Gagap Membedakan Simbol dan Makar: Fenomena Bendera Fiksi One Piece

04/08/2025
Bendera Bajak Laut Jolly Roger Dalam Serial Anime 'One Piece' bersama tokoh utama - Monkey D.Luffy yang fenomenal. Foto : Ist

titastory, Ambon – Larangan pengibaran bendera bajak laut One Piece oleh POLRI dalam perayaan 17 Agustus memunculkan pertanyaan besar: apakah negara mulai gagap membedakan antara simbol perlawanan dan tindakan makar?

Bendera Jolly Roger lambang bajak laut dari serial manga dan anime One Piece bukan sekadar simbol fiksi. Di mata sebagian anak muda, ia telah menjelma sebagai lambang perlawanan atas ketidakadilan yang mereka saksikan sehari-hari: perampasan ruang hidup masyarakat adat, kerusakan lingkungan akibat tambang, dan negara yang lebih sering berpihak pada pemodal ketimbang rakyat.

Anggota Kru bajak Laut Mugiwara Luffy cs dalam fiksi. Foto : Ist

“Bendera itu tidak ditujukan untuk melecehkan momen kemerdekaan, melainkan untuk mempertanyakan: merdeka untuk siapa?” ujar Vigel Faubun, Ketua Komunitas Kalesang Maluku, kepada media ini pada Minggu, 3 Agustus 2025.

Sebagai aktivis budaya, Vigel menilai larangan simbol fiksi ini menunjukkan sikap defensif negara terhadap ekspresi simbolik warga yang merasa kecewa. Bendera One Piece, katanya, bukan ancaman terhadap keutuhan bangsa, tapi bentuk kritik kreatif terhadap kegagalan negara menjawab persoalan keadilan sosial.

“Ketika korporasi bebas menari di atas tanah adat, tambang merusak air dan hutan yang suci, suara anak adat dibungkam oleh pasal dan aparat, maka tidak ada cara lain selain bersuara dengan simbol yang mudah dikenali, berani, dan menggugah,” jelas Vigel.

Ia menekankan, dalam sejarah perlawanan rakyat, simbol selalu punya daya untuk menyuarakan yang tak terucap. Namun, alih-alih mendengar isi pesannya, negara justru lebih sibuk membungkam bentuk luarnya.

“Kami tidak butuh upacara mewah jika isinya hanya basa-basi nasionalisme. Kami butuh negara yang hadir, mendengar, dan berdiri bersama rakyat kecil yang mempertahankan adat, bukan bersama pemodal yang membawa kehancuran,” tegasnya.

Bagi mereka yang berada di garis depan perjuangan lingkungan dan adat, simbol seperti bendera One Piece adalah bentuk kritik populer yang mudah dipahami generasi muda. Menyikapinya sebagai makar justru mencerminkan ketakutan negara terhadap kritik yang tidak bisa lagi dibungkam dengan narasi resmi.

“Kalau negara takut pada bendera fiksi, mungkin karena ia sadar: yang fiksi bukan hanya kartun, tapi juga janji-janji kemerdekaan yang tak pernah ditepati,” pungkas Vigel

Penulis: Edison Waas

 

error: Content is protected !!