titastory.id, jayapura – Kabar mengejutkan datang dari Ndugama pada Sabtu, 21 September 2024. Egianus Kogeya dan pasukannya secara tiba-tiba melepaskan Kapten Philips Mark Mehrtens, pilot Susi Air asal Selandia Baru, yang telah disandera sejak 7 Februari 2023.
Yang mengejutkan, pembebasan ini tak sesuai dengan proposal yang diajukan oleh Komando Pusat TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat) kepada pemerintah Indonesia dan Selandia Baru.
Dilansir dari media suarapapua.com dengan judul: EDITORIAL: Pembebasan Kapten Philips, Keberhasilan Indonesia? menyebutkan, Sebby Sambom, juru bicara TPNPB, mengumumkan pada Selasa, 17 September 2024, bahwa terdapat sejumlah syarat dalam proposal tersebut. Skenario pembebasan pilot, termasuk kehadiran tim fasilitator, menjadi bagian dari rencana tersebut.
Namun, tanpa mengindahkan skenario tersebut, pembebasan hari ini terjadi secara tiba-tiba. Pertanyaan pun muncul: siapa sebenarnya aktor di balik pembebasan ini? Apakah benar Egianus Kogeya secara langsung memerintahkan pelepasan? Dan apakah Satgas Damai Cartenz turut andil dalam keberhasilan ini?
Desas-desus menyebutkan bahwa sejumlah pejabat daerah dan tokoh keluarga tertentu ikut terlibat dalam proses pembebasan ini dengan “membujuk” Egianus Kogeya. Media suarapapua.com melaporkan foto-foto yang memperlihatkan sang pilot berpose bersama pejabat daerah di dalam helikopter, memicu spekulasi bahwa pembebasan ini jauh dari skenario yang telah diajukan oleh TPNPB.
Meskipun tidak jelas apa jaminan bagi aktor yang terlibat dalam proses ini, pembebasan Kapten Philips tentu disambut gembira setelah satu tahun lebih ia berada dalam penyanderaan sejak insiden di Lapangan Terbang Paro.
Bagi Indonesia, keberhasilan pembebasan ini bisa dianggap sebagai kemenangan. Namun, di sisi lain, hal ini juga menjadi cermin kegagalan dalam menyelamatkan seorang warga negara asing yang telah bersama TPNPB selama 19 bulan di belantara Ndugama.
Dalam operasi pembebasan yang berlangsung selama satu tahun tujuh bulan, berapa banyak korban jiwa dari warga sipil yang jatuh? Namun, akhirnya Egianus Kogeya dan pasukannya, atas dasar kemanusiaan, memilih untuk membebaskan Kapten Philips dengan cara yang mereka anggap terhormat.
Terlepas dari berbagai spekulasi, mereka (orang Papua-red) katanya layak mengucapkan selamat kepada Kapten Philips yang kini bebas dari belantara Ndugama dan akan segera berkumpul kembali dengan keluarganya di Selandia Baru.
Sementara itu, seorang netizen bernama Jeve Juane berkomentar di akun Facebook suara papua, pada kolom komentarnya menyatakan bahwa pembebasan ini menunjukkan bahwa TPNPB, di bawah pimpinan Egianus Kogeya, masih menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam perjuangan mereka. Mereka mengklaim bahwa pembebasan ini bukanlah kemenangan Indonesia, melainkan bukti bahwa TPNPB mampu melawan stigma teroris yang selama ini disematkan kepada mereka.
Menurutnya, perjuangan TPNPB-OPM untuk menentukan nasib sendiri tetap menjadi tujuan utama, dengan tetap mengedepankan nilai kemanusiaan sesuai hukum internasional.
Di lain sisi, pembebasan Kapten Philips ini memicu kritik keras terhadap pemerintah Indonesia, dengan tuduhan media yang menyebarkan informasi tidak akurat kepada masyarakat, serta merujuk pada sejarah Pepera yang kontroversial, perusakan alam Papua atas nama pembangunan, dan eksploitasi kekayaan alam Papua.
Akun Facebook atas nama Ronald Guevara Fwp turut berkomentar mengenai pembebasan pilot Susi Air, Philips Mark Mehrtens, oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Menurutnya, TPNPB merupakan pejuang kemerdekaan sejati (Freedom Fighter) yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, terutama dalam penanganan tawanan perang atau sandera. Hal ini, katanya, terbukti dari pembebasan Kapten Philips, pilot asal Selandia Baru yang telah disandera selama satu tahun lima bulan oleh TPNPB Kodap III Ndugama Derakma di bawah komando Brigadir Jenderal Egianus Kogoya.
