TITASTORY.ID, – Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menyeret Mantan Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy, kembali didalami Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan dalam perkembangannya sejumlah saksi telah diperiksa. Pada Selasa 14 Februari 2023, KPK memanggil dua orang saksi terkait kasus ini yakni Suminsen sebagai wiraswasta dan Grimaldy Louhenapessy karyawan Swasta. Selain itu, KPK juga diketahui juga telah memeriksa enam saksi lain, mereka adalah Erlen Louhenapessy dan William Pieter Mairuhu, keduanya merupakan pengusaha. Kemudian, Nolly Stevie Bernard Sahumena, karyawan salah satu bank, Abigael Agnes Serworwora dan Roy Prabowo Lenggono. Keduanya merupakan notaris serta seorang petani atas nama Romelos Alfons. Dimana pemeriksaan ini dilakukan di kantor BPKP Maluku. Selain itu pada, rabu, (1/3/2023) Sekretaris Kota Ambon, Agus Ririmase pun juga diperiksa kapasitasnya sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan TPPU. Selain Agus, penyidik KPK turut memanggil lima saksi lainnya. Mereka adalah Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Ambon dari 31 Mei 2021 Ivonny Alexandria W. Latuputty, dan pihak swasta atas nama Noviana Patiranne, Sekkot Ambon tahun 2011-2021 Anthony Gustaf Latuheru serta dua pihak lain dari Tim Penilai BMD Kota Ambon yang menilai kendaraan Toyota BK 40 Camry nomor polisi (Nopol) DE 1265 AM yaitu Agung Yuniarto dan Erwandi Martinus Sembiring.
Disaat KPK marathon melakukan pemeriksaan saksi, dua orang saksi diketahui sempat mangkir dari panggilan penyidik KPK mereka diduga adalah Branch Manager PT Astra Sedaya Finance Cabang Fatmawati Jakarta, Heri Rahmanto dan Vehicle Logistic division PT Toyota Astra Motor Martamba Sitorus.
Dikutip dari sejumlah pemberitaan media nasional dan media lokal, pemeriksaan eks Walikota dua periode karena diduga terlibat dalam dugaan TPPU setelah pada dakwaan awal Richard Louhenapessy terbukti melakukan tindak pidana sehingga dirinya pun dijatuhi hukuman.
Terkait kasus yang menjerat Richard Louhenapessy dalam status tersangka TPPU, Ahli Hukum Pidana Universitas Pattmura, Dr. Reymond Supusepa,SH.,MH yang diwawancarai titastory.id, beberapa waktu lalu menerangkan, dalam pengusutan kasus TPPU Penyidik KPK tentunya sudah dipermudah dengan putusan awal atau predicate crime.
Dijelaskan, indikasi dari proses money laundering atau TPPU tentunya terdapat beberapa tahapan, di antaranya tahap Placement (penempatan-re) di mana pada tahap ini penempatan dana yang dihasilkan dari suatu aktivitas kriminal/hasil kejahatan, misalnya mendepositokan uang hasil kejahatan tersebut di suatu bank, atau sebagai saham. Atau upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari Tindak Pidana ke dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya penempatan uang giral (check, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain-lain) ke dalam sistem keuangan/ sistem perbankan. Sementara tahap ke dua adalah Tahap Layering (Transfer). Pada tahap ini sebagai upaya untuk mentransfer Harta Kekayaan yang berasal dari Tindak Pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan pada bank sebagai jasa keuangan.
“Si pemilik dana tersebut bebas membuat transaksi dan mentransfer dana dari beberapa rekening dengan cara memecah-mecah jumlah dana di bank yang tujuannya menghilangkan jejak asal-usul uang tersebut, biasanya oleh pemilik uang kotor ini digunakan untuk membiayai suatu kegiatan usaha, secara legal seolah-olah kelihatannya kegiatan usaha itu dibiayai atas perolehan kredit dari Bank,” jelasnya.
Semetara tahap yang berikut ini adalah Tahap Integration (Penyatuan Harta Kekayaan-red). Supusepa menerangkan, tahap ini merupakan tahap penyatuan kembali uang kotor tersebut setelah melalui tahap placement dan tahap layering di yang selanjutnya uang/harta kekayaan tersebut digunakan dalam berbagai kegiatan-kegiatan legal sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal (clean money).
Ketika disinggung terkait dengan dugaan TPPU Richard Louhenapessy, ahli hukum pidana ini pun menegaskan, Jaksa KPK sudah sangat mudah menentukan dalam dakwaan baik formyl pun materiil dalam dakwaan, karena delik intinya sudah terbukti. Dimana dalam posisi Richard Louhenapessy, sesuai Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sesuai pasal 5. Bahwa setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.
“Nah, Richard Louhenapessy dalam proses dakwaan menurut saya akan dijerat dengan pasal 5 ini, “ ungkapnya.
Namun demikian, katanya, jika terbukti, tentunya pasal 3 dan 4 UU TPPU juga akan melekat pada dirinya, apa lagi jika pada kasus awal telah terbukti. Ketika ditanya soal adanya pemberian dari pejabat pemkot, Supusepa pun menjelaskan, pemberian sejumlah uang kepada Richard Louhenapessy berkaitan dengan tindak pidana suap, bukan TPPU. Dan jika uang hasil suap itu digunakan diedarkan Richard Louhenapessy sang terpidana pada kasus awal dan kini jadi tersangka pada kasus yang baru, praktik mengalirkan atau menyamarkan menjadi harta kekayaan maka itu adalah TPPU dan tentunya akan dirampas oleh negara.
“ Tentunya pada fakta persidangan kasus awal, ada sejumlah pejabat eselon II yang memberikan sejumlah uang, maka itu adalah tindak pidana suap, bukan TPPU. Dan jika disinkronkan dengan kasus dugaan TPPU bakal terjawab jika hasil suap tersebut kemudian dialirkan atau diedarkan atau disamarkan sebagai harta, yang tentunya akan disita oleh negara. (*TS 02)
Discussion about this post