Menanti Keseriusan DPRD dan Kejaksaan Tinggi Maluku Selesaikan Kasus Sabuai

by
31/01/2021
Josua Ahwalam, Pemuda Asal Sabuai, sedang melakukan Orasi di Depan Kantor DPRD Maluku. Tampak Josua mengenakan pakaian adat alifuru pulau Seram.

TITASTORY.ID,- Kabar buruk datang dari Desa Sabuai, Kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku, 25 januaari 2021. Khaleb Yamarua dan Stefanus Ahwalam, dua pemuda Sabuai kembali mendapat surat panggilan pihak Reskrim Polres Bula, Seram Bagian Timur.

Khaleb serta Stefanus dipanggil guna kepentingan pemeriksaan dalam rangka penyelidikan dan tindak pidana. Mereka dipanggil dalam perkara tindak pidana kekerasan  terhadap barang dan atau pengrusakan alat berat milik direktur CV Sumber Berkat Makmur, Imanuel Quadarusman.

Kedua pemuda asal Sabuai ini nantinya akan menjalani pemeriksaan tahap dua sebelum diserahkan ke pihak Kejaksaan Negeri Bula untuk menjalani persidangan.

Khaleb Yamarua dan Stefanus Ahwalam, dua warga Sabuai yang ditetapkan sebagai tersangka Kasus Sengketa Lahan Hutan Adat

 

Apa penyebabnya ?

Khaleb dan Stefanus ditetapkan menjadi tersangka, dalam kasus pengrusakan alat berat milik CV.SBM, senin 17 februari 2020 lalu. Keduanya, saat ini masih berstatus sebagai tersangka oleh Polres Seram Bagian Timur. Namun tidak mendekam dipenjara. Mereka bersatus tahanan rumah dan wajib lapor.

Bersama Stefanus dan puluhan pemuda Sabuai, Khaleb melanjutkan perjalanan mereka ke Camp CV SBM yang kini tak beroperasi.

Pemuda Sabuai Hentikan Pekerjaan Pembalakan Kayu CV SBM di Lokasi Gunung Ahwalam

Tak banyak yang bisa berdiri didepan untuk menentang ketidakadilan dan berjuang membela hutan adat yang telah digenerasikan turun temurun. Bahkan lumrah bagi masyarakat adat untuk berjuang mempertahankan tanah yang memberikan mereka makan dan minum.

Khaleb dan Stefanus mampu berjuang untuk memperjuangkan dan melindungi hutan adat dari perusahan kayu.

Khaleb Yamarua tengah mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum, Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon. Saat ini Ia berada pada semester delapan. Mahasiswa Fakultas hukum Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon ini sudah tiga tahun menginjakan kakinya di bangku perkuliahan fakultas hukum.

Perjuangan mempertahankan hutan adat membuat Ia, beberapa bulan tidak fokus untuk belajar. Apalagi pasca ditetapkan sebagai tersangka bersama kerabatnya Stefanus.

“Terhadap peristiwa saat itu tentunya sangat menyita aktivitas saya sebagai mahasiswa yang baru kuliah di fakultas hukum Unpatti Ambon. Saya harus wajib lapor dan itu harus membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga saya harus mengorbankan kuliah saya,”kata Khaleb.

Meski begitu kata Khaleb tidak membuatnya untuk menyerah dan berjuang hutan adat yang dititipkan leluhurnya itu.

Cerita yang sama datang dari Stefanus Ahawallam. Pemuda negeri Sabuai. Ia adalah kerabat Khaleb dan Josua. Mereka keluarga dekat.

Cerita Stefanus tak berbeda jauh dengan kerabatnya Khaleb. Mereka berjuang mempertahankan hutan adat. Ditangkap. Bahkan ditetapkan sebagai tersangka oleh komisaris CV SBM hingga saat ini.

Stefanus bercerita tentang aksi pemalangan dan pengrusakan alat berat milik CV. Sumber Berkat Makmur (SBM) berakhir penahanan 26 orang masyarakat adat  Sabuai, kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur dipolisikan perusahan CV. Sumber Berkat Makmur (SBM).

“Kami semua ditangkap di Sabuai dan dibawa menuju Polsek Werinama untuk dilakukan pemeriksaan, itu atas laporan dari pimpinan  perusahan CV SBM, Imanuel Quadarusman.

Diceritakan, dari 26 warga yang diperiksa, 3 warga telah  dizinkan pulang ke rumah mereka masing-masing. Ketiga warga ini adalah anak-anak dan masih sekolah.

“Seingat saya kami di periksa di Mapolsek Werinama, hari kamis 20 februari 2020. Kami diperlakukan tidak wajar dan dikriminalisasi,”kata Stefanus sembari mengingat peristiwa pertengahan februari 2020 lalu.

Lalu bagaimana nasib masyarakat ?

