Jakarta, – Dewan Pers secara resmi menyerahkan Usulan, Pandangan, dan Pendapat kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Jumat, 10 Oktober 2025. Intinya, lembaga ini menuntut agar karya jurnalistik diakui sebagai bagian dari kekayaan intelektual bangsa dan mendapat perlindungan hukum dalam revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Ketua Dewan Pers, Komaruddin Hidayat, menegaskan bahwa di era digital saat ini, karya jurnalistik tidak sekadar menyampaikan informasi, tetapi juga bernilai ekonomi, sosial, dan intelektual tinggi.
“Karya jurnalistik adalah bagian penting dari kekayaan intelektual bangsa. Karena itu, perlu ada perlindungan hukum yang lebih kuat dan menyeluruh,” ujar Komaruddin di Jakarta.
Menurutnya, perlindungan terhadap karya jurnalistik bukan hanya kepentingan perusahaan pers, tetapi juga kepentingan publik untuk memperoleh informasi yang kredibel dan berkualitas.
Dorong Ekosistem Pers yang Sehat
Dewan Pers menilai, revisi UU Hak Cipta harus menjadi momentum untuk memperkuat posisi jurnalis dan media di tengah derasnya arus digitalisasi. Perlindungan hukum yang lebih tegas diharapkan membawa empat dampak positif:
- Menjamin hak ekonomi dan moral wartawan serta perusahaan pers.
- Mencegah pelanggaran dan praktik duplikasi oleh agregator berita tanpa izin.
- Mendorong ekosistem media yang profesional dan berkelanjutan.
- Menjaga hak publik untuk memperoleh informasi berkualitas.
“Banyak platform digital mengambil dan memuat ulang berita tanpa izin atau kompensasi. Hal ini tidak hanya merugikan media, tetapi juga merusak ekosistem pers yang sehat,” kata Komaruddin.
Tiga Usulan Pokok Dewan Pers
Dalam dokumen yang diserahkan kepada DPR dan ditembuskan ke Kementerian Hukum dan HAM, Dewan Pers menyoroti tiga poin krusial yang harus diakomodasi dalam revisi UU Hak Cipta.
- Karya Jurnalistik Diakui sebagai Ciptaan
- Dewan Pers mengusulkan agar Pasal 1 angka 3 (Bab I Ketentuan Umum) menambahkan frasa “serta karya jurnalistik”dalam definisi ciptaan.
- Tujuannya: memberikan pengakuan eksplisit bahwa karya wartawan — hasil dari kemampuan, imajinasi, dan keterampilan — memiliki status hukum yang sama dengan karya seni, sastra, dan ilmu pengetahuan.
- Hapus Celah “Kutipan Singkat”
- Dewan Pers meminta penghapusan Pasal 26 huruf (a) yang mengizinkan penggunaan kutipan singkat karya jurnalistik tanpa izin untuk kepentingan informasi aktual.
- Pasal ini dianggap menjadi celah hukum yang dimanfaatkan oleh agregator dan platform digital untuk menyalin atau meringkas berita tanpa kompensasi bagi media atau wartawan.
- Wartawan Diakui sebagai Pencipta
- Usulan lain adalah penambahan huruf “e” dalam Pasal 31 (Bab IV Pencipta) agar wartawan yang namanya tercantum dalam karya jurnalistik otomatis diakui sebagai pencipta, kecuali terbukti sebaliknya.
- Langkah ini memberi kepastian hukum atas hak moral dan ekonomi wartawan terhadap karya yang diterbitkan.
Perjuangan untuk Penghargaan Intelektual Wartawan
Dewan Pers menegaskan komitmennya untuk terus mengawal proses legislasi RUU Hak Cipta hingga final. Perlindungan atas karya jurnalistik diyakini akan memperkuat kemerdekaan pers, keberlanjutan industri media, dan penghargaan terhadap kerja intelektual jurnalis.
“Kami ingin memastikan setiap karya jurnalistik dihormati, dilindungi, dan tidak bisa lagi dianggap sebagai konten gratis di ruang digital,” tutup Komaruddin.