setelah kontak tembak yang menewaskan satu anggota TNI,” ujarnya.

Warinussy menegaskan, pengungsian besar-besaran ke hutan menunjukkan situasi keamanan yang memburuk dan minimnya perlindungan terhadap warga sipil.

“Kalau warga sudah mengungsi ke hutan, maka tidak ada jaminan keselamatan. Karena itu, pemantauan kemanusiaan harus segera dilakukan,” katanya.

Desakan Pemantauan Independen dan Perlindungan Warga

Sejumlah organisasi kemanusiaan dan gereja lokal dilaporkan tengah berkoordinasi untuk melakukan pemantauan lapangan dan membantu evakuasi warga, meski akses ke wilayah konflik masih tertutup.

KNPB mendesak agar operasi militer segera dihentikan dan pemerintah menjamin perlindungan bagi warga sipil di wilayah Teluk Bintuni.

“Setiap konflik bersenjata yang melibatkan aparat dan TPNPB selalu berdampak pada masyarakat sipil. Mereka bukan bagian dari perang, tapi selalu menjadi korban,” ujar Wanimbo.

Hingga berita ini diturunkan, aparat TNI belum memberikan keterangan resmi terkait situasi terakhir di Kampung Moyeba dan distrik sekitarnya.

error: Content is protected !!