Ronald menekankan bahwa selama penyanderaan, tidak ada kekerasan fisik maupun psikologis yang dilakukan terhadap Kapten Philips, yang menurutnya menjadi bukti bahwa TPNPB bekerja secara profesional sesuai dengan hukum humaniter internasional. Ia menegaskan bahwa TPNPB mengedepankan kemanusiaan, berbeda dari stigma yang sering kali dilekatkan oleh pemerintah Indonesia dan aparat TNI-Polri, yang kerap menggambarkan mereka sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau Separatis Teroris (KST) yang kejam.
Dalam komentarnya, Ronald juga mengkritik narasi yang dibangun oleh media-media arus utama di Indonesia, yang menurutnya sering mempropagandakan heroisme manipulatif TNI-Polri dalam pembebasan sandera. Ia menegaskan bahwa operasi pembebasan sandera hari ini berjalan lancar sesuai dengan rencana yang disusun oleh TPNPB. Ronald bahkan menganggap pembebasan ini sebagai bukti kelemahan TNI-Polri, yang meskipun terlatih, tidak mampu membebaskan sandera dari tangan pasukan TPNPB, yang disebutnya sebagai rakyat sipil bersenjata.
Ia menutup komentarnya dengan menyatakan bahwa Philips Mark Mehrtens akan menjadi saksi hidup yang nantinya akan menyampaikan kepada keluarganya, negaranya, dan dunia internasional bahwa rakyat Papua tetap teguh dalam memperjuangkan kemerdekaannya dari kolonialisme Indonesia.
TNI-Polri Klaim Sukses Bebaskan Philips Mark
Berbeda dengan klaim dari TPNPB, pihak TNI-Polri menyatakan keberhasilan dalam membebaskan Kapten Philips Mark Mehrtens, pilot Susi Air asal Selandia Baru. Berdasarkan rilis yang diterima dari Penerangan Kodam Pattimura, aparat gabungan TNI-Polri berhasil membebaskan pilot yang telah disandera oleh kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) di bawah pimpinan Egianus Kogeya pada Sabtu, 21 September 2024.
“Pilot Susi Air, Philips Mark Mehrtens, berhasil dibebaskan oleh aparat gabungan TNI-Polri berkat kerja sama seluruh pihak dan masyarakat,” ungkap Panglima Kogabwilhan III, Letjen TNI Bambang Trisnohadi, dalam konferensi pers di Lanud Yohanis Kapiyau, Timika, Papua Tengah.
Kapten Philips telah disandera oleh OPM sejak 7 Februari 2023, setelah mendaratkan pesawat Susi Air PC-6/PK-BVY di Distrik Paro, Kabupaten Nduga. Setelah 1 tahun 7 bulan penyanderaan, ia akhirnya dibebaskan dengan selamat dan mendarat di Lanud Yohanis Kapiyau menggunakan helikopter dari Kampung Yuguru, Distrik Mebarok, Nduga.
Setibanya di Lanud, Kapten Philips segera diperiksa oleh tim kesehatan dan psikologi untuk memastikan kondisinya. Panglima Kogabwilhan III beserta sejumlah pejabat TNI-Polri turut menyambut pilot tersebut.
Menurut Letjen TNI Bambang, pembebasan ini berhasil dilakukan melalui pendekatan soft approach, berupa komunikasi dan koordinasi intensif antara aparat gabungan TNI-Polri dengan berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat dan agama, serta kementerian dan lembaga terkait. Pendekatan ini bertujuan memastikan keselamatan Kapten Philips tanpa perlu menggunakan tindakan represif.
Pembebasan ini juga dianggap sebagai bentuk nyata pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua. Inpres ini memberikan landasan bagi TNI untuk mendukung pengamanan, membantu pemerintah daerah dalam penyediaan layanan dasar, serta mengedepankan komunikasi sosial inklusif di wilayah Papua.
Keberhasilan pembebasan ini dinilai sebagai bukti profesionalisme dan kemanusiaan TNI-Polri dalam menjalankan tugas di Papua, di tengah upaya menjaga stabilitas dan keamanan di wilayah tersebut. (TS-01)