Ratusan Karyawan PT SIM Datangi Kantor Bupati, Tolak Rencana Penutupan Perusahaan di SBB

29/09/2025
Keterangan : Karyawan PT SIM saat berjumpa dengan Bupati SSB. Foto : Ist

titastory, Seram Bagian Barat – Ratusan karyawan PT Spice Island Maluku (PT SIM) menggelar aksi di depan Kantor Bupati Seram Bagian Barat (SBB), Jumat (26/9), menolak rencana penutupan perusahaan. Mereka menuntut pemerintah daerah mengambil langkah konkret agar PT SIM tetap beroperasi, karena ribuan keluarga menggantungkan hidup dari perusahaan tersebut.

Massa membawa spanduk dan poster berisi tuntutan agar pemerintah memastikan keberlanjutan aktivitas perusahaan. Mereka khawatir, jika PT SIM ditutup, ribuan karyawan akan kehilangan pekerjaan dan ekonomi lokal terpukul.

Dialog dengan Bupati

Bupati SBB, Asri Arman, menerima perwakilan karyawan di ruang kerjanya. Ia menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk memperjuangkan kelanjutan operasi PT SIM. Namun, menurutnya masih ada persoalan yang harus diselesaikan, terutama terkait izin operasional dan sengketa lahan antara perusahaan dengan pemerintah provinsi dan warga.

“Kami akan terus melakukan komunikasi dengan pihak perusahaan dan pemerintah provinsi. Harapan kita semua, PT SIM tidak menutup usahanya sehingga tenaga kerja lokal tetap terserap,” ujar Asri Arman.

Sementara itu, pihak manajemen PT SIM menyatakan tidak berniat meninggalkan SBB. Mereka menegaskan kesediaan untuk melanjutkan investasi selama ada kepastian hukum dan dukungan pemerintah dalam penyelesaian masalah lahan dan izin.

“PT SIM hadir untuk membangun daerah ini bersama masyarakat. Namun kami juga membutuhkan kepastian hukum agar perusahaan dapat berjalan lancar,” tegas pihak manajemen.

Keputusan Mengejutkan: Hentikan Operasi Permanen

Namun harapan para karyawan terhenti setelah terungkap bahwa PT SIM memutuskan menghentikan permanen aktivitas pengelolaan pisang abaka di SBB per 30 September 2025. Keputusan ini diumumkan dalam rapat koordinasi bersama Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa, Sekda, pimpinan dan anggota DPRD SBB, serta sejumlah pejabat Pemprov Maluku, Rabu malam.

Juru bicara Pemprov Maluku, Kasrul Selang, menjelaskan bahwa keputusan perusahaan diambil setelah beberapa kali proses mediasi dengan masyarakat tidak menemukan titik temu.

“Pemerintah SBB telah memfasilitasi sedikitnya empat kali pertemuan antara perusahaan dan masyarakat. Namun pada mediasi terakhir, pihak PT SIM justru walk out dan menunjukkan surat penghentian permanen investasi,” ungkap Kasrul.

Padahal, dari total izin seluas 800 hektare, PT SIM baru mengelola sekitar 600 hektare, dengan hanya 15 hektare yang dipermasalahkan warga.

Keterangan : Jubir Pemda Maluku, Kasrul Selang, Foto : Web

Sikap Pemprov Maluku

Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa menekankan pentingnya sikap adil terhadap investor maupun masyarakat.

“PT SIM sudah beroperasi beberapa tahun dan mulai panen tahun ini. Tapi hak masyarakat, baik sosial, keperdataan, maupun adat, tetap harus dijunjung tinggi,” tegasnya.

Gubernur juga menyatakan investasi adalah kunci bagi Maluku yang memiliki keterbatasan fiskal. Karena itu, pemerintah harus menyambut investor dengan “karpet merah”, tetapi tetap menuntut kepatuhan terhadap regulasi, penghormatan pada hak masyarakat, penyerapan tenaga kerja lokal, serta perlindungan lingkungan.

“Investasi harus berjalan, tapi jangan melupakan kepentingan masyarakat. Jika syarat-syarat itu diabaikan, investasi tidak akan bertahan lama,” tambahnya.

Hengkangnya PT SIM menjadi peringatan penting bagi pemerintah daerah di Maluku. Keterlibatan masyarakat, tokoh adat, dan tokoh agama sejak awal proses perizinan, serta komunikasi yang transparan, menjadi kunci untuk mencegah konflik.

“Investasi hanya bisa berkelanjutan bila masyarakat merasa memiliki dan mendapat manfaat langsung. Jika tidak, konflik seperti ini akan terus terjadi,” pungkas Kasrul.

error: Content is protected !!