titastory.id, Ambon – Aksi unjuk rasa yang dilakukan Koalisi Organisasi Masyarakat (Ormas) di depan kantor Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku, Kamis siang, 10 Juli 2025, nyaris berujung bentrok. Demonstrasi yang menuntut pencopotan Kepala BWS itu berlangsung panas setelah massa memaksa masuk ke halaman kantor di Jalan Chr. Soplanit, Rumahtiga, Kecamatan Teluk Ambon.
Kericuhan terjadi saat salah satu peserta aksi memanjat pagar dan menyampaikan orasi dengan pengeras suara. Aksi itu memicu reaksi sejumlah pegawai BWS yang berusaha menghentikannya. Saling dorong dan kejar-kejaran antara demonstran dan pegawai tak terelakkan, sebelum akhirnya dilerai aparat Kepolisian Sektor Teluk Ambon yang berjaga di lokasi.
Puluhan pemuda dari Koalisi Ormas yang tergabung dalam Pemuda Lumbung Informasi Rakyat Provinsi Maluku dan Aliansi Koalisi Penggugat Korupsi (KPK) itu memprotes proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Waeapo di Kabupaten Buru yang tak kunjung rampung. Proyek senilai lebih dari Rp2,1 triliun itu dijadwalkan selesai pada 2023 dan diresmikan Presiden pada 2024.

“Ini aksi kedua kami setelah sebelumnya tidak direspons. Kami mendesak agar Kepala BWS Maluku dan Kasatker proyek segera dicopot karena tak becus menyelesaikan pekerjaan,” kata Salim Rumakefing, Ketua Pemuda LIRA Maluku, kepada titastory.id di lokasi.
Massa juga membakar ban bekas di depan pintu gerbang kantor yang tertutup rapat. Mereka menuntut transparansi penggunaan anggaran proyek yang telah dikerjakan sejak 2017, dan mendesak Kejaksaan Tinggi serta Polda Maluku untuk menyelidiki dugaan penyimpangan dana.
Pembangunan bendungan Waeapo mencakup dua paket besar: pembangunan bendungan utama oleh PT Pembangunan Perumahan dan PT Adhi Karya senilai Rp1,069 triliun, serta pembangunan pelimpah (spillway) oleh PT Hutama Karya dan PT Jasa Konstruksi sebesar Rp1,013 triliun. Ditambah dengan anggaran supervisi sebesar Rp74 miliar, total anggaran proyek ini mencapai Rp2,156 triliun.

Namun proyek tersebut sempat mendapat sorotan setelah dinding bendungan jebol pada Juli 2024 dan menggenangi 12 kampung di Kecamatan Waelata, Lolong Guba, dan Waeapo. Banjir merusak ratusan hektare sawah dan lahan hortikultura milik petani.
“Kami tidak menolak proyek PSN Bendungan Waeapo. Tapi proyek ini harus transparan dan memperhatikan dampak sosial dan lingkungan,” ujar Rumakefing.
Demonstran mengancam akan kembali turun ke jalan jika tuntutan mereka tidak ditanggapi oleh BWS Maluku maupun aparat penegak hukum.
Penulis : Redaksi