titastory, Jakarta – Wakil Gubernur Maluku, Abdullah Vanath, meluapkan kekesalannya dalam forum resmi Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) di Jakarta. Dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Alternatif Pembiayaan Pembangunan Daerah: Municipal Bond”, Vanath menyuarakan kekecewaan mendalam atas pengelolaan sumber daya alam Maluku yang dinilai tidak adil dan eksploitatif oleh pemerintah pusat.
“Kami ini diperas! Dari laut, darat, bahkan udara semua diambil negara, sementara Maluku hanya dapat sisa penderitaan,” tegas Vanath dengan nada tinggi di hadapan para senator, yang dikutip dari akun facebook @Any Vanath.

93 Persen Laut, Tapi Hasilnya Hilang ke Luar
Vanath membeberkan bahwa 93% wilayah Maluku adalah laut, tetapi hasil laut yang merupakan penyumbang 37% perikanan nasional, justru tidak dinikmati oleh masyarakat Maluku sendiri. Ikan yang ditangkap di perairan Maluku dibawa ke luar daerah dan dicatat atas nama KTP wilayah lain.
“Ikan kami ditangkap, lalu dibawa ke luar. Sudah bukan pakai KTP Maluku, tapi KTP daerah lain,” geram Vanath.
Ia menyebut bahwa sistem batas kewenangan laut antara kabupaten, provinsi, dan pemerintah pusat telah membuat daerah tak memiliki kendali atas kekayaan lautnya sendiri
Dana Tak Seimbang, Disamaratakan dengan Pulau Jawa
Kekecewaan juga dilontarkan terhadap pola alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat. Menurutnya, pembiayaan yang diberikan tidak mempertimbangkan kondisi geografis kepulauan Maluku. Padahal, operasional pemerintahan di wilayah laut tentu membutuhkan biaya lebih besar dibandingkan wilayah daratan seperti Jawa.
“Kalau di Jawa, isi bensin dua kali sudah keliling. Di Maluku? Baru separuh perjalanan bensin sudah habis,” tegasnya.
Vanath menilai pendekatan pembiayaan masih menggunakan “rumus lama” yang tak relevan dengan realitas wilayah kepulauan. Akibatnya, maladministrasi fiskal ini membuat daerah seperti Maluku terus terpinggirkan.
Potensi Melimpah, Tapi Negara Tak Jujur
Ia menegaskan bahwa Maluku tidak perlu pinjaman untuk membangun jika pemerintah pusat berlaku jujur. Potensi kekayaan laut, hasil hutan, dan bahkan tambang emas seperti di Gunung Botak bisa menjadi modal pembangunan daerah jika dikelola adil dan transparan.
“Kami punya emas, tapi tambangnya dikuasai oknum, bahan berbahayanya seperti merkuri menyebar, semuanya dibiarkan,” kata Vanath.
Usul Judicial Review: Jangan Cuma Ribut di Jalan!
Di akhir penyampaian, Wakil Gubernur Maluku mendorong agar dilakukan judicial review terhadap peraturan dan undang-undang pengelolaan perikanan yang merugikan daerah kepulauan.
“Bisakah kita melakukan judicial review terhadap regulasi yang tidak adil? Jangan sampai kita terus ribut di jalanan, mari cari solusi konstitusional,” tutup Vanath.
Pernyataan keras ini mencerminkan kemarahan daerah terhadap sentralisasi pengelolaan sumber daya alam yang masih mendominasi, serta seruan serius agar Indonesia lebih adil terhadap daerah kepulauan seperti Maluku.
Penulis : Sahdan Fabanyo Editor : Christ Belseran