Selasa, 26 januari 2020, puluhan mahasiswa gabungan yang menamakan diri “Save Welihata” melakukan aksi unjuk rasa di geedung DPRD Provinsi Maluku Karang Panjang Ambon. Dalam aksinya mahasiswa menagih janji DPRD Maluku, untuk mengawal kasus pembalakan liar yang dilakukan oleh Komisaris CV SBM Imanuel Quadarusman yang berujung pembalakan kayu di  hutan Sabuai secara illegal.

Aksi dilakukan oleh gabungan mahasiswa dan juga masyarakat adat Sabuai di depan kantor DPRD Provinsi Maluku, Karang Panjang Ambon selasa pagi itu diiringi dengan tarian adat oleh sejumlah mahasiswa Sabuai (Welihata).

Di hadapan perwakilan DPRD, masyarakat mendesak DPRD tetap mengawal dan menindaklanjuti surat pernyataan sikap komisaris CV SBM, Imanuel Quadarusman. Mereka juga meminta DPRD memenuhi janji-janji untuk berkoordinasi dengan Kapolda Maluku untuk membebaskan status tersangka terhadap dua warga Sabuai.

“Kami berharap DPRD tidak ingkar janji terhadap dua warga Sabuai yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Bula,” Ucap Josua Ahwalam, Kordinator aksi saat membacakan penyataan sikap di hadapan sejumlah fungsionaris DPRD Maluku.

Selain dua tersangka yang disebut, para pendemo juga meminta DPRD Maluku untuk mendorong kasus illegal logging yang dilakukan oleh perusahan

Pendemo yang berasal dari Mahasiswa Welihata ini juga meminta agar DPRD tetap mengawal isi surat pernyataan yang dibuat oleh Imanuel Quadarusman pada tanggal 4 maret 2020. Saat itu dihadapan pimpinan dan anggota DPRD Imanuel alias Yongki mengakui telah perbuatannya dengan menyerobot lahan milik masyarakat adat Sabuai.

Aksi yang dilakukan kurang lebih dari dua jam di depan gerbang kantor DPRD Maluku, Karang Panjang ini langsung ditanggapi oleh sejumlah anggota DPRD yang langsung menemui para pendemo.

Mereka yang menemui pendemo diantaranya, Wakil ketua DPRD Maluku, Melkias Sairdekut, serta dua anggota DPRD lainnya, yakni Benhur Watubun dan Azis Tihu.

“Jadi kita akan tetap terima, kita akan tetap tindaklanjuti  sesuai janji kami. Ini ada wakil ketua DPRD, beliau menegaskan untuk segera disposisi untukj nantinya melakukan rapat dan kita akan tuntaskan,”ucap Watubun di depan pendemo.

Janji para politikus ini tak serta merta diiyakan oleh para mahasiswa, mereka menegaskan janji DPRD dengan sebuah ritual adat “ makan sirih pinang”. Ritual makan sirih pinang sendiri, merupakan ritual adat, yang biasanya digelar saat acara adat, atau sumpah, maupun pertikaian yang berujung damai sehingga melakukan perdamaian dengan makan pinang.

Sejumlah tokoh adat yang datang melakukan ritual sembari melayangkan doa-doa kepada Tuhan dan leluhur agar perjuangan masyarakat Sabuai mencari keadilan bisa segera dikawal oleh DPRD Maluku sebagai wakil rakyat.

Usai melakukan ritual makan pinang, sejumlah anggota DPRD serta pimpinan DPRD Melkias Sairdekut pun langsung memakan “siri pinang”.

Tua Adat Sabuai, Ibeng Nisdoam sementara melakukan Ritual adat dalam acara makan siri pinang oleh Anggota DPRD Maluku di Kantor DPRD Maluku, Karang Panjang, selasa 26 januari 2020.

 

Dengan prosesi ritual tersebut, masyarakat adat Sabuai berharap mereka tetap memegang janji-janji yang disampaikan kepada mereka.

Selain mendatangi kantor DPRD Provinsi Maluku, aksi yang sama dari mahasiswa Welihata ini juga dilakukan di depan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku. Tuntutan yang sama juga dilontarkan para mahasiswa. Satu diantaranya mendesak Kejaksaan Tinggi Maluku untuk mendesak Kejari Seram Bagian Timur untuk mempercepat proses hukum tersangka Imanuel Quadarusman  dalam kasus illegal logging.

Menurut mahasiswa ini, kasus Pembalakan liar dan perambahan kawasan hutan di Desa Sabuai terhenti di meja Kejaksaan Negeri Bula, Seram Bagian Timur. Berkas perkara penyidikan, barang bukti penyidik GAKKUM, KLHK  Wilayah Maluku-Papua mengendap di meja Kejari Bula Seram Bagian Timur.

Apa penyebabnya ?

