titastory,Ambon – Rangkaian kasus keracunan siswa sekolah di Maluku dalam sepekan terakhir memaksa pemerintah daerah mengambil langkah tegas. Tiga dapur program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), Kota Tual, dan Kota Ambon resmi ditutup sementara, sambil menunggu hasil uji laboratorium dari Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Kasus pertama mencuat di Kabupaten MBD pada 11 September 2025, saat 30 siswa SMP Negeri Tepa terpaksa dilarikan ke fasilitas kesehatan setelah mengalami mual dan muntah usai menyantap makanan sekolah. Belum reda kekhawatiran publik, pada 18 September 2025, 17 siswa SD Negeri 19 Kota Tual juga jatuh sakit dengan gejala serupa. Sehari berselang, 16 siswa SD Inpres Passo, Ambon, kembali menjadi korban keracunan massal.

“Ketiga dapur ini ditutup sementara. Kalau hasil laboratorium sudah keluar baru diputuskan apakah bisa diaktifkan kembali,” tegas Rosita, Kepala Kantor Pelayanan Pemenuhan Gizi Provinsi Maluku, saat ditemui di Ambon, kemarin.
Rosita mengakui bahwa Program MBG membawa manfaat besar bagi dunia pendidikan dan ekonomi keluarga, karena memastikan siswa mendapatkan asupan bergizi di sekolah. Namun, tiga kasus beruntun menjadi pukulan serius yang harus segera dievaluasi.
“Program ini baik, prestasi anak bisa meningkat kalau pola makan mereka terjaga. Tapi kualitas tetap harus diutamakan. Kita sudah punya standar operasional, mulai dari penyimpanan bahan, distribusi hingga penyajian, namun praktik di lapangan masih perlu diperketat,” jelasnya.
Ia menambahkan, menu makanan sebenarnya sudah disesuaikan dengan kebutuhan gizi per jenjang, berbeda antara SD dan SMP. Proses distribusi pun diatur agar makanan tetap segar dengan jarak waktu maksimal dua jam sebelum dibagikan.
Asisten I Setda Maluku, Djalaludin Salampessy, menegaskan bahwa program MBG harus tetap dijalankan demi mendukung visi Generasi Emas 2045. Namun, ia mengakui adanya kendala teknis, terutama terkait rantai pasok pangan di daerah terpencil.
“Ada stok pangan tertentu yang tidak tersedia untuk suplai ke SPPG. Ini jadi masalah serius, apalagi di daerah 3T. Dua hari ke depan kami akan gelar rapat tematik dengan Asisten II untuk mencari solusi distribusi,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah bersama BPOM tengah menyiapkan SOP kedaruratan untuk mengantisipasi kejadian tak terduga seperti keracunan massal.
Dari tiga daerah yang mengalami kasus, baru Kota Ambon yang menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB). Sementara itu, Kabupaten MBD masih menunggu hasil uji laboratorium untuk memastikan sumber keracunan.
Pemerintah daerah memahami kekhawatiran masyarakat atas rentetan insiden ini. Menurut Djalaludin, kepercayaan publik hanya bisa dijaga dengan memastikan pengawasan dilakukan secara ketat, dari dapur hingga meja makan siswa.
“Masalah ini menjadi bahan evaluasi total. Program MBG akan terus berjalan, tapi kualitas harus dijaga, dan SOP dipatuhi sampai tingkat paling rendah. Guru dan orang tua juga perlu dilibatkan agar kontrol berjalan lebih baik,” pungkasnya.