titastory, Jakarta – Gelombang kekerasan terhadap wartawan dalam beberapa hari terakhir memaksa Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) mengambil sikap. Seluruh jajaran kepolisian di daerah diinstruksikan untuk melindungi jurnalis saat menjalankan tugas peliputan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri, Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, menegaskan peran media tidak bisa dipandang sebelah mata.
“Wartawan adalah mitra strategis kepolisian. Mereka punya kontribusi besar dalam menyampaikan informasi profesional, menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, serta mendukung program strategis lainnya. Karena itu, seluruh jajaran harus melindungi kerja jurnalis yang objektif dan profesional,” ujar Trunoyudo di Jakarta, Selasa (26/8/2025).

AJI dan LBH Pers Desak Hentikan Brutalitas
Namun instruksi itu muncul setelah sorotan keras dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers. Mereka mengecam tindakan represif aparat saat membubarkan demonstrasi di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (25/8/2025).
Seorang jurnalis foto Antara, Bayu Pratama S, jadi korban pemukulan. Padahal Bayu sudah memakai atribut lengkap—helm, kartu pers, dan tanda pengenal.
“Meski jelas-jelas beratribut pers, Bayu tetap dipukul dengan pentungan. Kameranya rusak, lengan dan tangannya terluka. Padahal ia sedang menepi menghindari ricuh,” kata Irsyan Hasyim, Ketua AJI Jakarta.
Kekerasan yang Terus Berulang
Data AJI Jakarta mencatat dalam periode Juni 2024–Juni 2025 terdapat 20 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Jakarta, sebagian besar saat peliputan demonstrasi. Secara nasional, kasus mencapai 52 insiden.
Direktur Eksekutif LBH Pers, Mustafa Layong, menyebut insiden ini bukan sekadar kekerasan, tapi juga pelanggaran pidana.
“Polisi kembali gagal menjalankan amanat Pasal 8 UU Pers. Kekerasan ini jelas melanggar Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 18 ayat (1) UU Pers, dengan ancaman penjara dua tahun atau denda Rp500 juta,” tegas Mustafa.
Lima Tuntutan
AJI Jakarta dan LBH Pers menyatakan sikap:
- Kapolri dan Polda Metro Jaya harus mengusut tuntas kasus ini secara transparan, bukan hanya menyalahkan pelaku lapangan.
- Menghentikan normalisasi kekerasan dalam pengamanan demonstrasi.
- Menangkap dan mengadili aparat yang terlibat pemukulan jurnalis.
- Mengingatkan bahwa kerja jurnalis dilindungi UU Pers, serangan adalah pelanggaran demokrasi.
- Mengajak solidaritas publik dan organisasi masyarakat sipil mengawal kasus ini hingga tuntas.
“Setiap serangan pada jurnalis adalah serangan pada hak publik untuk tahu. Jika impunitas terus dipelihara, demokrasi kita akan semakin hancur,” tutup Mustafa.