titastory.id, banda naira – Coastal and Small Islands People Summit 2024 yang digelar di Kepulauan Banda Naira, Maluku, diikuti delapan belas organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Jaring Nusa Kawasan Timur Indonesia mengajukan seruan tegas. Pertemuan tahunan ketiga ini bertujuan untuk menuntut pengakuan dan perlindungan wilayah pesisir, laut, serta pulau-pulau kecil di kawasan tersebut.
Forum ini hadir sebagai respons terhadap transisi kepemimpinan nasional, di mana Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka terpilih sebagai presiden dan wakil presiden. Jaring Nusa mengecam absennya political will dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama satu dekade terakhir yang dinilai kurang memberikan perlindungan terhadap hak masyarakat pesisir dan pulau kecil.
Jaring Nusa menilai bahwa pemerintahan Jokowi lebih memprioritaskan investasi besar dengan mengeluarkan regulasi yang merugikan masyarakat pesisir. Kepemimpinan Prabowo dan Gibran dipandang akan melanjutkan kebijakan serupa yang mengutamakan investasi ekstraktif dan perampasan ruang laut.
Dalam Resolusi Banda Naira 2024, Jaring Nusa menggarisbawahi enam isu utama:
- Krisis Iklim
Jaring Nusa mendesak pemerintahan baru untuk melindungi masyarakat pesisir dan pulau kecil dari dampak krisis iklim. Evaluasi dan pencabutan UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja serta UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dianggap perlu. RUU Keadilan Iklim harus menjadi prioritas dalam Prolegnas 2025. - Pengelolaan Ruang Laut
Jaring Nusa meminta agar integrasi tata ruang darat dan laut dihentikan hingga hak-hak masyarakat pesisir diakomodasi dengan baik dalam perencanaan. Pendekatan sektoralisme dianggap tidak memadai untuk mengakui dan melindungi hak masyarakat pesisir. - Kedaulatan Pangan, Air, dan Ekonomi Lokal
Pemerintah diharapkan memprioritaskan kedaulatan pangan dan air serta ekonomi lokal. Jaring Nusa menuntut penghentian pembangunan yang merusak sumber pangan dan air serta ekonomi lokal masyarakat pesisir. - Industri Ekstraktif
Jaring Nusa mendesak penghentian total industri ekstraktif di wilayah pesisir dan pulau kecil. Pertambangan nikel, emas, dan pasir laut yang merusak daya dukung ekologis harus dihentikan secara permanen. - Konservasi dan Perikanan Berkelanjutan
Konservasi harus berfokus pada keadilan ekologis dan iklim, bukan hanya pada target global seperti carbon trade. Kritik tajam juga diarahkan pada kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) yang dinilai mendorong eksploitasi sumber daya ikan. - Ancaman Bencana Ekologis
Desain mitigasi bencana harus mempertimbangkan kerentanan wilayah pesisir, laut, dan pulau kecil. Pemerintahan baru diminta memperkuat regulasi perlindungan terhadap ancaman bencana, tanpa menyamakan pembangunan di wilayah pesisir dengan daratan besar.
Pernyataan Pegiat
Asmar Exwar dari Jaring Nusa menegaskan pentingnya perlindungan wilayah pesisir dan pulau kecil serta kebutuhan untuk mengatasi ancaman krisis iklim dan eksploitasi sumber daya alam. Gadri R. Attamimi dari Yayasan EcoNusa menambahkan bahwa kearifan lokal harus diperkuat untuk melindungi keanekaragaman hayati. Sementara itu, Parid Ridwanuddin dari WALHI Nasional menekankan pentingnya keadilan ekologis dalam agenda pemerintah baru.
Faizal Ratuela dari WALHI Maluku Utara dan M. Yusuf Sangadji dari JALA INA juga menyoroti dampak negatif kebijakan saat ini terhadap masyarakat pesisir dan pulau kecil. Jefri dari PGM Malaumkarta mengingatkan agar regulasi mengakui dan melindungi hak masyarakat adat, sementara Pius Jodho dari Yayasan Tananua Flores mendorong pengembangan pangan lokal yang tahan perubahan iklim.
Amin Abdullah dari NTB dan Andi Anwar dari Yayasan Bonebula mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap dampak perubahan iklim dan eksploitasi terhadap ekosistem pesisir. Terakhir, Jull Takaliuang dari Yayasan Suara Nurani Minaesa meminta penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pertambangan ilegal. (TS-01)