TITASTORY.ID, – Sepandai-pandai tupai melompat, kelak jatuh juga. Ungkapan dari kata – kata lama ini pantas disematkan kepada enam pemilik dan pelaku yang diduga melakukan kegiatan perdagangan satwa Endemik secara ilegal. Kegiatan yang tidak sesuai aturan untuk mendapatkan keuntungan ini pun harus mendapat penanganan serius dari pihak Kepolisian dalam hal ini Ditreskrimusus Polda Maluku karena diduga merupakan bentuk tindak pidana.
Dari hasil Operasi pencegahan peredaran TSL Illegal gabungan yang melibatkan institusi Balai KSDA Maluku, Direktorat KKHSG Kementerian LHK, Ditreskrimsus Polda Maluku dan Polres Kepulauan Aru dengan sandi operasi Senyap berhasil diamankan 91 (sembilan puluh satu) ekor satwa liar jenis burung yang statusnya dilindungi. Dimana dari tangan pelaku baik pemilik dan penjual berhasil diamankan 72 (tujuh puluh dua) ekor Kakatua Kokl (cacatua galerttiJ), 2 (dua) ekor Kakatua Raja (Probosdger aterrimus’), 15 (lima belas) ekor Nuri Bayan (Edectus roratus’) dan 2 (dua) ekor Nuri Aru (Olalcopsitta sdnti!latiJ).
Burung-burung tersebut berhasil diamankan dari para penampung serta penjual satwa yang berada di sekitaran Pasar Jargaria Kota Dobo serta di atas kapal logistik KM. Nusantara 1 Jakarta yang sedang bersandar di Pelabuhan Laut Yos Sudarso Dobo Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku.
Selain barang bukti sebanyak 91 (sembilan puluh satu) ekor satwa liar, petugas juga mengamankan sebanyak 6 (enam) orang pemilik serta penjual satwa tersebut.
Kini keenam pelaku masih diproses oleh pihak penyidik dari Ditreskrimsus Polda Maluku dibantu Polres Kepulauan Aru. Para pelaku saat ini juga telah menyandang status tersangka dan dijerat dengan Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat 2 huruf (a) Undang – Undang Republik Indonesia nomor 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yakni “Setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperdagangkan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup dengan tuntutan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (serratus juta rupiah).
Kepala Balai KSDA Maluku Danny H. Pattipeilohy melalui rilis yang diterima media ini menjelaskan, memberikan apresiasi dan berterima kasih kepada seluruh petugas yang telah terlibat dalam kegiatan operasi ini, khusus anggota dari Ditreskrimsus Polda Maluku dan Polres Kepulauan Aru.
Dia menerangkan, untuk memerangi kejahatan tentunya dibutuhkan kerja sama dan kolaborasi yang kuat antar stakeholder dalam upaya pencegahan dan pemberantasan peredaran TSL illegal.
“Sesuai lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.20/MENLHK/SEfJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi bahwa burung Kakatua Koki (cacatua galerita), Kakatua Raja (Probosciger aterrimuSJ, Nuri Bayan (Edectus roratuS’) dan Nuri Aru ( Glalcopsitta scintillata) merupakan salah satu burung yang dilindungi dan merupakan satwa Endemik Kepulauan Maluku dan penyebaran alaminya hanya berada di Kepulauan Aru, Provinsi Maluku,” terangnya.
Dijelaskan, terhadap barang bukti berupa 91 (sembilan puluh satu) ekor satwa liar tersebut, kini telah diamankan di kandang Stasiun Konservasi Satwa Dobo untuk menjalani masa rehabilitasi atau dikarantina pemeriksaan kesehatan satwanya. Dimana proses karantina, rehabilitasi dan pemeriksaan kesehatan harus dilakukan karena dari hasil pengamatan petugas terdapat beberapa ekor burung kondisinya sakit atau stress yang mungkin diakibatkan terjadi pada saat penangkapan di alam dan proses pengangkutan.
Sedangkan untuk tindak lanjut penanganan kasus perdagangan dan pengangkutan satwa akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan penyidik dari Ditreskrimsus Polda Maluku dan Polres Kepulauan Aru untuk membongkar jaringan dan sindikat peredaran satwa yang marak terjadi di wilayah Kabupaten Kepulauan Aru.
” Tentunya tidak berhenti sampai di sini, kami akan berkoordinasi untuk mengungkap jaringan dari praktik perdagangan satwa Endemik yang dilindungi ini, sehingga mata rantai praktik melanggar hukum bisa dihentikan, ” tegasnya. (TS 02)
Discussion about this post