titastory, Maluku Tengah – Gempa bumi tektonik berkekuatan M5,6 mengguncang wilayah Kecamatan Tehoru, Maluku Tengah, Maluku, Senin (3/3) dinihari, pukul 03.42.09 WIT .
BMKG mencatat, tiga kali guncangan susulan setelah gempa pertama kali terjadi.
Gempa memiliki parameter update dengan magnitudo M5,4, koordinat 3,36° LS ; 129,60° BT, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 71 Km Tenggara Maluku Tengah, Maluku , pada kedalaman 16 Km.
Gempa dangkal ini terjadi akibat adanya aktivitas sesar aktif, dengan mekanisme pergerakan mendatar turun (oblique normal fault).
BMKG menyebutkan, guncangan gempa dirasakan di daerah Yaputih dengan skala intensitas IV MMI, dirasakan oleh orang banyak di dalam rumah. Sedangkan kawasan Masohi dengan skala intensitas III MMI, dirasakan nyata dalam rumah.
“Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa ini tidak berpotensi tsunami,” kata Direktur Gempa bumi dan Tsunami BMKG, Daryono.

Hingga pukul 04.40 WIT, hasil monitoring BMKG menunjukkan adanya 3 aktivitas gempabumi susulan dengan magnitudo terbesar M4,1.
Warga Sapta Marga Mengungsi
Sementara itu, guncangan gempa senin dinihari tadi membuat warga Dusun Sapta Marga, Negeri Saunulu, Kecamatan Tehoru berhamburan keluar rumah.
Salah satu tokoh pemuda Saunulu, Jhon Waliana dikonfirmasi melalui pesan whatsApp menyebutkan, warga sempat panik karena merasakan beberapa kali guncangan gempa.
Pemukiman warga yang hanya berjarak sekitar 200 meter dari pantai menyebabkan sebagian warga mengungsi ke lokasi yang lebih aman, didaerah ketinggian. Mereka juga khawatir kembali terjadi gempa susulan.
“Warga ada yang panik Karna mungkin trauma. Sebagian masyarakat seng (tidak) tidur sampe pagi, karna takut (gempa) susulan. Di Samptamarga ada beberapa yang naik ke dong (mereka) walang (rumah kebun), sepanjang jalan manggadua untuk tidur sejenak,”ungkapnya.
Saat ini lanjut Jhon, warga telah kembali ke rumahnya masing-masing untuk melakukan aktifitas seperti biasa.
“Pagi ini warga sudah kembali dan beraktifitas seperti biasa,”imbuhnya.
Raja Negeri Hatumete, Kecamatan Tehoru, Bernard Lilihata yang dikonfirmasi via pesan whatsApp Senin pagi mengatakan, gempa yang terjadi ikut dirasakan warga di Hatumete, namun tidak sampai membuat warga panik.
“Katong rasakan getaran gempa, tapi tidak sampai keluar rumah,”ungkapnya.
Membangun Berbasis Mitigasi Bencana vs HPK
Bernard Lilihata yang juga merupakan Ketua Latupati Kecamatan Tehoru menyebutkan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat sebelumnya sudah memberikan warning, bahwa Seram Selatan berada di daerah patahan, sehingga masuk dalam kawasan rawan gempa.
Upaya pengurangan risiko bencana dilakukan bersama komunitas di kawasan rawan bencana, agar diharapkan masyarakat mampu untuk mengelola risiko bencana secara mandiri.
Masyarakat adat juga telah diajarkan untuk melakukan evakuasi mandiri melalui jalur-jalur yang sudah ditentukan, agar meminimalisir jatuhnya korban saat gempa sewaktu-waktu terjadi.
Masuk dalam kawasan patahan, kata Lilihata, menyebabkan sejumlah negeri di Kecamatan Tehoru, cenderung membuka pemukiman menjauhi garis pantai, khususnya Negeri Yaputih dan Saunulu.
Raja Yaputih, Yurisman Tehuayo dalam kesempatan berbeda mengatakan, pemukiman masyarakat adat negeri Yaputih, berada dekat pantai.
Saat ini mereka melakukan pembangunan berbasis mitigasi gempa.
“Jadi untuk mempersiapkan diri menghadapi gempa, katong (kita) membangun menjauhi pantai untuk meminimalisir risiko bencana ,”ujarnya.
Namun diakuinya, langkah untuk menyelamatkan diri dari bencana terbentur dengan pemasangan patok Hutan Produksi Konversi (HPK) oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) diatas tanah ulayat dan kebun milik masyarakat adat. Hal ini menyebabkan sebanyak 2700 jiwa masyarakat adat Yaputih terancam keselamatannya, akibat kebijakan tersebut.
Hingga saat ini bersama 9 negeri lainnya di Kecamatan Tehoru, mereka sedang berjuang melakukan penolakan atas kebijakan yang merampas tanah ulayat masyarakat adat.
Penulis: Redaksi Editor : Dianti Martha