titastory, Namlea – Peringatan para peneliti soal bahaya merkuri di kawasan tambang emas ilegal Gunung Botak, Kabupaten Buru, kini menjadi kenyataan. RSUD Namlea resmi merawat pasien yang mengalami keracunan logam berat—korban pertama yang tercatat secara medis akibat paparan bahan kimia beracun dari aktivitas tambang tanpa izin.
Dalam kunjungan kerja ke Kabupaten Buru, Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, bersama Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, menyaksikan langsung kondisi pasien di RSUD Namlea yang menunjukkan gejala serius akibat terpapar merkuri dan sianida.
“Ini bukan lagi sekadar laporan di atas kertas. Ini sudah nyata. Kami menyaksikan sendiri korban yang dirawat akibat keracunan merkuri dan sianida dari tambang ilegal,” tegas Gubernur Hendrik dengan nada prihatin, Jumat (18/7/2025).
Didampingi Bupati Buru, Ikram Umasugi, Gubernur dan Menkes menyaksikan betapa risiko tambang ilegal bukan hanya soal kerusakan lingkungan, tetapi sudah menyentuh jantung persoalan: nyawa manusia.

Merkuri Bunuh Secara Perlahan
“Sudah ada korban. Masyarakat harus sadar bahwa merkuri dan sianida membunuh secara perlahan,” tegas Gubernur Hendrik.
Ia menyebutkan bahwa penggunaan bahan kimia berbahaya di Gunung Botak telah mencapai titik ekstrem, meracuni tanah, air, udara, bahkan tubuh warga yang tinggal di sekitarnya. Ia menegaskan komitmennya untuk segera menutup seluruh aktivitas tambang ilegal dengan melibatkan aparat kepolisian dan TNI.
“Pasti secepatnya kita akan tutup. Kita tidak bisa terus membiarkan bencana ini terjadi,” ucapnya.
Peringatan Akademik Terbukti
Peringatan ini sebelumnya telah lama disuarakan oleh kalangan akademisi. Profesor Malle, ahli lingkungan dari Universitas Pattimura, dalam risetnya bersama tim, menemukan bahwa:
“Kadar merkuri dalam sampel tanah dan air di sekitar Gunung Botak melebihi ambang batas aman. Jika kondisi ini dibiarkan, tidak hanya tanah yang mati—manusia pun perlahan keracunan,” ungkap Prof. Malle dalam laporan titastory, tahun 2022 lalu.
Lebih jauh, penelitian itu menyebutkan bahwa merkuri tidak larut, tapi mengendap dan menyusup ke rantai makanan. Ikan-ikan, tanaman, dan air tanah di kawasan sekitar Gunung Botak kini menyimpan racun mematikan yang bisa berpindah ke tubuh manusia secara akumulatif.
“Efeknya tak langsung terlihat, tapi ketika muncul, bisa menyebabkan gangguan saraf, gagal ginjal, kerusakan otak, bahkan kematian,” tambah Prof. Malle.
Warga Buru Jadi Korban, Siapa Peduli?
RSUD Namlea mencatat pasien yang dirawat telah menunjukkan gejala klasik keracunan merkuri, seperti kesemutan, gangguan penglihatan, tubuh lemas, dan disorientasi. Ironisnya, ini hanya satu dari sekian kasus yang muncul—selebihnya masih tersembunyi di balik sunyinya pelayanan kesehatan di daerah terdampak tambang.
Aktivitas tambang ilegal di Gunung Botak memang sempat ditutup beberapa tahun lalu, namun kembali marak secara sembunyi-sembunyi sejak akhir 2023, menyusul lemahnya pengawasan dan adanya dugaan keterlibatan oknum aparat.
“Ini harus dihentikan. Jangan tunggu lebih banyak warga Buru yang jadi korban sebelum kita ambil tindakan tegas,” kata Gubernur.
Tambang ilegal bukan hanya mencuri emas dari perut bumi, tetapi meninggalkan racun yang tak terlihat dan menghancurkan kehidupan perlahan-lahan. Kini, buktinya tak lagi perlu dicari—pasien pertama telah terbaring lemah di rumah sakit. Pertanyaannya: berapa korban lagi yang harus jatuh agar negara benar-benar turun tangan?
Penulis: Christian.S Editor: Christ Belseran