Hilirisasi Sagu di Seram Timur: Konsep Dadakan Tanpa Data

02/08/2025
Petani sagu di Kabupaten SBT. Foto : Ist
Oleh: Babang Nhiko Sohilauw

titastory, Seram Timur – Hilirisasi sagu, yang kini digaungkan secara nasional oleh Presiden Prabowo sebagai bagian dari strategi ketahanan pangan, tampaknya mulai dilirik sebagai jalan pintas oleh sejumlah kepala daerah. Di tangan mereka, konsep ini bukan sekadar kebijakan, tetapi juga alat menarik perhatian pusat demi meraup kucuran anggaran dan menarik investor, dengan janji akan menjadikan sagu sebagai motor penggerak ekonomi lokal.

Bupati Seram Bagian Timur (SBT), Fahri Husni Alkatiri, adalah salah satu yang mengusung wacana ini secara lantang. Dengan narasi peningkatan ekonomi masyarakat, ia menjadikan hilirisasi sagu sebagai tren kebijakan. Namun, konsep yang ditawarkan masih jauh dari siap. Minim data, tanpa naskah akademik yang menyertai, hilirisasi sagu di SBT terlihat terburu-buru, tidak berbasis kajian ilmiah yang kuat.

Petani sagu saat melakukan penebangan untuk kemudian dikelola. Foto: Ist

Padahal, hilirisasi adalah langkah besar yang membutuhkan persiapan matang. Ia melibatkan pemanfaatan bahan baku secara besar-besaran demi memenuhi kebutuhan industri—dan untuk itu dibutuhkan data konkret serta perencanaan yang berkelanjutan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten SBT tahun 2017, luas lahan sagu di daerah ini mencapai 34.723,60 hektare. Namun, dari total tersebut, hanya 5.837,30 hektare lahan yang digarap per tahun dengan total produksi mencapai 5.273 ton. Ini menunjukkan penurunan pemanfaatan lahan yang signifikan setiap tahun. Ironisnya, tidak ada program rehabilitasi hutan sagu secara berkala sejak tahun 2017, meskipun sagu membutuhkan waktu 15 hingga 25 tahun untuk bisa dipanen secara optimal.

Dengan usia tanam yang jauh lebih lama dibandingkan usia panen, maka jelas bahwa pemanfaatan tanpa upaya pelestarian akan mengancam keberlanjutan sumber daya ini.

Tak Mengenali Peta Kepemilikan

Permasalahan lain yang diabaikan adalah soal kepemilikan lahan. Lahan sagu di Kabupaten SBT mayoritas dimiliki oleh masyarakat adat dan diwariskan secara turun-temurun. Dengan demikian, penerapan hilirisasi tanpa memperhatikan aspek sosial dan kepemilikan adat sangat berpotensi memicu konflik.

Bisa saja terjadi penyerobotan lahan, klaim sepihak, bahkan perpecahan antarkelompok petani, karena tidak semua lahan yang ditanami sagu tumbuh liar. Hampir semua pohon sagu di SBT memiliki sejarah dan pemilik yang jelas.

Hamparan pohon sagu di Wilayah Kabupaten SBT. Foto : Ist

 

Risiko Sosial dan Ekologis

Selain potensi konflik sosial, hilirisasi sagu juga membawa risiko ekologis. Pemanfaatan lahan sagu secara masif dan tidak terkendali dapat menyebabkan kerusakan lingkungan serius. Hutan sagu memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan air, menyimpan karbon, dan menjaga keanekaragaman hayati.

Jika pemanfaatan dilakukan tanpa prinsip keberlanjutan, maka dampaknya bukan hanya pada ekosistem lokal, tetapi juga pada krisis iklim secara global. Pemerintah daerah seharusnya terlebih dahulu menyiapkan perangkat hukum dan regulasi yang jelas untuk mengatur proses hilirisasi ini.

Sebelum menggandeng investor atau membuka keran industrialisasi, perlu dibuat regulasi yang melindungi hak masyarakat adat, mengatur zonasi pengelolaan sagu, dan memastikan bahwa pengembangan industri berjalan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan.

 

Membangun dengan Kearifan Lokal

Sagu memang memiliki potensi besar baik secara ekologis maupun ekonomi. Namun, potensi ini harus dikelola dengan bijak. Pemerintah daerah harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan: masyarakat adat, tokoh agama, akademisi, dan pelaku industri lokal. Kearifan lokal dan adat-istiadat masyarakat adalah fondasi penting untuk memastikan hilirisasi tidak menjadi bumerang.

Bukan sekadar mengejar investasi atau capaian jangka pendek, tetapi bagaimana menjadikan hilirisasi sagu sebagai jalan menuju kemandirian pangan, pelestarian budaya, dan pembangunan berkelanjutan di Seram Timur.

Penulis adalah jurnalis titastory.id dan Pemuda Seram Bagian Timur

 

error: Content is protected !!