Pidato Prabowo Soal Tambang Ilegal Dinilai Retorika Kosong oleh JATAM

17/08/2025
Prabowo Subianto, Presiden RI saat menyampaikan pidano kenegaraan dalam Sidang Tahunan MPR di Kompleks Parlemen pada Jumat, 15 Agustus 2025. Foto : Menseneg/ web

titastory, Jakarta – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menilai pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR pada 15 Agustus 2025 hanya berisi retorika tanpa menyentuh akar persoalan.

Dalam pidatonya, Prabowo mengutip Pasal 33 UUD 1945 bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat. Ia juga menyinggung lebih dari seribu tambang ilegal yang disebut merugikan negara ratusan triliun rupiah, bahkan menyatakan tidak gentar menghadapi “orang besar” yang membekingi.

Namun, menurut JATAM, ucapan itu kontras dengan kenyataan. “Jika pemerintah benar tidak gentar, mengapa praktik ini dibiarkan bertahun-tahun, termasuk di era kepemimpinan Prabowo?” kata Alfarhat Kasman, Divisi Kampanye JATAM, Sabtu, 16 Agustus 2025.

Oligarki Tambang dan Perlindungan Aparat

JATAM menyoroti keterlibatan politisi, aparat keamanan, hingga mantan pejabat tinggi dalam bisnis tambang ilegal. Investigasi media juga berulang kali mengungkap praktik penggunaan perusahaan cangkang untuk menutupi operasi curang yang mendapat perlindungan aparat maupun restu pejabat tertentu.

Area tambang nikel PT Gema Kreasi Perdana (GKP), anak usaha Harita Group, Foto : Web

“Nama-nama aktor besar bukanlah rahasia lagi, tapi tidak pernah tersentuh hukum,” ujar Alfarhat.

Tambang Legal Pun Kebal Hukum

Menurut JATAM, problem tambang bukan hanya pada operasi ilegal. Sejumlah perusahaan berizin sah juga kerap melanggar aturan namun tetap dibiarkan beroperasi.

Contohnya, PT Dairi Prima Mineral (DPM) di Sumatera Utara, yang tetap beroperasi meski izin lingkungannya dicabut dan Mahkamah Agung telah menolak kasasi perusahaan. Salah satu pemegang sahamnya adalah Bakrie Group, keluarga yang menjadi penyokong politik Prabowo.

Di Pulau Wawonii, Konawe Kepulauan Perdana, PT Gema Kreasi (GKP), anak usaha Harita, terus menambang meski warga memenangkan gugatan di MA. Hal serupa juga terjadi pada PT Tambang Mas Sangihe (TMS) di Sulawesi Utara, yang mendapat penolakan keras masyarakat. Adik kandung Presiden bahkan pernah dikabarkan hendak membeli saham perusahaan itu.

“Kasus-kasus ini membuktikan tambang legal pun kebal hukum ketika terhubung dengan kekuasaan,” kata Muh Jamil, Koordinator Divisi Hukum JATAM.

Kerusakan Lingkungan dan Nyawa yang Hilang

Lebih jauh, JATAM menilai hampir semua perusahaan tambang di Indonesia menjalankan praktik merusak: merampas tanah warga tanpa persetujuan, merambah kawasan hutan dan konservasi, mencemari sungai dan laut, serta meninggalkan lubang tambang menganga tanpa reklamasi. Lubang-lubang itu telah merenggut nyawa banyak anak.

“Prabowo hanya bicara soal kerugian negara dari sisi ekonomi. Ia abai pada penderitaan rakyat yang tanahnya hilang, yang dikriminalisasi, bahkan kehilangan nyawa,” ujar Jamil.

JATAM menilai pemerintah justru terjebak dalam cengkeraman oligarki tambang. Regulasi dibuat longgar, pengawasan lemah, dan penegakan hukum tebang pilih. Karena itu, retorika Prabowo tentang penindakan tambang ilegal dianggap sekadar mimpi di siang bolong.

“Jika Presiden serius, kami tantang untuk membuka daftar nama pemain besar tambang ilegal dalam 3 x 24 jam. Jika tidak, pidato itu hanya bacot kosong yang menutupi kenyataan: pemerintah berdiri di pihak korporasi, bukan rakyat dan lingkungan,” kata Alfarhat.

Penulis: Christ Belseran
error: Content is protected !!