Sebagian Barang Bukti Illegal Logging Di Hutan Adat Sabuai Raib

by
26/01/2021
Balai Gakkum Maluku Papua menyita 50 batang kayu gelondongan dengan ukuran panjang 15 meter berdiameter 40-50 Cm, yang langsung telah diamankan bersama alat berat. Foto : titastory

TITASTORY.ID,-Dugaan praktek illegal logging di Hutan Adat Negeri Sabuai,  Kecamatan Siwalalat Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) yang dilakukan Direktur CV SBM, Imanuel Quadarusman, sepertinya belum bisa sampai ke meja hijau. Pasalnya, barang bukti  yang selama ini berada di kamp perusahaan CV SBM  sebagian telah raib.

Dari berita acara penyidikan, barang bukti yang telah disita sesuai penetapan pengadilan adalah sebanyak 100 batang kayu log. Namun  saat ini barang bukti dari hasil kejahatan lingkungan itu hanya tersisa  50 batang kayu saja. Belum diketahui kemana dan siapa yang  berani memindahkan sebagian barang bukti yang berada dibawah tanggungjawab   penyidik GAKKUM, KLHK  Wilayah Maluku-Papua tersebut.

Raibnya  sebagian barang bukti ini juga  baru terungkap saat tim penyidik Gakkum melakukan kunjungan bersama pihak Kejari Bula, Seram Bagian Timur untuk melakukan pengecekan barang bukti, guna kepentingan tahap dua.

Temuan ini mengakibatkan tahap dua berupa penyerahan berkas, tersangka dan barang bukti  urung dilakukan,  karena ketidaksesuian data.

Masyarakat adat yang mencari keadilan atas pengrusakan hutan adat mereka, kini harus kembali sabar menunggu. Padahal Imanuel Quadarusman alias Yongki, telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Maret 2020 lalu.

“Ketika tim Jaksa dan tim penyidik turun ke lapangan atau TKP,  hanya ditemukan 50 batang pohon, sedangkan dalam berita acara penyidkan adalah sebanyak 100 potong. Nah, kita menemukan  datanya   tidak sinkron, itu masalahnya,” ungkap Kepala Kejaksaan Negeri SBT,  Muhammad Ilham kepada wartawan, kemarin.

Kepala Kejaksaan Negeri SBT, Muhammad Ilham kepada wartawan di ruang kerjanya kantor Kejari Bula, senin (11/1/2021).

Ilham yang mengaku baru menduduki jabatan sebagai Kajari Bula ini mengatakan, atas ketidakcocokan barang bukti, pihaknya telah mengembalikan berkas  disertai petunjuk atau P19 untuk dilengkapi penyidik.

Menurutnya, penyidik harus dapat mesinkronkan jumlah barang bukti  sesuai petunjuk yang diminta jaksa.

“Saya tau kasus ini sedang bergulir. Kasus ini sudah di kami, namun kami belum bisa  terima karena BB-nya yang tidak sinkron. Makanya, kita kembalikan ke penyidik untuk sinkronkan BB, 100 potong kayu atau 50 potong,” jelas Kajari.

Ilham menyebutkan, secara formil barang bukti  sangatlah penting,  karena  berkaitan dengan pembuktian perkara di pengadilan.  Apalagi  saat eksekusi nanti  barang bukti harus sesuai dengan BAP.

Terkait dengan keharusan menghadirkan barang bukti di pengadilan, kata Ilham,  hal itu  merupakan sebuah keharusan.  Namun mengingat kondisi TKP yang jauh, Ilham menegaskan dapat menggunakan foto/videp  atau sampel.

“Jadi demikian. Menyoal BB-nya harus dihadirkan tentu secara aturan harus. Tapi mengingat TKPnya jauh, makanya  foto atau dokumentasi juga bisa. Yang pasti, BBnya aman dan ada yang menjaga serta menjaminkan BB itu aman,” terang dia.

Sementara itu, PLT Gakkum,  Maluku dan Papua, Adam Hasyim yang dikonfirmasi,  mengakui adanya ketidaksesuaian barang bukti.

Hasyim mengungkapkan, tim penyidik bersama jaksa telah menuju Desa Sabuai untuk pemeriksaan barang bukti, dan menemukan adanya ketidaksesuaian jumlah kayu.  Namun Hasyim tidak menjelaskan secara rinci, ke mana raibnya 50 batang kayu tersebut, yang  disebutnya sulit diawasi karena lokasi yang sangat jauh.

Terkait dengan P19, Hasyim memberikan keterangan yang berbeda dengan pernyataan yang disampaikan Kajari Bula. Dia mengatakan saat ini pihaknya tidak menerima P19 dari jaksa sebagai petunjuk untuk melengkapi berkas. Dia bahkan menegaskan, penyidik hanya  tinggal menunggu untuk melakukan penyerahan tahap II saja, karena berkas tersebut tidak bermasalah.

“Harusnya kalau tidak lengkap kan dikeluarkan P19, tapi ini kan tidak ada, jadi kami beranggapan tidak ada masalah sampai sekarang. Kami tidak tau kalau ada petunjuk lagi untuk dilengkapi,”tukasnya.

Sebelumnya, Bupati SBT Abdul Mukti Keliobas telah menerbitkan Iijin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) Tanaman Pala kepada CV. SBM. Celakanya, di lapangan perusahaan ini justru membabat kayu secara liar di hutan Sabuai.

