titastory, Seram Timur – Sejumlah sekolah di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) diguncang kisruh buntut dugaan permainan anggaran revitalisasi pendidikan senilai Rp40 miliar. Pergantian kepala sekolah secara sepihak yang dilakukan Bupati Fachri Husni Alkatiri memicu amarah guru dan warga, hingga berujung perusakan fasilitas sekolah.
Kericuhan paling mencolok terjadi di SMP Negeri 49, Kecamatan Siwalalat. Dalam sebuah video yang viral di media sosial, guru dan warga terlihat mengamuk serta merusak kursi, meja, hingga pot bunga di sekolah tersebut. Mereka menilai pergantian kepala sekolah dilakukan semata karena adanya kucuran dana pusat untuk revitalisasi sekolah.
Kemarahan serupa juga muncul di Tamher Warat, Kecamatan Kesui Watubela. Warga setempat bahkan melakukan aksi sasi adat terhadap bangunan dan material SMP Negeri 18, sebagai bentuk protes atas pergantian kepala sekolah secara sepihak.

Dana Revitalisasi Rp40 Miliar untuk 14 Sekolah
Pemerintah pusat mengalokasikan dana revitalisasi sebesar Rp40 miliar untuk 14 sekolah di SBT, terdiri dari 9 SMP, 3 SD, dan 2 TK. Skema program ini seharusnya dikelola secara swakelola oleh sekolah melalui rekening resmi yang dibuka oleh Kementerian Pendidikan, tanpa campur tangan pihak ketiga atau kontraktor.
Namun, sejumlah kepala sekolah mengaku mendapat tekanan dari Dinas Pendidikan SBT agar pekerjaan dilakukan lewat mekanisme tender dan melibatkan kontraktor. Dugaan intervensi ini juga disebut berkaitan dengan kepentingan tim sukses Bupati Fachri Husni Alkatiri.

Suara Mantan Kepala Sekolah
Mantan Kepala SMP Negeri 18, Faisal Hanunun, mengaku dicopot dari jabatannya setelah menolak kebijakan tersebut. Ia mengatakan telah mengikuti dua kali bimbingan teknis dari Kementerian Pendidikan untuk mengelola dana revitalisasi secara swakelola.
“Untuk mendapatkan anggaran revitalisasi Rp1,7 miliar, saya sudah dua kali ikut bimtek. Kementerian juga sudah buka rekening sekolah, jadi tidak lagi lewat tender atau kontraktor,” kata Faisal kepada titastory.id.
Faisal menegaskan dirinya bersama sembilan kepala sekolah lain menolak keras campur tangan pihak ketiga karena khawatir berimplikasi hukum. “Beta diganti karena menolak anggaran revitalisasi dikelola kontraktor. Ini swakelola, bukan tender,” ujarnya.