Kolam-Kolam Luka di Aru: Galian C Ilegal dan Pernyataan Kontroversi Sang Bupati

02/10/2025
Keterangan : Gambar Ilustrasi

titastory, Dobo – Pernyataan Bupati Kepulauan Aru yang menyebut tidak ada aktivitas tambang di wilayahnya membuat warga dan mahasiswa geram. Mereka menilai ucapan itu menyesatkan karena sejak lama galian C ilegal justru merusak pesisir dan lahan di beberapa titik.

Dari pantauan lapangan titastory pada Rabu, 1 Oktober 2025, aktivitas galian C tetap berlangsung. Salah satunya yang dikelola PT Mulia Karya Konstruksi, yang beroperasi sejak 2018 tanpa izin resmi.

Alih-alih menambah kesejahteraan, aktivitas itu meninggalkan kolam-kolam bekas galian yang kini menjadi ancaman baru: intrusi air laut ke lahan warga di sekitar pesisir.

Lubang-lubang bekas galian yang menganga di tepi laut menjadi saksi bisu bagaimana tambang batuan ini mengubah bentang alam Aru.

Keterangan : Kerusakan akibat aktivitas Galian C yang disertai denga keterangan alamku hancur, Foto : Doc/edit

“Setiap kali hujan deras, air dari kolam bekas galian meluap ke kebun warga,” kata seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya. Dalam penelitian yang ditulis Almuhajir Haris dkk., aktivitas galian C disebut menimbulkan perubahan signifikan pada lingkungan fisik.

“Pertambangan adalah kegiatan yang berdampak langsung terhadap lingkungan. Tanah longsor dan banjir bandang sering menjadi konsekuensinya,” tulis mereka.

Antara Definisi dan Fakta Lapangan

Bupati Aru pernah menegaskan bahwa tidak ada tambang di wilayahnya. Secara hukum, pernyataan itu benar karena yang dimaksud dengan “tambang” mengacu pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba yang membagi komoditas menjadi lima golongan:

1. Mineral radioaktif (radium, thorium, uranium)
2. Mineral logam (emas, tembaga)
3. Mineral bukan logam (intan, bentonit)
4. Batuan (andesit, tanah urug, kerikil, pasir urug)
5. Batubara (batubara, batuan aspal, gambut)

Istilah bahan galian golongan C dalam UU Nomor 11 Tahun 1967 kini diganti menjadi batuan. Meski begitu, setiap aktivitas penggalian tetap membutuhkan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

“Tanpa IUP, siapa pun yang menambang dapat dipidana dengan hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar,” tulis laman resmi Kementerian ESDM.

Hukum yang Tumpul di Aru

Fakta di lapangan menunjukkan aktivitas galian C ilegal tetap berjalan. Lokasi bekas galian yang berubah menjadi kubangan air asin hanya beberapa ratus meter dari pemukiman nelayan. Namun hingga kini, tidak ada penindakan tegas.

Aktivis lingkungan menilai lemahnya pengawasan membuat perusahaan-perusahaan nakal bebas merusak alam.

“Bupati seolah menutup mata terhadap kerusakan. Padahal dampaknya sudah dirasakan masyarakat,” ujar seorang aktivis yang memantau persoalan tambang di Aru.

Kini, sebagian pesisir Aru berubah menjadi “kolam-kolam luka”—bekas galian yang merusak ekosistem pesisir dan mengancam sumber air warga. Masyarakat dan mahasiswa mendesak pemerintah menghentikan aktivitas ilegal ini serta memulihkan lingkungan yang telah rusak.

“Yang disebut tidak ada tambang itu hanya permainan kata. Nyatanya, galian C ilegal terus menggerogoti tanah Aru,” kata salah satu mahasiswa yang terlibat aksi protes.

error: Content is protected !!