Kepala Kejaksaan Negeri Bula, Muhammad Ilham saat ditemui jurnalis titastory.id, 11 Januari 2020 di Kantor Kejaksaan Negeri Bula, Seram Bagian Timur mengatakan penyerahan berkas, tersangka dan barang bukti telah dilakukan, oleh penyidik GAKKUM, KLHK  Wilayah Maluku-Papua, maret 2020. Namun  karena ketidaksesuian data di lapangan membuat Kejari Bula terpaksa memulangkan berkas berita acara penyelidikan tersebut.

“Ketika tim Jaksa dan tim penyidik turun ke lapangan atau TKP, hanya ditemukan 50 batang pohon, sedangkan dalam berita acara penyidkan adalah sebanyak 100 potong. Nah, kita menemukan datanya tidak sinkron, itu masalahnya,” ungkap Kepala Kejaksaan Negeri SBT,  Muhammad Ilham kepada story, senin 11 januari 2020.

Kepala Kejaksaan Negeri Bula, Muhammad Ilham saat ditemui jurnalis titastory.id, 11 Januari 2020 di Kantor Kejaksaan Negeri Bula, Seram Bagian Timur.

Ilham yang mengaku baru menduduki jabatan sebagai Kajari Bula ini mengatakan, atas ketidakcocokan barang bukti, pihaknya telah mengembalikan berkas  disertai petunjuk atau P19 untuk dilengkapi penyidik.

Menurutnya, penyidik harus dapat mesinkronkan jumlah barang bukti  sesuai petunjuk yang diminta jaksa.

“Saya tau kasus ini sedang bergulir. Kasus ini sudah di kami, namun kami belum bisa  terima karena BB-nya yang tidak sinkron. Makanya, kita kembalikan ke penyidik untuk sinkronkan BB, 100 potong kayu atau 50 potong,” jelas Kajari.

Ilham menyebutkan, secara formil barang bukti  sangatlah penting,  karena  berkaitan dengan pembuktian perkara di pengadilan.  Apalagi  saat eksekusi nanti  barang bukti harus sesuai dengan BAP.

Terkait dengan keharusan menghadirkan barang bukti di pengadilan, kata Ilham, hal itu  merupakan sebuah keharusan.  Namun mengingat kondisi TKP yang jauh, Ilham menegaskan dapat menggunakan foto/video  atau sampel.

“Jadi demikian. Menyoal BB-nya harus dihadirkan tentu secara aturan harus. Tapi mengingat TKPnya jauh, makanya  foto atau dokumentasi juga bisa. Yang pasti, BB-nya aman dan ada yang menjaga serta menjaminkan BB itu aman,” terang dia.

Soal P19, Penyidik Dan Jaksa Beda Keterangan

Sementara itu, PLT Gakkum KLHK  Maluku dan Papua, Adam Hasyim yang dikonfirmasi, mengakui adanya ketidaksesuaian barang bukti.

Hasyim mengungkapkan, tim penyidik bersama jaksa telah menuju Desa Sabuai untuk pemeriksaan barang bukti, dan menemukan adanya ketidaksesuaian jumlah kayu.  Namun Hasyim tidak menjelaskan secara rinci, ke mana raibnya 50 batang kayu tersebut, yang  disebutnya sulit diawasi karena lokasi yang sangat jauh.

Terkait dengan P19, Hasyim memberikan keterangan yang berbeda dengan pernyataan yang disampaikan Kajari Bula. Dia mengatakan saat ini pihaknya tidak menerima P19 dari jaksa sebagai petunjuk untuk melengkapi berkas. Dia bahkan menegaskan, penyidik hanya  tinggal menunggu untuk melakukan penyerahan tahap II saja, karena berkas tersebut tidak bermasalah.

“Harusnya kalau tidak lengkap kan dikeluarkan P19, tapi ini kan tidak ada, jadi kami beranggapan tidak ada masalah sampai sekarang. Kami tidak tau kalau ada petunjuk lagi untuk dilengkapi,”tukasnya.

Bagaimana reaksi masyarakat ? Kasus pembalakan liar di Hutan Desa Sabuai, Kecamatan Siwalalat kabur alias tak jelas. Ironisnya, pimpinan perusahan CV Sumber Berkat Makmur, Imanuel Quadarusman tidak diketahui keberadaannya setelah ditahan  oleh Gakkum KLHK Wilayah Maluku-Papua sebagai tahanan kota di Polda Maluku.

Pimpinan Perusahan CV SBM Imanuel Quadarusman ditahan Gakkum dan dititipkan di Tahanan polda Maluku

Ketidakspastian hukum dari penyidik Gakkum KLHK Wilayah Maluku-Papua dan juga Kejaksaan Negeri Bula Seram Bagian Timur, membuat masyarakat melakukan aksi unjuk rasa, selasa 26 januari 2020 lalu menuntut agar kasus tersebut segera ditindaklanjuti oleh pihak berwenang. (TS-01)

error: Content is protected !!