titastory, Seram Selatan – Pemerintah Negeri Tehoru dan Kepala Syahbandar Tehoru, Richard Peleitimu, menggelar rapat dengar pendapat (RDP) di Kantor Pelabuhan Laut Tehoru, Selasa, 17 Juni 2025. Pertemuan ini digelar sebagai respons atas desakan masyarakat adat dan pemuda terkait rusaknya ekosistem laut akibat aktivitas kapal yang lego jangkar sembarangan di pesisir Tehoru.
Dalam rapat tersebut, Pemerintah Negeri Tehoru mengajukan dua solusi utama: menerapkan sasi laut dan mendorong penggunaan sistem mooring buoy atau tambatan kapal tanpa menjatuhkan jangkar. Kedua solusi ini dinilai penting untuk mencegah kerusakan terumbu karang dan melindungi ekosistem laut.
Raja Negeri Tehoru, Hud Silawane, menegaskan bahwa sasi laut akan diberlakukan untuk semua jenis kapal yang berlabuh, bukan hanya kapal tongkang berukuran besar.
“Semua kapal dilarang buang jangkar karena pasti merusak ekosistem laut, apalagi terumbu karang,” ujar Silawane.

Ia menambahkan bahwa sanksi adat berupa ganti rugi telah disiapkan sebagai bagian dari pelaksanaan sasi laut. Ketentuan ini akan disosialisasikan secara menyeluruh kepada semua pihak yang berkegiatan di wilayah pesisir Negeri Tehoru.
“Bukan beta punya kepentingan, tapi ini demi jaga negeri,” tegasnya.
Sekretaris Negeri Tehoru, Karim Dim, juga menegaskan pentingnya penggunaan sistem mooring buoy sebagai solusi teknis. Sistem ini memungkinkan kapal untuk berlabuh tanpa harus menjatuhkan jangkar logam yang merusak dasar laut.
“Pihak tambang galian C di Laimu harus cor buih mati, kalau memang mau kapal berlabuh tanpa merusak laut,” tandas Karim.

Sementara itu, Kepala Syahbandar Tehoru, Richard Peleitimu, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah-langkah yang diambil Pemerintah Negeri Tehoru. Ia menilai, kedua solusi yang ditawarkan—baik sasi laut maupun tambatan mooring—adalah cara efektif untuk menjaga keseimbangan antara aktivitas pelayaran dan kelestarian lingkungan laut.
“Kalau memang mau pasang sasi, bukan saja masyarakat Tehoru. Beta juga yang akan kawal raja dan saniri di pesisir,” ucap Peleitimu.
RDP ini menandai langkah konkret kolaborasi antara otoritas pelabuhan dan masyarakat adat dalam menjaga ruang hidup dan sumber daya pesisir. Pemerintah Negeri Tehoru berkomitmen menerapkan kebijakan lingkungan berbasis adat demi keberlanjutan ekosistem laut.
Penulis: Sofyan Hattapayo