titaStory.id,ambon – Aktivis anti korupsi Fredi Moses Ulemlem meminta agar Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarno Putri bersama jajaran untuk tidak memberikan rekomendasi kepada Barnabas Nataniel Orno baik sebagai calon Gubernur maupun sebagai Calon Wakil Gubernur Maluku.
Ketegasan oleh Ulemlem yang disampaikan ke titastory,id, sabtu (18/05/2024) lewat pesan whatsApp, karena pria dengan sapaan dekat Abas Orono kini telah berstatus sebagai terlapor di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan kasus korupsi Rumah Sakit (RS) Pratama Letwurung yang anggarannya bersumber dari dana Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2017 senilai Rp 43 Miliar lebih.
Dia menjelaskan selain Abas Orno juga adalah terlapor di KPK tahun 2016 dan terperiksa tahun 2019 atas dugaan kasus gratifikasi Rp 8 Miliar saol apa yang terjadi di Pulau Romang, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) sehingga jika partai besutan Megawati ini memberikan rekomendasi kepada yang bersangkutan maka dipastikan akan merugikan.
Berdasarkan bukti tanda terima surat atau dokumen yang dikantongi titastory.id, BO dilaporkan Februari 2023. Pelapor adalah Fredi M. Ulemlem yang menujukan laporan ke Ketua KPK, dan diterima oleh Bidang Pengaduan dan Penindakan KPK.
“Saya minta PDI-P tidak memberikan rekomendasi kepada yang bersangkutan karena yang bersangkutan berstatus terlapor di KPK atas dugaan Korupsi. Saya yakin PDI-P tidak sembarangan berikan rekomendasi pada orang yang salah karena PDI-P bukan partai abal-abal,” ujar Ulemlem.
Pria yang berprovesi selaku advokad ini juga menerangkan bahwa, Maluku butuh calon pemimpin yang bersih dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Maluku butuh pemimpin yang punya kapasitas dan integritas yang tinggi, bukan sekedar menjadi pemimpin dan punya catatan buruk di pemerintahan. Rakyat Maluku tidak ingin punya pemimpin yang buruk.
KKN Jadi Trade Mark
Menjelaskan sedikit atas kondisi yang dalam pengamatannya, bahwa suka tidak suka, KKN seolah telah menjadi trade mark (mereka dagang) di negeri ini. Praktik promosi bergaya lobi untuk mendatangkan dana (kos politik) melibatkan para cukong berduit menjelma hingga terjadi transaksi dengan ikatan janji mahar politik yang mengikat kepala daerah dimasa kepemimpinannya sehingga KKN akan tetap menghantui. Ibarat penyakit, kondisinya sudah demikian kronis dan berdaya tular cepat, sedangkan terapi penyembuhannya masih jauh dari harapan.
Katanya, mengakarnya korupsi, diyakini merupakan pemegang saham terbesar bagi keruntuhan perekonomian Indonesia. Sejak era reformasi bergulir, memang tidak sedikit praktik korupsi yang berhasil dibongkar.
“Kasus korupsi, dari kelas teri hingga kelas kakap, banyak yang sudah disidangkan. Di antara pelaku, bahkan ada yang sudah menghuni penjara kendati tetap masih lebih banyak yang berkeliaran di luar bahkan berani mencolonkan diri sebagai kepala daerah. Sungguh tidak adil dan selain belum memberikan rasa keadilan dalam penegakan peraturan dan penerapan sanksi hukumnya, penyebaran virus korupsi faktanya memang tak mudah dicegah,” jelasnya.
Pria dengan besik ilmu hukum dan berprovesi sebagai advokad menyampaikan, formula pencegahan KKN seakan tak kuasa dibendung. Kalau pun formula itu terbilang ampuh, namun tidak efektif diterapkan. Ironisnya dalam catatan ada penerapan hukum untuk menjerat koruptor pada kasus korupsi produk masa lalu namun virus ganas itu tanpa sadar telah menjangkiti dan menciptakan epidemi dengan menyeret pelaku-pelaku baru.
Apalagi banyak oknum penjabat di negeri ini menggunakan tangan preman sebagai suruhan untuk mengancam keselamatan para aktivis yang selalu membantu negara melakukan pencegahan bahkan memberantas korupsi, banyak penelphon gelap, chatingan WhatsApp gelap dengan ragam bermacam ragam teror. Padahal sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2018 jelas menjamin setiap warga negara untuk membantu negara memberantas korupsi.
Sebelumnya diberitakan, laporan dugaan Penyalahgunaan wewenang dan penyalagunaan kesempatan karena jabatan. Kuat dugaan hal ini dilakukan oleh Mantan Bupati Maluku Barat Daya Drs. Barnabas Nataniel Orno dengan melakukan realokasi atau pengalihan anggaran yang tidak sesuai peruntukannya hingga merugikan negara sebesar Rp. 22.338.610.275. Kerugian ini terjadi pada Pembangunan RS. Pratama Letwurung yang hingga kini tidak digunakan alias mubazir sebagai akumulasi dari sikap mengabaikan atau tidak mengindahkan kesepakatan Desk DAK yang sudah disepakati dengan Kementerian Kesehatann untuk pembangunan 6 buah Puskesmas yang berada di kawasan perbatasan.
Bahwa tidak berfungsinya RS Pratama Letwurung sejak dibangun di tahun 2017 karena RS tersebut tidak masuk dalam pangkalan data dan tidak diberikan izin operasi oleh pihak Kementrian Kesehatan RI. Bukan tanpa sebab, Kementrian Kesehatan pun telah memberikan saksi, anggaran untuk pembanguan 6 Puskesmas di kawasan perbatasan tidak lagi diberikan, justru pihak kementerian mengehendaki Pemerintah Kabupaten untuk mengalokasikan anggaran untuk membangun Puskesmas di Kawasan Perbatasan, namun hingga ini tidak ada realisasi. Sementara RS Pratama Letwurung tidak digunakan sehingga negara pun rugi. (TS 02)