titastory, Jakarta — Aktivis demokrasi sekaligus Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati, menjadi korban serangan digital selama tiga hari terakhir usai mengkritik fenomena buzzer politik yang dinilai mengancam demokrasi.I’m
Neni menyampaikan kepada Amnesty International Indonesia bahwa akun media sosialnya diretas dan dibanjiri ujaran kebencian sejak ia mengunggah video kritik terhadap buzzer di TikTok pada 5 Mei 2025. Video tersebut tidak menyebut nama tokoh tertentu, namun ditujukan kepada seluruh kepala daerah terpilih dalam Pemilu 2024.
“Semua akun media sosial saya tengah diretas. WhatsApp tidak dapat diakses, begitu juga TikTok,” ujar Neni dalam keterangan kepada Amnesty, Kamis (17/7/2025).

Amnesty International Indonesia menyatakan keprihatinan atas kejadian tersebut dan menyebut serangan digital sebagai bentuk pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyatakan bahwa aparat penegak hukum harus segera mengusut tuntas kasus ini.
“Kritik yang sah dibalas dengan serangan adalah pelanggaran serius terhadap kebebasan berekspresi. Negara harus melindungi, bukan membiarkan atau bahkan ikut membungkam suara-suara kritis,” ujar Usman Hamid.
Usman juga mengingatkan bahwa Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) menjamin hak atas kebebasan berekspresi termasuk untuk informasi dan gagasan yang mengejutkan atau mengganggu, terlepas dari benar atau tidaknya isi pernyataan tersebut.

Serangan terhadap Neni disebut mulai meningkat pada Rabu (16/7), ketika foto pribadinya muncul di beberapa akun media sosial milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat seperti Diskominfo Jabar, @jabarprovgoid, @humas_jabar, dan @jabarsaberhoaks. Salah satu unggahan di akun Instagram @diskominf0jabarmenampilkan foto Neni tanpa izin dan disertai pernyataan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang membantah penggunaan anggaran pemerintah untuk membayar buzzer.
Amnesty International telah melakukan verifikasi atas unggahan tersebut, dan menyatakan bahwa pencantuman foto pribadi tanpa izin adalah bentuk pelanggaran hak digital dan privasi individu.
Neni juga mengalami doxing, ujaran kebencian, dan banjir komentar kasar di akun Instagram dan TikTok-nya. Hingga saat ini, akses ke akun-akunnya masih terganggu.
Amnesty International Indonesia mencatat, dari Januari hingga Juli 2025, telah terjadi sedikitnya 16 kasus serangan digital terhadap 17 pembela hak asasi manusia di Indonesia.