Matheos Berhitu: Anak Maluku yang Terlupakan di Panggung Negeri Sendiri
titastory, Malaysia — Langkah-langkahnya mantap, meski cedera hamstring masih membayang. Di lintasan 200 meter Sabah Masters Athletics Open Championship (SAMOC) 2025, 9–10 Agustus lalu, Matheos Berhitu melesat. Waktu yang dicatatnya: 25,12 detik—hanya terpaut 0,02 detik dari peraih perak asal Singapura, dan sedikit di bawah juara pertama dengan 24,9 detik. Medali perunggu pun melingkar di lehernya. Bagi pria kelahiran Ambon, 4 Desember 1972 itu, ini bukan sekadar lomba. Ini soal harga diri Maluku di mata dunia.

Perjalanan Tanpa Dukungan
Tak ada spanduk penyambutan. Tak ada dana hibah. Bahkan permintaan audiensi dengan Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Kota Ambon tak pernah berbalas.
“Pernah kami coba hubungi untuk bertemu dan meminta dukungan. Tapi tidak ada respons sama sekali,” ujar sahabat dekat Matheos kepada titastory.id.
Akhirnya, semua biaya—tiket, akomodasi, perlengkapan—ditanggung sendiri. “Dia tahu ini berat, tapi dia tidak mau Maluku absen di ajang internasional,” tambah sang sahabat.
Ironi yang Menyakitkan
Ironisnya, sambutan justru datang dari luar negeri. Konsulat Jenderal RI di Kota Kinabalu memberi ucapan selamat dan dukungan langsung. Sementara di tanah kelahirannya, keheningan menyelimuti.
Padahal, Matheos bukan orang baru di dunia atletik. Ia dikenal sebagai pelari ultra marathon yang telah mengharumkan nama Maluku di berbagai kompetisi dunia. Kini, ia membuktikan bahwa pelari jarak jauh pun bisa bersaing di nomor sprint—bahkan dalam kondisi cedera.
Anak Maluku yang Terlupakan
Prestasinya mengundang tanya: Apakah kebanggaan hanya datang bila ada piala yang bisa dipamerkan? Apakah pemerintah daerah benar-benar peduli pada anak Maluku yang mengangkat nama tanah kelahirannya di kancah internasional?
“Dia cinta tanah kelahirannya. Dia sudah membuktikannya,” ujar sang sahabat. “Tapi di negerinya sendiri, dia seperti diasingkan.”
Di Malaysia, nama Matheos dielu-elukan. Di Ambon, ia berjalan tanpa tepukan.
Pertanyaannya menggantung di udara: Apakah Matheos Berhitu bukan anak Maluku?
Penulis: Christin Pesiwarissa