Pihak CV. SBM mengklaim sudah punya Ijin lokasi, Ijin Usaha Perkebunan Budidaya Tanaman Pala, dan Ijin Pemanfaatan Kayu. Namun terbongkar dokumen ijin lingkungan perusahaan ini belum diproses Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku. Eksploitasi hutan Sabuai Kecamatan Siwalalat Kabupaten SBT pun sudah terjadi.

Quadarusman yang sebenarnya  mengincar kayu, sengaja menggunakan IUP-B Tanaman Pala CV. SBM yang dikeluarkan oleh Bupati Kabupaten SBT, Abdul Mukti Keliobas sebagai  rujukan  ke Dinas Kehutanan Provinsi Maluku  untuk menyetujui Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) .  Kemudian di SK-kan oleh Gubernur Provinsi Maluku, Surat Keputusan Bupati SBT Nomor 526/64 Tahun 2018 Tanggal 1 Februari 2018 tentang pemberian ijin lokasi untuk tanah seluas 1.183 hektar.

Hutan Siwe di sekitar Daerah Aliran Sungai Rusak Akibat penebangan Kayu Secara liar oleh CV. SBM.
Foto : titastory

Rekomendasi Gubernur Maluku bernomor 552-43 Tahun 2018 tanggal 13 Februari 2018 tersebut, tentang kesesuaian lahan dengan rencana makro pembangunan perkebunan Provinsi Maluku kepada CV. SBM untuk melakukan investasi, dan rencana makro perkebunan pala di Desa Sabuai Kecamatan Siwalalat Kabupaten SBT.

Disusul Surat Keputusan Bupati SBT Nomor 151 Tahun 2018 tertanggal 8 Maret 2018 tentang pemberian Ijin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) di Desa Sabuai Kecamatan Siwalalat Kabupaten SBT dengan luas areal 1.183 hektar. IUP-B untuk usaha perkebunan tanaman pala.

Dua bulan berselang, karena ada kayu (pepohonan) di areal hutan Sabuai, maka dikeluarkan lagi Surat Keputusan Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Nomor 52.11/SK/DISHUT-MAL/459 Tanggal 25 April 2018 tentang persetujuan IPK Tahap I, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Maluku Nomor 522.11/SK/DISHUT-MAL/250/2018 Tanggal 30 April 2018, tentang Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) dengan luas lahan 371 hektar.

Tidak puas dengan penebangan areal yang telah ditentukan,  Quadarusman dengan beraninya merangsek hingga masuk ke hutan adat,  sehingga memicu kemarahan warga.

Larangan  telah disampaikan agar penebangan segera dihentikan,  namun  ternyata tidak digubris CV SBM.  Tidak tinggal diam, laporan  dilayangkan warga ke Dirkrimum Polda Maluku,  tetapi  tidak direspons. Warga akhirnya memilih  langkah terakhir dengan memasang sasi adat untuk melindungi hutan adat mereka.

Bukannya menghentikan aksinya, alat berat milik Quadarusman tetap masuk merobohkan pohon-pohon yang telah berusia ratusan tahun.

Warga yang melihat hal itu,  akhirnya nekat  melakukan penghadangan dan melempari kaca  alat berat.

Quadarusman yang memiliki pertemanan  akrab dengan aparat keamanan setempat  langsung melapor, dan akhirnya dua warga ditetapkan sebagai tersangka pengrusakan.  Sedangkan pengrusakan lingkungan yang dilakukan oleh Quadarusman tetap berlanjut. Kasus ini kemudian menjadi viral, dan menarik perhatian publik. Dukungan diberikan kepada warga adat Sabuai, agar terus berjuang mempertahankan hutan mereka.

Quadarusman akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik GAKKUM, KLHK  Wilayah Maluku-Papua .

Imanuel Quadarusman alias Yongki, ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik GAKKUM, KLHK Wilayah Maluku-Papua tersebut.

Bupati SBT kemudian mencabut ijin CV. SBM. Meski begitu, Hutan Sabuai sudah dieksploitasi oleh perusahaan tersebut.

Menariknya, berkas milik dua warga  adat dalam waktu dekat akan dilimpahkan tahap II ke Kejari SBT, sedangkan kasus yang menjerat Imanuel Quanandar malah mandek.

Hingga berita ini diterbitkan,  berkas perkara tersangka Imanuel masih mengendap di meja PPNS. Penyidik menjerat Imanuel Qudaresman sebagai tersangka, dengan melanggar Pasal 12 Huruf k Jo. Pasal 87 Ayat 1 Huruf 1 dan/atau Pasal 19 Huruf a Jo. Pasal 94 Ayat 1 Huruf a, Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimum Rp 100 miliar.

Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum KLHK sebelumnya menegaskan,   pemberantasan pengrusakan hutan khususnya illegal logging merupakan prioritas KLHK.

Kejahatan illegal logging di Maluku, Papua serta beberapa wilayah lainnya masih marak terjadi. “Kami telah menindak 373 kasus illegal logging. Illegal logging tidak hanya merugikan negara, tapi juga mengancam keselamatan manusia, mengganggu kesimbangan alam,” tegasnya.

Pelaku kejahatan seperti ini, lanjutnya, harus dihukum seberat-beratnya. Mereka harus ditindak tegas. Tidak boleh dibiarkan kejahatan seperti ini terus terjadi. Mencari keuntungan dengan cara merugikan negara, mengorbankan lingkungan serta keselamatan masyarakat adalah kejahatan yang luar biasa.

“Sudah sepantasnya mereka dihukum seberat-beratnya. Kami sangat serius dan tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan illegal logging,” kata Rasio Sani. (TS-01)

error: Content is protected !!